Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
. . .
Delapan bulan kemudian :
Lakshita menyetir mobilnya dengan buru-buru karena dia bangun kesiangan, sementara ini hari yang sangat penting.
Begitu sampai dia langsung memarkirkan mobilnya dengan sembarangan lalu dengan segera keluar dan berlari masuk kedalam gedung berwarna putih bercampur perak yang tampak mewah itu.
Di sela dia berlari ponsel di saku jaketnya berdering pertanda panggilan masuk. Tanpa melihat siapa yang menelepon Laks langsung menjawabnya.
“Laks, kamu sudah dimana?” tanya seorang di seberang sana.
Dengan terengah Laks menjawab, “Aku sudah di bawah.” jawabnya, ia melihat sekilas nama yang tertera di layar ponselnya, ternyata pendengaran nya tidak salah, itu benar Kafka.
“Tunggu sebentar, aku hampir sampai.” ucapnya lagi lalu menekan tombol enam di lift. Tanpa menunggu jawaban dari Kafka, ia mematikan sambungan.
Lakshita menatap pantulan dirinya di dinding lift, gamis cokelat dan kerudung senada menjadi pilihan nya hari ini.
Hari ini, adalah hari yang dia siapkan sejak delapan bulan yang lalu, bersama-sama dengan Kafka. Ini bukan pameran besar-besaran, hanya ada delapan belas koleksi di dalamnya. Lukisan Kafka, dan puisi Laks yang mengiringinya.
Begitu pintu lift terbuka, Laks bergegas keluar dan mencari aula tempat Kafka berada. Tempat berlangsungnya pameran mereka.
Laks tidak tahu apa-apa tentang lokasi, dia hanya melihat lewat gambar yang di tunjukkan Kafka padanya. Karena beberapa bulan belakangan dia sangat sibuk dengan kuliah nya. Mulai naik ke semester selanjutnya dengan cepat, membuatnya tidak bisa melakukan apapun. Terlebih yang harus dia kerjakan bukan hanya satu atau dua.
Setelah beberapa saat berjalan, Laks melihat Kafka berdiri di depan sebuah pintu.
Dengan kaos hitam berlengan panjang dan celana jeans, juga kacamata hitam bertenggar di hidungnya. Ditambah dia sedikit menunduk melihat ponsel, membuat rambut depan nya terjun ke bawah dengan indah. Kafka berdiri dengan keren disana.
Ponsel Lakshita berdering, tertera nama Kafka lagi disana. Dia tidak menjawabnya dan berlari menghampiri pria tinggi itu.
“Kaf.” panggilnya. Kafka menoleh, melepas kacamatanya lalu tersenyum melihat Lakshita.
Sedikit terengah Laks bertanya. “Apa aku sangat terlambat?” tanya nya.