15

10 2 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

. . .

"Aku sangat terpukul, dan sempat dirawat dua bulan di rumah sakit. Setelah keluar, aku kembali dirawat selama enam bulan oleh Psikiater. Karena mentalku, yang begitu terguncang saat itu."

Laks memegang lengan Kafka saat pria itu masih ingin melanjutkan ceritanya. "Sudahi, Kaf." ujarnya.

Lakshita begitu memahami perasaan itu. Dan dia sudah melihat napas Kafka sedikit tersendal meski mulutnya tersenyum dan tampak sangat tenang.

Kafka menoleh pada Lakshita, matanya bergetar. Tetapi setelah beberapa detik, ia tersadar dan mengedipkan matanya. Tertawa kecil.

"Aku tidak pernah menceritakan hal ini, baru kali ini. Laks." ujar nya.

Laks tersenyum. "Terimakasih sudah mau bercerita."

Kafka tersenyum lebar.

Karena hujan tak kunjung mereda, mereka masih setia berdiri di sana.

Laks menatap sisi kiri wajah Kafka lama. "Saat pertama melihatmu, kukira kamu Mahasiswa pertukaran dari arab." ucap nya.

Kafka menoleh lagi, tertawa kecil. "Kenapa begitu? Aku tidak berewok."

Mereka tertawa. Lalu Laks menjawab, "Kamu tidak berewok, tapi wajahmu memang tidak bisa berbohong."

"Memangnya kapan pertama kali kamu melihatku? Di kafe itu?" tanya Kafka. Laks menggeleng, dia tersenyum tipis. "Saat kamu baru saja kembali dari Australia. Semua orang membicarakanmu, dan akupun penasaran lalu mengintip sedikit." jawabnya.

Kafka tertawa lepas. "Benarkah hanya sedikit? Sepertinya kamu memandangiku sampai puas." goda nya.

Lakshita menyipitkan matanya sambil menahan senyum. "Kamu percaya diri sekali." Mereka tertawa lagi.

Hujan yang beberapa saat lalu membuat mereka merasa kembali pada kenangan gelap, kini berbalik membuat suasana berangsur membaik.

Kafka menatap Lakshita lama, sampai sang empu yang ditatap merasa tidak enak karena dipandang sedemikian rupa.

"Kenapa menatapku seperti itu?" tanya Lakshita mengedarkan pandangan nya.

Kafka tersenyum, lalu menatap keluar lagi. "Hanya merasa senang. Karena kamu bisa tertawa."

Laks mendengar itu hanya berdecak kecil. Lama-lama dia malu di perhatikan seperti ini.

"Ah iya, Kaf."

Kafka menatapnya bertanya.

"Apa kamu juga menjual lukisan mu?" tanya Lakshita. 

Kafka mengangguk. "Ya, sudah banyak yang terjual. Bukankah kamu sudah tahu?"

Laks melebarkan matanya sedikit. "Benarkah? Yang mana? Kapan?"

Kafka terkekeh kecil. "Shah Jahan dan Arjumand." jawab Kafka.

Senja & Kepergianmu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang