Bab 2. Gapura Kabupaten & Si Mata Empat

149 17 10
                                    

"Hey

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hey ... bangun!"

"Mata Empat! Woy! Jangan mati!"

"Gue nggak mau masuk penjara."

Suara seorang pria dan tepukan tangan pada pipinya, membuat Jingga yang sedang terbaring di atas lantai, jadi terusik. Pria yang memakai seragam putih abu dan telinga ditindik itu, menatap Jingga dengan khawatir.

"Siapa sih yang tepuk-tepuk pipi aku? Tapi kok ... suaranya kayak nggak asing ya?" tanya Jingga dalam hatinya.

Gadis itu pun membuka matanya perlahan-lahan, untuk melihat siapa orang yang sudah berteriak padanya. Hingga dia pun melihat orang itu, wajah mereka berjarak cukup dekat.

Kedua bola mata Jingga yang berwarna coklat muda itu, menatap pria tampan yang memiliki luka di bawah mata kanannya dan berada dihadapannya saat ini.

"Lo nggak apa-apa?"

"Langit?" Kening Jingga berkerut bingung, kepalanya sedikit berdenyut merasakan sakit.

"Syukurlah, lo nggak mati." Langit berucap dengan dingin, wajahnya pun datar.

Namun, yang lebih mengherankan adalah, bagaimana dia bisa melihat Langit, si cowok menyebalkan memakai seragam SMA dan terlihat sangat muda.

"Kenapa kamu pake baju seragam SMA? Kamu lagi cosplay ya? Udah usia 27 tahun juga," cetus Jingga sambil tersenyum dan tak habis pikir pada Langit yang masih memakai seragam SMA.

"Tapi kamu masih cocok pake seragam SMA kok," sambungnya lagi sambil tersenyum pada Langit.

Sedangkan Langit tidak bicara apa-apa, tapi raut wajahnya menunjukkan kebingungan pada gadis itu. Dia menatap Jingga tanpa berkedip.

Gadis itu beranjak bangun, sambil memegang kepalanya dan dia baru menyadari, saat ini suasana di sekitarnya menunjukkan suasana di sekolah. Dia menatap ke sekelilingnya, persis seperti sekolahnya dulu.

"Loh? Kok aku ada disekolah sih? Ini bukan surga ya?" gumam gadis itu dengan wajah polosnya. "Aduh, kenapa kepalaku sakit ya?" tanyanya sambil merasakan sakit pada kepalanya.

Tiba-tiba saja Jingga terkejut saat Langit menoyor kepalanya sampai ke terhuyung ke belakang.

"Auch! Sakit!" pekik Jingga seraya memegang keningnya. Dia menatap Langit dengan tajam dan sinis.

Langit melihat Jingga seperti orang aneh. "Kayaknya lo perlu ke dokter. Ada yang salah sama kepala lo."

"Lah? Kok sakit? Ini akhirat kan? Terus kenapa aku masih ngerasa sakit?"

Gadis itu tampak bingung, dia merasakan sakit ketika Langit menoyor keningnya. Bukankah seharusnya, jika dia sudah berada di akhirat, maka dia tidak akan merasakan sakit lagi.

Langit menggeleng-gelengkan kepalanya, bibirnya mengeluarkan decakan. "Pulang sekolah, jangan dulu pulang. Kita ke rumah sakit."

Namun, Jingga tampaknya tidak mendengarkan kata-kata Langit dan tenggelam dalam pikirannya sendiri. "Ini nggak mungkin, aku kan udah mati. Kenapa aku juga pakai kacamata? Kan aku pakai kacamata pas SMA aja? Kenapa aku ngerasa sakit?" Jingga bicara pada dirinya sendiri, dia benar-benar terlihat linglung disertai bingung.

Langit Biru JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang