Bab 10. Sama-sama ke masa lalu?

90 8 4
                                    

☘️🍀🍀

"Matriks adalah suatu susunan bilangan real atau bilangan kompleks yang disusun dalam baris dan kolom sehingga membentuk jajaran persegi panjang. Suatu matriks diberi nama dengan menggunakan huruf kapital seperti A, B, C, dan seterusnya, sedangkan anggotanya dinyatakan dengan huruf kecil."

Jingga, gadis itu sedang sibuk menjelaskan materi matriks kepada Langit, anggota kelompoknya. Sedangkan dua anggota kelompoknya yang lain juga sedang berdiskusi bersama. Mereka adalah Salsa dan Randi. Sejak mereka bergabung dalam satu kelompok, mereka jadi sering bertemu dan berinteraksi. Terutama dalam hal pelajaran.

"Nah, ini ada contohnya. Terus ada jenis-jenisnya juga. Ada matriks persegi, matriks baris, matriks kolom, matriks tegak, sama matriks datar. Kamu tinggal lihat contohnya di sini, udah ada. Kalau masih ada yang belum kamu pahami, kamu boleh tanya aku."

Baru saja selesai menjelaskan, Jingga malah melihat Langit tengah menatapnya dengan wajah polos. Bukannya memperhatikan buku matematika yang ada di atas meja.

"Tiang listrik, kamu ngerti penjelasan aku, kan?" tanya Jingga.

"Iya." Langit mengangguk, kemudian dengan cepat dia menggelengkan kepalanya. "Eh enggak."

"Langit ..." Jingga sungguh gemas dengan sikap Langit yang acuh tak acuh. Pemuda itu sering tidak fokus dalam belajar.

"Kamu merhatiin aku nggak sih?"

"Iya, ini gue lagi merhatiin lo!" seru Langit seraya menatap wajah cantik Jingga yang sedang memerah, karena marah. Kedua matanya melotot dan sampai membuat Jingga menepuk jidatnya sendiri.

"Bukan merhatiin kayak gitu. Tapi merhatiin materinya, Langit."

"Gue malas belajar," jawaban dari bibir Langit terdengar sangat menyebalkan untuk Jingga.

"Aku juga malas ngajarin kamu, kalau kamunya kayak gini," jengkel Jingga sambil menutup bukunya. Dia menatap pria yang tampak datar itu.

Langit mengendikkan bahunya dengan malas. "Gue bosen, gue udah berapa kali denger guru jelasin materi matriks."

Gadis itu pun nyengir, lalu terkekeh mendengar perkataan Langit. "Iya, aku tahu. Kamu kan udah dua tahun tinggal dikelas sebelas. Jadi harusnya kamu udah PAHAM BANGET dong sama materinya?" kata Jingga dengan penuh penekanan yang menyindir Langit.

"Gak paham."

Tangan Jingga menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal, lama-lama dia bisa botak karena Langit terus acuh tak acuh begini. Sedangkan dia harus menjalankan amanat dari bu Ambar untuk membantu Langit belajar dan meningkatkan nilainya.

"Aku jelasin sekali lagi—"

"Kita makan dulu. Gua lapar," pungkas pemuda itu.

"Biar konsen belajarnya."

"Oke. Mau makan di mana?" tanya Jingga pada Langit. Akhirnya dia menuruti keinginan Langit untuk makan siang terlebih dahulu, karena dia juga lapar.

"Jingga, Langit, sorry. Gue sama Randi mau pulang duluan. Kita nggak bisa ikut makan bareng, soalnya kita buru-buru," kata Salsa pada Jingga dan Langit.

"Tugasnya Salsa udah selesai kok, tenang aja. "Randi menjelaskan kepada Jingga, kalau tugas Salsa sudah selesai dan dia yang sudah membantu gadis itu untuk mengerjakan tugasnya. Randi sendiri adalah anak laki-laki yang meraih juara dua di kelas XI IPA satu, dia juga ditugaskan membantu Salsa.

"Ya udah, nggak apa-apa kalau kalian mau duluan. Aku sama Langit kayaknya mau mampir ke tempat makan dulu," kata Jingga sambil tersenyum, gadis itu tidak keberatan kalau kedua temannya pulang duluan.

Langit Biru JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang