Bab 13. Jingga Pawang Langit

78 8 3
                                    

"Apakah takdir akan sama? Meski akan sudah kembali ke masa lalu. Apa masa depan masih bisa berubah?" -Jingga Raina.


☘️☘️☘️


Jingga dan Langit baru saja selesai dari toko helm. Rupanya Langit membelikan helm untuk Jingga. Awalnya gadis itu menolaknya, karena ia tidak membutuhkan helm dan tidak naik kendaraan bermotor. Kemana-mana selalu naik angkot atau diantar supirnya. Akan tetapi, pemuda tampan itu tetap memaksa Jingga untuk menerimanya. Dengan alasan, helm ini adalah hadiah untuk pertemanan mereka berdua.

"Kamu kok tahu sih aku suka warna ungu?" tanya Jingga heran, karena Langit bisa tahu kalau dia suka warna ungu.

"Semua tentang kamu ... aku tahu Jingga." Langit membatin.

"Karena kamu suka pakai warna ungu. Tas kamu, gantungan kunci, tempat pensil. Warna ungu kan? Aku sih sebenernya cuma nebak doang," cetus Langit yang memiliki alibi alasan masuk akal.

"Oh gitu. Jadi kelihatan ya kalau aku suka warna ungu?"

"Hooh. Sekaligus kelihatan jomblonya," celetuk Langit yang sontak saja membuat bibir Jingga mencebik ke depan.

"Aku mau bayar dulu helmnya. Kamu tunggu di depan. Jangan kemana-mana!" katanya mengingatkan Jingga, untuk tidak pergi kemana-mana selagi dia sedang membayar helmnya.

Langit kembali masuk ke dalam toko,sedangkan Jingga menunggu Langit di luar toko helm yang letaknya dipinggir jalan itu. Tak lama kemudian, ada dua orang pria yang mengendarai motor mereka, tiba-tiba saja berhenti di hadapannya.

"Kalian lagi?" Jingga mengenali dua dari empat pria yang menjadi anggota geng Langit dulu dan mereka yang menganggu Jingga tempo hari lalu..

"Hey culun! Ets ... salah, lo nggak culun lagi deh. Sekarang lo cakep," kekeh Radit sambil melihat Jingga dari atas sampai ke bawah. Penampilan gadis itu terlihat sangat berbeda, dengan terakhir kali saat dia melihatnya.

Sekarang Jingga terlihat lebih modis, kecantikannya lebih terpancar tanpa kacamata bulat hitam yang biasanya menghiasi kedua matanya.

"Pergi kalian! Jangan ganggu aku." Usir Jingga kepada kedua pria badung itu. Dia sudah tahu bagaimana kelakuan mereka dan Langit meminta agar Jingga menjauhi mereka.

"Santai aja kali. Kita cuma mau nyapa lo," kata Ken, salah satu teman Radit dan mantan teman Langit juga.

"Ngapain kalian di sini? Bukannya gue udah ingetin kalian untuk jangan gangguin dia atau siapapun lagi di jalan!" Suara lantang yang berasal dari belakang tubuh Jingga itu, sontak saja membuat Ken dan Radit terdiam.

Nyali mereka ciut, ketika melihat kehadiran mantan ketua geng mereka. Langit masih berwibawa dan ditakuti seperti dulu. Meskipun sudah tidak tergabung dalam anggota geng lagi.

"Sial! Kenapa dia harus sama si Langit sih? Gue jadi nggak bisa nepatin janji gue sama si Laura untuk sekarang." Radit mengumpat dalam hati, karena Langit ada disamping Jingga dan dia tidak bisa menganggu gadis itu.

"Ki-kita nggak gangguin dia kok? Kita cuma lewat aja," ucap Ken tergagap.

"I-iya bener, kita cuma nanya alamat doang." Radit juga ciut, dia tidak berani melawan Langit.

Tatapan membunuh Langit bisa dirasakan oleh Ken dan Radit, sehingga mereka tidak berkutik dengan tatapan itu. Radit dan Ken saling memberi kode, agar mereka meninggalkan tempat itu sekarang juga.

"Kalian pikir gue bakal percaya kalau kalian cuma nanya alamat sama dia?" kata Langit dengan ketus. Tanpa mengalihkan tatapan mematikannya dari kedua pemuda itu.

Langit Biru JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang