Mencari Koneksi di Komunitas Musik

2 4 0
                                    

"Kita udah sampai," kata Azra, menghentikan motornya di depan sebuah kafe bergaya industrial dengan papan nama "The Corner Stage" yang berpendar dalam cahaya neon biru. Reynada melepas helmnya, jantungnya berdegup kencang. Di dalam, sayup-sayup terdengar petikan gitar akustik dan tepuk tangan.

Reynada menggenggam notes kecilnya erat-erat, seolah benda itu adalah tameng pelindungnya. Ia mengetik cepat di ponselnya: "Aku nervous banget, Za. Yakin mereka bakal nerima aku?"

"Hey," Azra memegang pundak sahabatnya. "Lo itu songwriter berbakat. Nggak usah mikirin apa yang nggak bisa lo lakuin. Fokus aja sama apa yang bisa lo kasih ke dunia musik."

Mereka melangkah masuk. Aroma kopi dan alunan musik live menyambut mereka. Di sudut kafe, sekitar dua puluh orang berkumpul dalam lingkaran santai. Ada yang membawa gitar, keyboard portable, bahkan cajon. Mata Reynada langsung tertuju pada seorang pemuda yang sedang membawakan lagu dengan style yang unik - ia bernyanyi sambil memainkan loop station.

"Hai semua!" Azra menyapa dengan ceria. "Kenalin, ini Reynada, songwriter yang aku ceritain kemarin."

Semua mata beralih pada mereka. Reynada merasakan tangannya mulai berkeringat, tapi ia memaksakan senyum dan melambaikan tangan.

"Welcome to The Corner!" seorang wanita muda dengan rambut pendek berwarna ungu - yang kemudian memperkenalkan diri sebagai Karin, koordinator komunitas - menyambut mereka hangat. "Azra udah cerita banyak tentang karya-karya lo. Kita semua excited banget pengen denger!"

Reynada mengeluarkan ponselnya, mengetik dengan cepat: "Makasih udah nerima aku. Tapi... aku nggak bisa ngomong atau nyanyi. Apa nggak apa-apa?"

Karin membaca pesan itu dan tersenyum lebih lebar. "Justru itu yang bikin lo unik! Kita di sini percaya musik itu universal. Nggak cuma soal vokal atau alat musik. It's about touching hearts."

Malam itu berlanjut dengan berbagai pertunjukan. Ada Rio yang membawakan lagu folk dengan harmonika, Dini yang menggabungkan puisi dengan musik elektronik, dan Bimo yang bereksperimen dengan berbagai genre. Reynada duduk di sudut, matanya berbinar menyaksikan setiap penampilan.

Saat giliran Azra, ia membawakan salah satu lagu yang mereka tulis bersama - "Silent Wings". Sebelum mulai, Azra bercerita tentang bagaimana lagu itu tercipta, tentang perjuangan Reynada, dan makna di balik setiap liriknya. Reynada bisa merasakan air matanya menggenang saat melihat bagaimana orang-orang mendengarkan dengan penuh perhatian.

"This is beautiful," bisik seorang pemuda yang duduk di sebelah Reynada setelah lagu selesai. Ia memperkenalkan diri sebagai Rama, seorang producer musik indie. "Lo punya cara unik buat nyampein emosi lewat lirik. Would you be interested in collaboration?"

Selama beberapa jam berikutnya, Reynada menemukan dirinya terlibat dalam berbagai diskusi - tentang teknik penulisan lirik, tentang produksi musik, tentang industri musik independen. Ia berkomunikasi melalui ponselnya, tapi tidak ada yang terlihat keberatan. Mereka justru kagum dengan perspektif unik yang ia miliki.

"Lo tau apa yang special dari musik lo?" kata Dini saat mereka berkumpul di meja bundar dengan secangkir kopi. "Lo bikin orang ngerasain apa yang lo rasain, bahkan tanpa harus ngomong atau nyanyi. That's real talent."

Menjelang tengah malam, Reynada sudah punya tiga rencana kolaborasi - dengan Rama yang akan membantu produksi musik mereka, dengan Dini yang tertarik menggabungkan puisi dan musik, dan dengan Rio yang punya ide untuk project musik akustik.

"Thank you," ketik Reynada pada Azra dalam perjalanan pulang. "Aku nggak nyangka bakal sebagus ini."

"Told you," Azra tersenyum. "Lo cuma perlu kesempatan buat nunjukin siapa lo sebenarnya. And guess what? They love the real you."

Di rumah, Reynada tidak bisa tidur. Ia duduk di studio mininya, menulis lirik baru. Kali ini, bukan tentang kesedihan atau kehilangan, tapi tentang menemukan rumah dalam komunitas yang menerima kita apa adanya. Tentang musik yang menjadi bahasa universal, menyatukan jiwa-jiwa yang berbeda dalam harmoni yang indah.

Di notes kecilnya, ia menulis: "Mungkin aku kehilangan suaraku, Tapi hari ini aku menemukan suara-suara lain Yang bersedia bernyanyi bersamaku Dalam simfoni kehidupan yang tak terduga."

PUISI Untuk Cintaku [ PFML ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang