USAI
Mungkin tak kusangka secepat ini
Mata tak dapat lagi kubendungi
Semua serba hitam
Sehitam kelamnya malamKubacakan banyak kata sebukit
Kuharap dapat menembus langit
Banyak hal yang tak searah
Bisa usai mengeringnya darah#poemformylove
== POEM ==
Sore itu, langit Jakarta seolah turut berduka. Awan-awan kelabu menggelayut berat, mengirimkan ribuan tetes hujan yang berjatuhan bagai air mata alam, seakan-akan ikut menangisi kepergian Bunda.
Di pemakaman yang basah, Reyna duduk terpaku di samping pusara yang masih merah. Wajahnya pucat pasi dengan mata lebam dan bengkak—hasil dari tangisan tanpa suara yang tak kunjung reda. Tubuhnya yang rapuh bergetar menahan isak, hanya bisa bertahan karena dekapan erat Tante Ratna, sahabat setia mendiang Bundanya. Satu per satu pelayat mulai beranjak pulang, menyisakan Reyna, Ayahnya, dan Tante Ratna yang setia memeluk bahunya.
"Pulanglah, nanti sakit!" ujar Ayahnya dingin, tanpa menoleh ke arah putrinya. Langkahnya tergesa menuju mobil mewah di mana istri barunya—wanita yang telah merenggut perhatian Ayah sejak setahun lalu—menunggu dengan tak sabar.
Senja mulai merayap turun ketika akhirnya Tante Ratna berhasil membujuk Reyna pulang. Rumah besar itu kini terasa begitu kosong, seperti museum kenangan yang menyimpan tawa Bunda di setiap sudutnya. Dengan lembut, Tante Ratna menuntun Reyna ke kamarnya, membaringkan tubuh lemah itu di ranjang dan menyelimutinya dengan kasih sayang yang tulus.
"Reyna tidur ya," bisik Tante Ratna lembut, tangannya mengusap rambut Reyna yang basah oleh air mata. "Reyna harus tetap kuat. Masih ada Tante, dan Tante akan selalu ada buat Reyna." Dia menutup jendela perlahan, lalu mematikan lampu, membiarkan remang cahaya dari lampu tidur menemani Reyna.
Tapi kesedihan tak mau mengalah malam itu. Ia mencengkeram Reyna dengan kuat, memaksanya menumpahkan setiap tetes air mata yang tersisa. Dalam keheningan kamar yang gelap, isakan tanpa suara Reyna mengalun pilu. Tangannya yang gemetar membentuk satu kata dalam bahasa isyarat yang baru dipelajarinya: 'Bunda'.
Di tengah duka yang menyelimuti, Reyna merasakan kehilangan yang berlipat ganda—kehilangan suaranya, dan kini kehilangan Bunda, satu-satunya orang yang selalu memahami bahasa hatinya bahkan tanpa kata-kata. Air matanya mengalir tanpa henti hingga akhirnya kelelahan membawanya ke alam mimpi, menyisakan isakan-isakan kecil yang terdengar seperti melodi kesedihan dalam sunyi.
Hujan di luar masih turun rintik-rintik, seperti lantunan lagu pengantar tidur yang menyayat hati, mengiringi malam panjang seorang gadis yang kini benar-benar sendiri dalam dunia tanpa suara.
...
KAMU SEDANG MEMBACA
PUISI Untuk Cintaku [ PFML ]
Romance[ Poem for my love ] Suara yang selama ini menjadi jiwaku, menghilang saat aku sedang bernyanyi. Seperti dunia runtuh, segala usaha yang telah kutempuh sirna begitu saja. Kini, aku berbicara melalui jari, dalam kesepian yang mencekam. Ibuku meningga...