BAB 1, THE INCIDENT

12 2 0
                                    

Suatu pagi yang cerah, ada seorang gadis tunanetra bernama Luna yang setiap hari menaiki bus sekolah untuk pergi ke kelas musiknya. Luna adalah gadis yang ceria, selalu tersenyum meski ia tidak bisa melihat dunia dengan mata. Dunia yang ia kenal adalah suara-suara harmonis dari piano, denting gitar, dan nyanyian merdu yang sering ia dengar di sekolahnya. Hari itu, setelah pelajaran musik yang melelahkan, Luna merasa sangat mengantuk. Di dalam bus sekolah saat perjalanan pulang, ia tanpa sadar terlelap, berbaring dengan nyaman di kursi terakhir.

Namun, ketika Luna akhirnya terbangun, ada yang aneh. Bukan suara mesin bus atau percakapan murid-murid yang ia dengar, melainkan suara langkah kaki di lantai marmer yang keras, suara kain sutra bergesekan, dan percakapan lembut yang tak ia kenal. Ia mengernyitkan dahi dan duduk tegak, mencoba mengingat di mana ia berada. Saat tangannya meraba di sekitar, Luna menyentuh kain lembut yang ternyata adalah sebuah selimut mewah. Di sekitarnya, hawa sejuk terasa, namun diiringi aroma bunga yang harum dan wangi khas kayu manis.

"Di mana aku?" gumam Luna pelan.

Suara derap langkah mendekat, dan seorang wanita dengan suara lembut berbicara, "Yang Mulia, Anda sudah bangun?"

Luna terkejut. "Yang Mulia?" tanyanya dengan bingung. Ia mencoba meraba-raba lebih jauh, namun tangannya ditahan lembut oleh wanita itu. "Apa yang terjadi?"

Wanita itu kemudian menjelaskan dengan hati-hati, "Anda adalah Putri Luna dari Kerajaan Auroria. Anda telah hilang selama bertahun-tahun, dan kami telah mencarimu. Hari ini, keajaiban terjadi. Bus yang Anda tumpangi ternyata terikat dengan sihir kuno yang membawa Anda kembali ke tempat asal Anda."

Luna tak bisa mempercayai apa yang didengarnya. "Putri? Aku? Aku hanya seorang gadis biasa yang pergi ke sekolah," ujarnya dengan suara bingung.

Wanita itu tersenyum hangat, "Itu yang Anda ingat, Yang Mulia. Namun, Anda adalah putri kerajaan ini. Ketika masih bayi, ada ancaman besar yang mengintai kerajaan, dan ratu, ibumu, mengirimmu ke dunia luar untuk melindungimu. Kami tidak pernah berhenti mencarimu."

Luna merasa kepalanya berputar, sulit baginya menerima kenyataan ini. Namun, rasa penasaran dan ketidakpastian perlahan diiringi rasa hangat di dadanya. "Jika aku benar-benar putri, kenapa aku tidak bisa melihat?" tanyanya lembut.

Wanita itu menjawab dengan lembut, "Di kerajaan ini, banyak hal lebih dari sekadar apa yang bisa dilihat. Kekuatan seorang putri tidak terletak pada penglihatannya, melainkan pada hati dan jiwa yang dia miliki. Anda adalah pewaris takhta, dan meski mata Anda tak bisa melihat, Anda memiliki kekuatan yang jauh lebih besar—kemampuan untuk mendengarkan dan merasakan lebih dari yang orang lain bisa."

Luna masih terdiam, merasa seperti berada di dalam mimpi yang tak kunjung usai. Namun, perlahan ia mulai menerima. Wanita itu kemudian memimpin Luna untuk keluar dari ruangan besar tempatnya berbaring. Di luar, Luna mendengar suara burung-burung berkicau, air mancur mengalir, dan tawa anak-anak bermain di taman istana.

"Sekarang, Yang Mulia," kata wanita itu, "waktunya untuk Anda mengetahui lebih banyak tentang takdir Anda. Istana ini dan rakyatnya sudah menunggu kembalinya putri mereka."

Perlahan tapi pasti, Luna mulai menyadari bahwa hidupnya telah berubah selamanya. Takdir baru menantinya, sebagai seorang putri di kerajaan yang pernah hilang—dan meski ia tidak bisa melihatnya dengan mata, Luna yakin ia bisa menemukan jalannya dengan hati yang terbuka.

***
Luna—atau nama lengkapnya, Alunanda Sagita Putri—tidak pernah merasa lebih bingung daripada hari itu. Setelah terbangun di tempat asing yang disebut istana, ia hanya bisa mencoba memahami situasi. Namun, ketika pintu kamarnya diketuk dan seorang pelayan masuk dengan membawa peralatan mandi serta pakaian mewah, kebingungannya semakin bertambah. Ia bukan gadis yang terbiasa dimanja atau dilayani seperti ini. Di kehidupan normalnya, Luna hidup sederhana di indekos kecil, melakukan semua hal sendiri—tanpa pernah tahu siapa orang tuanya.

TIBA-TIBA MENJADI PUTRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang