Seminggu berlalu, persis setelah ia menjelajah kota L dan pasar berisi pusat pertokoan sihir. Luna bertemu kembali dengan Dyas dan Zelda pagi ini, ia membawa tongkat dan buku untuk pembelajaran pertamanya. Bisa dibilang sepertinya nanti Luna akan menjadi murid paling keren di kegiataan barunya di sekolah usai liburan nanti, soalnya dia sudah jauh lebih siap dari teman-teman sekelasnya, maju satu Langkah istilahnya.
Pagi ini, Luna menunggu dengan penuh semangat di taman istana, tempat Dyas dan Zelda akan memulai pelajaran sihir pertama untuknya. Ia mengenakan jubah berwarna biru tua yang khusus diberikan Zelda—terbuat dari bahan halus yang terasa ringan, namun mampu menahan energi sihir di sekitarnya. Luna memegang tongkat barunya, terasa pas di tangannya, dan di dalam tasnya terdapat buku sihir pertama yang berisi mantra-mantra dasar.
Ketika Dyas dan Zelda tiba, mereka menyambut Luna dengan senyum lebar. Dyas langsung memulai sesi dengan penjelasan dasar tentang energi sihir dan cara mengendalikan konsentrasi, sementara Zelda memperagakan cara menggenggam tongkat dengan mantap dan fokus pada niat yang ingin diwujudkan. Sesi latihan pertama Luna penuh tantangan, tetapi dengan setiap percobaan, ia mulai merasa lebih peka terhadap energi di sekitarnya.
Luna senang dengan kemajuan kecil yang ia capai. Ia tak bisa menahan senyum membayangkan betapa siapnya ia akan terlihat di sekolah nanti, bahkan lebih unggul dibandingkan teman-teman sekelasnya dalam kegiatan sihir. Dyas dan Zelda tersenyum penuh kebanggaan, menyadari bahwa Luna memiliki bakat alami dalam dunia sihir, dan mereka semakin bersemangat untuk mendampingi perkembangan Luna di hari-hari berikutnya.
"Yang mulia, berkonsentrasilah pada apa yang ingin kau tuju, karena pikiranmu itulah yang akan membangun support untuk kekuatan di dalam dirimu," Zelda memberi saran usai sesi Latihan pertama mereka berakhir.
"Berkonsentrasi? Boleh tentang apapun?" tanya Luna.
"Apapun, yang mulia, tetapi jangan memaksakan diri, pertahanan dirimu masih sangat lemah, bila kekuatan yang begitu besar menyapa tubuhmu tanpa kesiapan, itu akan menjadi sesuatu yang sangat berbahaya," Dyas menimpali.
"Baiklah, aku mengerti, biarkan aku merenung dulu sambil membaca buku mantra dasar ini, setelah ini, kita akan berlatih lagi kan?"
"Tentu, yang mulia..." Zelda menyahut sopan.
"Zelda, Dyas, aku punya satu permintaan pada kalian berdua," ucap gadis itu serius.
"Apa itu, yang mulia?" tanya Zelda dan Dyas kompak.
"Perlakukan aku sebagai teman kalian, aku murid kalian, aku sebaya dengan kalian, dan aku adalah sahabat kalian, jadi tolong, panggil aku Luna tanpa embel-embel apapunn," ucapnya tegas.
"Apakah itu tidak apa-apa?" Zelda ragu-ragu.
"Tentu saja, lagian, kita sedang jauh dari istana, kan?" katanya tak peduli seraya menendang rumput kering yang terbawa angin dan singgah di atas jari kakinya yang tak berpenutup. Sejak ia menyadari bahwa ada banyak hal yang disembbunyikan dari dirinya di kehidupannya saat ini, Luna mulai membenci banyak hal ; istana, raja dan ratu, pengawal, ia membenci itu semua. Kesenangan dan ketertarikan barunya justru jatuh kepada pasangan penyihir yang kini menjadi gurunya itu.
"Baiklah, Luna, aku sanggup dengan permintaan itu," ucap Zelda setelah hening menyelimuti mereka beberapa saat lamanya.
"Terima kasih, itu sangat berarti bagiku," kata Luna sungguh-sungguh. Zelda mengiyakan, berusaha memaahami segala situasi ini dari sudut pandang Luna sendiri. Ia melihat ada bakat, ambisi dan luka yang Bersatu padu dalam diri gadis ini. Luna yang memiliki kepribadian ceria ternyata tak seceria itu. Ternyata gadis itu telah amat pandai menutupi segalanya bahkan di depan raja dan ratu sekalipun, tapi kenapa harus kepadanya gadis ini berani berbagi? Itulah yang Zelda juga tidak tahu jawabannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
TIBA-TIBA MENJADI PUTRI
Teen FictionApa yang terlintas di benakmu Ketika kamu terbangun dari tidurmu dan menyadari bahwa kamu tidak berada di tempat yang kamu kenal? Pertanyaan yang sama juga ada di benak Alunanda Sagita, seorang siswi SMA penyandang tunanetra yang sedang mengikuti ke...