Akhirnya setelah 10 hari, selesai juga rangkaian ujian akhir semester di sekolah khusus Kerajaan. Namun sebelum semua hasil ujian diumumkan, para siswa diwwajibkan untuk masuk dan mengikuti rangkaian kegiatan seru yang sudah dirancang sedemikian rupa di sekolah itu.
Luna juga tetap datang ke sekolah ; kali ini ia pergi nyaris dengan tanpa beban, karena ia merasa ia telah melakukan yang terbaik di ujiannya kemarin. Di sekolah sebenarnyaa tidak banyak juga yang dilakukan, Luna hanya sempat ke perpustakaan dan bermain di ruang musik sendirian. Tapi semua itu tetap menyenangkan baginya.
***
Saat jam istirahat, Luna kembali bertemu dengan Deric di kantin dan menunjukkan daftar kegiatan tambahan yang dipilihnya untuk semester depan: memanah, bela diri, dan—yang paling mengejutkan bagi Deric—penggunaan tongkat sihir.Deric tersenyum penuh kekaguman. "Luna, kamu benar-benar berani memilih sihir. Banyak yang menghindarinya karena dianggap sulit, apalagi dengan kondisi kita."
Luna tersenyum, sedikit gugup. "Sebenarnya, aku juga ragu, tapi aku penasaran. Aku ingin tahu apakah sihir bisa membantuku lebih memahami dunia sekitarku... dan mungkin menemukan cara baru untuk beradaptasi."
Deric mengangguk sambil tersenyum bangga. "Itu keren sekali. Kamu tahu, sihir itu tentang rasa dan intuisi, dan dengan kepekaanmu, kamu pasti bisa menaklukkan tantangan itu. Kamu akan punya banyak hal menarik untuk diceritakan nanti."
Luna menghela napas lega, merasa semakin mantap dengan pilihannya. "Semoga saja. Terima kasih atas dukungannya, Deric. Aku tidak sabar melihat bagaimana kita semua berkembang."
Deric tersenyum, merasakan semangat yang dipancarkan oleh tekad Luna. Mereka berdua sepakat bahwa semester depan akan menjadi perjalanan yang penuh tantangan dan kejutan, tetapi juga penuh harapan untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam cara yang unik dan tak terduga.
Ketika Amy dan Rey bergabung dengan Luna dan Deric di kantin, ekspresi Amy terlihat tidak seperti biasanya. Amy (yang biasa dikenal dengan sikap ceplas-ceplos dan cenderung selengean) tiba-tiba menjadi lebih diam, seperti boneka mini yang kehabisan baterai. Wajahnya penuh kekusutan, dan seulas kekecewaan tampak menggelayuti.
Luna segera menanyakan, "Amy, ada apa? Kenapa kelihatan gelisah sekali?"
Amy menghela napas dalam-dalam sebelum menjelaskan, "Untuk kelas tingkat akhir sepertiku, kegiatan tambahannya itu tidak main-main. Aku harus mempelajari cara membuat ramuan penyembuh dan racun. Ditambah lagi, ada tugas mini-riset tentang tanaman langka yang mungkin bermanfaat di seluruh negeri."
Luna mencoba menyemangatinya, tersenyum lembut sambil berkata, "Amy, kamu pasti bisa melakukannya. Kamu kan gadis yang selalu berani dan penuh percaya diri."
Rey menepuk bahu Amy dengan sikap santai, seolah ingin meredakan kegelisahan temannya. "Ayolah, Amy. Kamu hanya perlu pendekatan yang lebih tenang. Lagipula, riset ini seperti petualangan mini. Kalau butuh bantuan, kamu tahu ke mana harus mencari," katanya, menyelipkan sedikit candaan.
Amy, yang akhirnya sedikit tersenyum, menatap Luna dan Rey. "Kalian benar, mungkin ini tantangan yang harus aku hadapi. Dan terima kasih, Luna. Semangatmu selalu menginspirasi!"
Percakapan mereka pun kembali riuh dengan semangat. Keempatnya tahu bahwa semester depan akan penuh dengan tantangan, namun rasa kebersamaan dan dukungan di antara mereka membuat semua itu terasa lebih ringan dan menyenangkan.
"Aku tidak bisa membayangkan Ketika si tomboy dan galak ini menjadi tabib, semoga pasiennya tidak takut, ya, apa lagi yang anak-anak," kelakar Deric.
"Deriiiiic!" seru Amy jengkel. Tapi ia tidak tersinggung sama sekali, apa lagi Ketika dia – dengan sisa penglihatannya – melihat wajah lucu ketiga temannya yang sedang berusaha mati-matian menahan tawa.
"Oh sudahlah, aku sama sekali tidak mau memikirkan itu sekarang, aku butuh sesuatu yang llebih menggembirakan," keluh Amy.
"Berkunjunglah ke istanaku," kata Deric tiba-tiba. Amy menoleh, terkejut.
"Sungguh?" tanyanya memastikan.
"Tentu saja, kalian juga, Luna, Rey, aku sudah bilang pada ibu untuk memperbolehkan kita semua makan siang bersama di istana..." kata Deric santai.
"Tapi ini terlalu mendadak, Deric!" seru ketiganya kompak.
"Percayalah, ini tidak akan aapa-apa. Aku yakin, sebelum kita meminta izin kepada orang tua kita masing-masing, ayah dan ibuku sudah melakukannya llebih dulu." Kata Deric. Ketiganya menghela napas pasrah. Ya sudahlah, lagian kan ujian juga sudah selesai, jadi, bersenang-senang sedikit apa salahnya?
***
Sepulangnya ia dari acara jamuan makan siang di kerajaan Deric, Luna kembali ke istana dengan hati berdebar. Meskipun sudah beberapa waktu tinggal bersama mereka, ia masih merasa canggung berbicara dengan raja dan ratu—sekarang orang tuanya, meskipun dalam status yang terasa baru baginya. Tapi hari itu, ia ingin memberanikan diri untuk mendiskusikan pilihan kegiatan tambahannya.Raja dan ratu mendengarkan dengan seksama saat Luna berbagi keinginannya, termasuk minatnya pada ilmu sihir, memanah, dan bela diri. Ekspresi kekaguman tampak di wajah mereka. Raja tersenyum bangga, lalu berkata, "Keberanian dan tekadmu ini luar biasa, Luna. Kami akan memastikan kamu mendapatkan guru terbaik untuk membantumu berkembang dalam setiap bidang yang kamu pilih."
Ratu menambahkan dengan suara lembut namun penuh semangat, "Kami senang sekali kamu merasa percaya diri untuk mengeksplorasi kemampuanmu. Semua yang kamu inginkan untuk pelajaran ini, kami akan dukung sepenuhnya."
Luna tersenyum, merasa kehangatan yang tulus dalam dukungan mereka. Canggung yang tadinya ia rasakan perlahan mencair, digantikan oleh rasa syukur yang mendalam. Dengan semangat mereka di belakangnya, Luna merasa siap menyambut apa pun tantangan baru yang akan datang dalam masa pendidikannya di istana.
"Kan, apa kataku, mereka pasti akan mendukungmu, Lluna..." Bisik Marry seraya mereka berdua menuruni tangga pualam istana untuk Kembali ke kamar mereka.
"Kau tau, Marry, dukungan itu mungkin adalah satu-satunya hal paling terakhir yang aku inginkan dari mereka," Luna berujar pelan.
"Kenapa begitu?" Marry heran. Luna hanya tersenyum misterius, lalu berjalan Anggun menuju kamar tidurnya. Setidaknya ia senang karena bisa menyimpan satu rahasia hanya untuk dirinya sendiri ; Dimana ia akan mempelajari semua itu (terutamanya sihir) semata agar ia mempunyai banyak cara untuk mengulik semua misteri hidupnya.
(TBC).
KAMU SEDANG MEMBACA
TIBA-TIBA MENJADI PUTRI
Roman pour AdolescentsApa yang terlintas di benakmu Ketika kamu terbangun dari tidurmu dan menyadari bahwa kamu tidak berada di tempat yang kamu kenal? Pertanyaan yang sama juga ada di benak Alunanda Sagita, seorang siswi SMA penyandang tunanetra yang sedang mengikuti ke...