BAB 10, PENYELIDIKAN KEDUA

1 1 0
                                    

                Inilah dia penampakan Dream High School pada malam hari ; pagarnya yang tinggi dan berwarna gelap seolah mengundang para pennikmat misteri untuk datang dan menyelidiki sendiri apa sebenarnya rahasia terbesar yang disimpan rapat-rapat oleh tempat ini. Misteri di balik misteri memang selalu menarik untuk diceritakan.

Juan adalah orang pertama yang datang di sesi penyelidikaan kedua ini, tidak sendiri, ia Bersama Mikayla si pemilik alat "unblock system and code" yang rencananya akan mematikan sementara segala system keamanan disini selama mereka semua beroperasi. Tidak hanya sampai disitu, gadis itu juga hadir untuk membantu Juan berkomunikasi dengan "mereka" yang tidak kasat mata, karena sebenarnya, dara cantik itu adalah juga indigo, sama seperti Juan sendiri.

"Sayang, ini kamu nemu hantu dari mana coba? Kok ngikutin kita terus?" protes Mikayla saat "hantu" Michele terus mengikuti mereka dari belakang.

"Ssttt, jangan macem-macem, yang, dia senior kita, dulunya waktu masih jadi orang, dia juga sekolah disini..." jawab Juan seraya melirik hantu Michele yang emang ada di belakang mereka, tak pindah tak kemana-mana dari posisinya.

"Oh, halo, Kak Michele, aku baru lihat kakak disini, padahal aku bisa berinteraksi dengan siapa aja, tapi kenapa bisa ya aku nggak ketemu kakak?" tanya Mikayla tanpa beban sama sekali, seakan-akan makhluk yang diajaknya berbicara malam ini adalah manusia sungguhan.

"Dikira manusia aja yang bisa punya kepribadian, sebagai hantu, aku juga introfert lho. Dan gak usah panggil aku kakak, gelarku sekarang Cuma satu, almarhumah," jawab Michele santai. Mikayla tertawa, menepuk udara yang terasa ringan di sekitarnya.

"Aku nggak nyangka kalau ada juga hantu yang hobinya ngelawak," ujarnya.

"Ngelawak adalah salah satu cara hantu mencegah diri mereka kena mental..." kata Michele cuek seraya tetap melayang di belakang gadis itu.

"Heh, Udin, gimana caranya hantu bisa kena mental? Terus kalau udah kena mental emangnya apa yang akan terjadi?" Mikayla garuk-garuk kepala.

"Seharusnya sih mati lagi, karena bunuh diri, tapi kan nggak ada peristiwa mati dua kali, lagian mana bisa..."

"Ya ampun, Michele, kukira Cuma si sayangku Mikayla ini yang agak gesrek ya, ternyata kamu juga..." Juan ketawa. Michele nyengir.

"Temen-temen kamu mana, Juan? Katanya kamu mau masuk ke garasi itu lagi kan?" tanya Michele.

"Nggak tau nih, kayaknya belom sampe ya, sayang, coba chat Gavin atau Gabriel," kata Juan. Mikayla mengangguk, tapi hal itu urung dilakukan karena ketiga orang teman yang ditunggu sudah datang.

"Oi, sini!" Juan memberikan kode dengan tangannya. Gavin, Gabriel dan Eliezer mendekat ke sumber suara, mereka beruppaya menyalakan hanya senter kecil untuk membantu pencahayaan yang sangat minim.

"Gelap banget bjir, gimana terus ini? Apa yang harus kita lakukan setelah ini?" tanyaa Gabriel.

"Nggak tau, kan komandannya Gavin..." jawab Juan.

"La gue juga nggak tau, yang punya alatnya Mikayla..."

"Halah, malah main lempar-lemparan, ya udah, cepet keluarin alatnya, Mik!" seru Eliezer.

Mikayla mengangguk, lalu ia mengeluarkan alat yang sempat kita sebut-sebut ; Unblock System And Code, alatnya kecil – hanya sebesar flashdisk – tapi berbahaya banget kalau sampai ini jatuh ke tangan yang salah. Fungsi dari alat ini adalah untuk mematikan semua akses CCTV ataupun peranti keamanan lain di tempaat yang diinginkan, dengan catatan, pengguna alat ini harus tau pusat dari yang ingin mereka matikan. Seperti yang dikatakan oleh Mikayla, "paling tidak, yang mau menggunakan alat ini harus memahami coding dan beberapa hacking tools," nah, lho, Gila banget nggak tuh? Makanya nggak ada yang berani dekat-dekat dan berurusan sama alat ini, soalnya mereka kan nggak ahli. Dan sebelum mengoperasikan alat ini, Mikayla juga sudah berupaya setengah mati untuk membobol semua hal yang ada di sekolah ini, termasuk system keamanan, jadi, dia tinggal pencet aja tombol-tombol pannel yang ada disitu.

"Ok, Already guys, yuk, lanjut..." kata Mikayla.

"Yakin nih?" tanya Gavin.

"Yakin dong, kan gue yang kenal alat ini, udah ah, masuk aja, keburu pagi ntar..." ucap Mikayla. Keempatnya mengangguk. Lalu mereka Kembali berjalan (kali ini dengan bantuan senter yang lebih banyak) untuk menuju garasi.

"Yang ini busnya, Vin!" Mikayla menghentikaan langkahnya tepat di depan bus berwarna biru yang kemarin memang membawa mereka karyawisata.

"Ini masih ringsek dan belom diperbaiki ya?" tanya Gavin memastikan.

"Belum, makanya kan letaknya terpencil begini," jawab Eliezer.

"Bagus, ini semakin mempermudah penyelidikan, siapa tau kita bisa dapat bukti..." ucap Gavin. Kondisi bus yang rusak memudahkan mereka punya akses untuk masuk ke dalam. Eliezer merangkak mendahului sambil bawa-bawa senter. Dan pemandangan pertama yang ia lihat membuatnya nyaris memekik memanggil Gavin.

"Vin, Vin, sini!"

"Apaan?" Gavin berlari, mendekati bus ringsek itu.

"Ini tas dan barang-barang pribadi Luna, masih utuh dan berfungsi semua..."

"Oh my... Jadi ini kursi yang diduduki sama Luna di perjalanan pulang, ya..." kata Gavin. Ia mengambil barang-barang itu dengan tangan gemetar. Ada tas tangan berisi ponsel, TWS, Charger dan dompet, serta tas utama berisi pakaian dan segala macam kebutuhan pribadi gadis itu. Gavin meminta tolong dengan isyarat matanya kepada teman-temannya. Pandangannya tiba-tiba berkunang-kunang. Ia lemas. Gabriel menangkap tubuh Gavin, sesaat sebelum ia jatuh, sementara yang lain berusaha mengamankan barang-barang pribadi Luna.

"Eh ya ampun, gimana ini? Kalau begini, penyelidikan nggak bisa dilanjutin dong..." Eliezer panik.

"Ya nggak bisa lah, dibawa ke apartemen gue aja deh biar aman ini si Gavin," kata Gabriel.

"Terus gue gimana?" tanya Mikayla.

"Ya elo pulang sama Juan dong, cumi, apa mau nginep di unit gue sekalian?" kelakar Gabriel.

"Eh hus, gila lo, nggak deh, gue balik aja, ya udah deh, kalau begitu, sampe ketemu besok ya, ayo sayang..." ajaknya kepada Juan.

"Ehem, baliknya ke rumah Juan gitu?" goda Gabriel lagi.

"Heh, kan, makin ngawur, udah ah, gue cabut dulu!" seru Mikayla. Juan Cuma senyam-senyum. Anak polos begitu mana ngerti candaannya si Gabriel, lagian kan emang dia belum berniat apa-apa juga sama Mikayla, dia Cuma mau nganterin gadis itu ke rumahnya yang lagi kosong, karena kedua orang tua gadis itu sedang berada di luar negeri semua.

***
"Minum dulu, Vin..." kata Eliezer seraya membukakan air mineral kemasan untuk cowok itu.

"Lu-Luna... Luna..." ceracau Gavin.

"Bro, ini kita ada di apartemennya Gabriel, lo tenang dulu ya..." kata Eliezer.

"Lun... Luna, maafin gue..." Gavin tetap meracau. Eliezer dan Gabriel saling berpandangan khawatir.

"Gab, ini enaknya gimana?" tanyanya kemuian.

"Aduh, gue nggak paham juga sih, tapi, Gavin emang sesayang itu kok sama Luna, jadi wajar kalau dia agak begini. Yang gue takutin Cuma jangan sampe jantungnya kambuh nih, malam-malam begini lagi..." kata Gabriel.

"Apa ini kita biarin begini aja kah?" Eliezer masih bingung.

"Sementara biar aja deh, sambil dipantau aja, kalau belom ada perubahan, ya terpaksa dibawa ke rumah sakit," kata Gabriel.

"Ya udah, semoga aja segalanya segera membaik ya, dan keadilan untuk Luna bisa segera ditegakkan, aamiin.

(TBC).

TIBA-TIBA MENJADI PUTRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang