16. Wartawan-wartawan

9 2 0
                                    

Aku masih tak mengerti, apa yang terjadi pada Dito? Khloroform yang aku gunakan sama seperti khloroform yang sudah-sudah. Hanya membuat seseorang berada di efek bius selama 2 jam, bukan selamanya. Aku harus mencari tahu, penyebab kematian Dito.

Hari ini, sekali lagi aku lolos dari tindak kejahatan yang aku lakukan. Keberuntungan selalu menyertai tiap aksiku. Polisi Metropolis masih belum bisa menangkapku, orang yang mereka anggap pembunuh berantai, tentunya itu benar.

Namun, polisi sudah menahan beberapa orang, yang setelah aku amati memiliki ciri fisik mirip sepertiku, itu untuk kasus kematian Aji Suroso. Untuk kasus Sucipto Nataredyo dan Andrea Bagas Kurnia, sepertinya polisi sudah menyerah melakukan penyelidikan lebih dalam sehingga menggantungkan pada hasil penyelidikan kasus Aji Suroso. Sebab mereka menganggap pembunuhnya sama.

Ya ... aku senang-senang saja, polisi tidak terlalu mengamatiku. Saat ini aku sedang berpikir bagaimana cara membuat kasus yang benar-benar menggemparkan Metropolis. Aku merasa tak puas jika polisi tidak bergerak dengan cepat.

Kasus kematian Alif Raharja, Haris Al Farizi, Slamet Arkana dan Malik Arifianto yang notabenenya kasus baru, penyelidikannya malah berjalan lambat. Polisi seakan tidak peduli dengan kasusnya. Tak seperti kasus Aji Suroso yang masih digencarkan polisi, mungkinkah polisi Metropolis dibayar mahal untuk menemukan pelakunya?

Itu masuk akal. Kurasa, polisi juga perlu uang untuk membayar pajak. Makanya polisi hanya mengambil dan menjalankan kasus yang menghasilkan uang. Ugh, polisi Metropolis juga ikut-ikut mata duitan.

Em, aku akan berhenti membahas polisi Metropolis. Fokusku sepenuhnya teralih pada daftar penerima paket. Ketiga pejabat incaranku ada didaftar. Haruskah aku menghabisi salah satu dari mereka? Tapi bagaimana cara membuat kekacauan yang menggemparkan?

Paket-paket ini milik Rendy Aghadia, Evan Faebrio dan Marco Raden dan paket pertama adalah milik Evan. Sayang sekali tidak ada nama Sinestesia. Padahal aku ingin perempuan itu menjadi target yang paling menderita.

Ini ... aneh. Banyak sekali wartawan dari stasiun-stasiun televisi di jalanan. Kulihat mereka membawa kamera besarnya dan mulai berbicara. Aku mungkin tidak akan mengatakan hal ini jika hanya ada satu atau tiga wartawan.

Masalahnya, ada banyak sekali wartawan di jalan! Memenuhi area pejalan kaki. Saling sahut, mengeraskan suara masing-masing supaya terdengar jelas pada hasilnya nanti. Kurasa, mereka tidak live.

Apa yang terjadi sebenarnya? Perasaan ... kasus Slamet Arkana tidak terlalu menggemparkan Metropolis ..., ya mungkin sedikit. Aku baru ingat jika Slamet adalah orang penting pada progam 70% for Metropolis Development, sebagai kepala sekaligus memastikan jalannya progam itu.

Para wartawan yang ada dijalan membuat Metropolis City dan sekitarnya kacau. Aku rasa di semua wilayah Metropolis juga sama meledaknya. Tapi sungguh, kasus Slamet tidak segempar itu!

Truk ZNE tak bisa bergerak. Wartawan-wartawan itu memang meliput berita—yang aku sendiri belum tahu apa yang di bahas—di area pejalan kaki. Tapi sangking ramainya, lalu lintas menjadi terganggu. Kemacetan tak bisa terhindarkan, kini aku sedang berusaha sabar, duduk diatas kemudi dengan tangan yang tidak bisa diam.

Ac di dalam truk ini tidak terasa. Banyaknya manusia di jalan membuat udara menjadi semakin panas. Aku menatap para wartawan yang berbicara didepan kamera, mulut mereka seperti akan berbusa sangking cepatnya mereka berbicara.

Sementara itu, jalanan perlahan-lahan menjadi lengang. Trukku berhasil berjalan sepanjang 500 meter, lantas kemacetan itu bersambung. Aku memukul stir truk ZNE dengan keras, udara yang panas dan kemacetan yang belum selesai membuat kepalaku mendidih.

Postman Delivered Your Death Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang