Aku keluar dari kantor kementerian sosial dan perpajakan tanpa dicurigai siapapun. Tak ada sepasang mata yang menangkapku, saat berganti pakaian di kamar mandi. Aku bahkan sempat menyapa satpam.
Khloroform yang kuberikan pada Dito akan bertahan selama dua jam. OB itu akan menjadi kambing hitam yang sempurna. Mungkin sebentar lagi berita kematian Slamet Arkana akan menghebohkan media.
Truk ZNE ku kendarai menuju penerima paket berikutnya. Kotak persenjataan ada di kursi samping, lengkap dengan pisau berdarah yang ada di bagian paling dasar. Paket berikutnya masih di sekitar wilayah Metropolis City. Aku cukup terkejut ketika mengetahui pemilik paket kedua ini tinggal di seberang Metrop Tower.
Pemilik paket yang ini bukan seorang pejabat. Hanya masyarakat sipil kelas menengah, yang aku tahu pemilik paket ini memiliki hotel bintang 5 yang biasa digunakan untuk pertemuan para pejabat Metropolis. Itu yang aku lihat saat melewati hotel yang ku maksud, saat pertemuan itu berlangsung pasti mobil-mobil berplat merah terparkir dengan rapi di depan hotel.
Sebenarnya orang ini tidak terlalu mengacaukan hidupku, dia tidak tahu jika uang yang ia terima ... sebagian besar adalah uang rakyat. Secara teknis, dia bukan orang yang harus masuk ke list orang yang harus dibunuh.
Seperti biasa, prosedur penerimaan paket ZNE berlangsung dengan cepat. Orang ini bahkan tidak melakukan basa-basi yang basi, sehingga aku tak perlu mengeluarkan tenaga lebih untuk menjawab dan menjadi orang yang menyenangkan untuk client ZNE.
Ketika aku kembali ke truk, pandanganku tak bisa beralih dari Metrop Tower. Aku masih memikirkan siapa pelaku pembunuh Alif Raharja. Yang jelas, HRD ZNE dan resepsionis ZNE tahu siapa orang ini. Aku tak bisa memikirkan satupun nama, setahuku ... sebelum dan sesudah pajak di Metropolis naik, tidak ada penjahat yang cukup besar untuk menghebohkan satu Metropolis selain aku.
Aku terlalu sibuk mengamati Metrop Tower hingga tidak menyadari, sedari tadi sebuah tangan menepuk bahuku. Aku baru sadar setelah tangan orang ini mulai menghalangi pandanganku dari Metrop Tower. Aku benar-benar terkejut melihat orang yang menggangguku adalah seorang polisi.
Pria berseragam rapi itu berhasil membuat jantungku berdetak dua kali lebih cepat. Aku harap wajahku tak terlalu tegang sehingga tidak terlihat mencurigakan dihadapan polisi ini.
"Anda ..., orang yang berada di TKP saat Alif Raharja terbunuh bukan?" tanya Polisi dihadapanku.
"Iya, Anda benar, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" tanyaku dengan tenang.
"Begini. Kami kesusahan mencari pelaku pembunuhan Alif Raharja, sebab rekaman cctv tidak menunjukkan hal yang jelas. Jadi, saya harap Anda memiliki pernyataan yang bisa membantu penyelidikan kami," balas polisi ini.
Aku mengangguk. Aku akan menjawab sejujurnya. Hey, aku akan mengatakan apa yang kulihat! Tanpa melebih-lebihkan ... mungkin, atau perlu sedikit bumbu?
"Saat itu, saya mengetuk pintu unit Pak Alif Raharja. Tapi, tidak ada jawaban. Tiba-tiba seseorang menerobos keluar dengan pakaian serba hitam. Kalau tidak salah ingat, orang ini memiliki rambut hitam lebat dengan tinggi badan ... mungkin lebih tinggi beberapa senti dari saya," ungkapku seadanya.
Polisi itu menghela napas, kurasa kepolisian benar-benar dibuat bingung. Kasus pembunuhan sebelum-sebelumnya belum selesai, ditambah lagi dan lagi. Kurasa aku harus meminta maaf sebab menambah pekerjaan pihak kepolisian ... lagi.
"Apakah ada hal lain lagi yang Anda ingat?" tanya polisi itu setelah menyelesaikan tulisannya di buku notes.
"Saya ... melihat kukunya memiliki cat merah. Sebentar ..., sepertinya saya melupakan sesuatu. Rambut dari pelaku ... beberapa helai berwarna pirang," kataku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Postman Delivered Your Death
AléatoirePara pejabat Metropolis terbunuh secara misterius setelah pajak di Metropolis naik sebesar 70 persen. Pembunuhan berantai itu membuat seluruh Metropolis gempar. Rakyat kaya mulai khawatir, sementara rakyat miskin cukup lega dengan kematian para peja...