Aku mengajukan cuti selama dua hari. Dokter bilang aku harus istirahat total selama minimal seminggu. Keadaanku jauh lebih parah dari bayanganku, kupikir aku hanya retak tulang biasa dan hanya perlu pengobatan kecil. Tapi nyatanya, siang itu aku dipaksa mendekam di ruang operasi hingga hari menjadi malam. Hal itu menguras dompetku hingga kering kerontang, padahal aku dipaksa. Kurasa di rekeningku hanya tersisa uang makan untuk seminggu.
Ya ... aku tak peduli tentang uangku hari itu, yang jelas aku tak mau mengikuti kata dokter. Aku hanya mengajukan cuti selama dua hari, sebab aku tak ingin berlama-lama membiarkan penjabat Metropolis bergerak bebas. Aku mau mereka tersiksa, ketakutan, dan akhirnya mati di tanganku.
Karena kondisiku yang tidak memungkinkan untuk mengajukan surat cuti secara langsung, aku mengirimkan surat cutiku lewat email. Tapi, bukannya mendapatkan waktu untuk istirahat, aku malah diminta untuk menemui HRD ZNE. HRD cantik yang memiliki aura intimidasi yang kuat, aku masih mengingat bagaimana dia membuatku kicep dan terus menunduk selama diajak bicara.
Email balasan itu memintaku untuk tidak beralasan. Aku tidak mau dipecat hanya karena aku tidak datang menemui HRD ZNE. Bekerja di ZNE mempermudah rencanaku untuk menghabisi nyawa para pejabat Metropolis. Kedok yang apik menurutku.
Pagi menjelang siang, aku berjalan kaki menuju kantor ZNE. Dengan kaki yang masih pincang, aku berjalan perlahan. Bedanya, aku tak lagi memakai ranting. Aku memakai tongkat kruk untuk membantu menopang kakiku yang lemah. Aku semakin terlihat mengenaskan dengan tangan kiri yang ditopang kain, siapapun yang melihatku pasti akan mengambil kesimpulan jika aku patah tulang akibat kecelakaan.
Jika biasanya aku berjalan menuju kantor ZNE membutuhkan waktu 15 menit, maka saat ini berbeda. Dengan segala kekuranganku hari ini, aku sampai di kantor ZNE setelah 30 menit berjalan. Napasku ngos-ngosan saat memasuki area ZNE.
Seperti biasa, ZNE sibuk dengan ribuan paket dan surat-surat. Truk-truk berjajar rapi, menunggu seluruh paketnya dimasukkan ke dalam. Di salah satu truk, aku melihat Arya yang hari itu mendapat shift siang. Laki-laki itu tidak melihatku dan aku tak berniat menyapa. Tenagaku sudah terkuras habis hanya untuk berjalan ke kantor besar ini.
Memasuki lobi, aku melihat resepsionis cantik yang pernah membuatku serasa dikuliti hidup-hidup. Tatapannya masih sama, dia masih saja memelototiku. Tapi, aku merasa ada sesuatu yang lain dari perempuan itu. Aku melihat segaris senyum samar di wajahnya, entah itu hanya pikiranku atau itu memang sebuah senyuman. Aku tak mau memusingkan hal itu.
Omong-omong, semenjak aku bekerja di ZNE, aku belum pernah menginjakkan kaki lagi di ruang HRD. Sebab aku tak memiliki alasan untuk masuk ke ruangan itu.
Di depan ruangan HRD, aku berdiri dan tidak bergerak. Aku masih sama gugupnya dengan saat pertama aku mendaftarkan diri di ZNE. Aku rasa ada 5 menit untukku mengatur napas sebelum akhirnya memutuskan masuk.
"Masuk saja!" teriak seseorang yang aku pikir HRD ZNE.
Tanpa basa-basi lebih lama, aku masuk ke dalam dengan rasa gugup yang ternyata tak kunjung hilang. Aku mengerling, ruangan ini masih sama dari terakhir kali aku masuk ke sini. Bahkan aku merasa de javu, posisi si HRD cantik itu masih sama, gesturnya tidak berubah. Lagi-lagi aku merasa terintimidasi.
"Kamu tahu kenapa saya memanggilmu kesini ... bahkan setelah saya tahu kondisimu yang tidak memungkinkan untuk datang ke ruangan ini," ujar HRD di depanku.
"Saya tidak tahu, tapi saya datang membawa surat cuti untuk dua hari kedepan. Dokter saya bilang, dengan kondisi saya yang seperti ini, saya tidak disarankan untuk melakukan pekerjaan berat," jawabku.
HRD cantik di depanku, berdiri. Dia bangkit dari kursinya dan mendekat ke arahku. Dia berjalan memutariku, agaknya perempuan ini mau melihat kondisiku dengan lebih jelas. Bulu kudukku meremang, aku memejamkan mata hingga perempuan ini kembali membuka suara.
"Pekerjaan berat katamu?" tanyanya yang kini ku lihat duduk di atas meja.
Aku mengangguk. Mengangkat dan mengantarkan paket ke pelanggan adalah hal yang cukup berat. Apalagi dengan tanganku yang terlihat bodoh ini, sudah pasti aku akan mengacaukan shift hari itu.
"Bukankah ..., kamu menikmatinya? Kamu menikmati apa yang kamu lakukan dan bahkan masih bisa mengantarkan paket-paket lainnya, tanpa keraguan," lanjutnya.
Aku tak paham. Sepertinya HRD ZNE adalah orang yang puitis dan rumit. Rasanya ingin sekali aku berkata, bisakah Anda to the point?
"Ouch, kamu masih belum mengerti? Haruskah aku memberimu alat yang lebih keren daripada sebuah pisau dapur?" tanyanya lagi.
Mendengar penuturannya, membuat mataku melotot. Sekarang aku ingat, aku mendapatkan perlengkapan untuk melakukan penghabisan para pejabat Metropolis ... bersamaan dengan seragam kurir ZNE dan orang inilah yang memberiku kedua barang itu. Aku memberanikan diri untuk menatap HRD cantik di hadapanku, kulihat dia menyulut api ke rokok yang ada di antara jari telunjuk dan jari tengah.
"Kamu sedikit ceroboh, tapi aku rasa ... kamu masih aman untuk terus bergerak. Kamu tak perlu tahu alasanku memberi alat-alat, kamu hanya perlu ingat ... dendammu terhadap pejabat-pejabat Metropolis dan kejahatan mereka kepada rakyat miskin," katanya dengan tenang.
Asap rokok mulai menyembur. Memenuhi ruang HRD itu dengan bau yang menyesakkan. Aku terdiam mendengar kata-katanya. Dendamku terhadap para pejabat Metropolis? Apa aku mempunyainya? Untuk sejenak, aku lupa tujuan menghabisi para pejabat itu. Apakah aku melakukannya tanpa alasan? Atau aku sudah gila sekarang?
"Wo wo wo, tenanglah. Tak perlu terlihat bingung dan memasang raut putus asa. Kurasa ... kau lupa motivasimu membunuh para pejabat Metropolis, bukan?"
Apakah dia cenayang? Aku tak tahu harus menanggapi perempuan dihadapanku dengan tanggapan yang seperti apa. Aku sangat bingung sekarang. Aura intimidasi dari perempuan ini sangat kuat, padahal dia tidak mencekikku atau apa ... tapi aku merasa sangat sesak.
"Kamu ... membenci para pejabat Metropolis. Kamu benci mereka dan kamu dendam, mereka membuatmu yang miskin semakin miskin. Mereka menikmati uang kerja kerasmu ... untuk foya-foya. Mereka adalah sampah yang paling busuk diantara sampah lainnya."
Aku termenung. Kurasa HRD ini benar. Dari awal aku memang membenci dan dendam terhadap pejabat-pejabat itu. Semua yang HRD ini katakan benar. Aku ... akan menghabisi mereka semua, tanpa terkecuali.
Aku memberanikan diri, lagi, untuk menatap HRD di depanku. Kulihat dia tersenyum dan kembali menikmati sebatang rokok. Dia menyugar rambut panjangnya ke belakang dan menghabiskan rokok yang di tangannya. Lantas dia kembali ke kursinya dan menandatangani surat cutiku.
"Baiklah. Aku akan memberimu cuti dua hari. Setelah itu ... lakukan pekerjaanmu seperti biasa. Aku mengharapkan lebih darimu. Kau berpotensi," katanya.
***
See ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Postman Delivered Your Death
DiversosPara pejabat Metropolis terbunuh secara misterius setelah pajak di Metropolis naik sebesar 70 persen. Pembunuhan berantai itu membuat seluruh Metropolis gempar. Rakyat kaya mulai khawatir, sementara rakyat miskin cukup lega dengan kematian para peja...