Dua hari penuh aku mendekam di dalam rumah. Aku tak melakukan apapun selain makan dan tidur. Untungnya otakku tidak menggila, aku berpikir jernih tentang apa yang akan aku lakukan saat aku kembali bekerja.
Alasan lain yang membuatku mendekam di rumah adalah aku sedang diburu. Polisi membuat pernyataan jika ada orang yang berhasil menangkapku, maka akan mendapatkan hadiah yang jumlahnya tidak sedikit.
Jika orang lain menjadi orang yang diburu, mungkin mereka akan mengenakan masker dan topi saat keluar. Tapi aku tidak. Aku terang-terangan menunjukkan wajahku dan tidak membuat gerak-gerik yang mencurigakan. Sebab, aku akan mudah ketahuan jika aku memakai masker, orang-orang akan langsung mengenali aku sebagai pelaku pembunuhan Aji Suroso.
Sebenarnya tidak buruk juga berada di ruangan yang sempit dengan ratusan perabotan yang ada, tapi malam ini aku merasa sesak. Aku merasa diawasi oleh seseorang, seakan aku hendak ditikam pisau dapur.
Hingga pagi, aku terjaga. Semalaman tadi adalah hari yang paling berat. Yang menemaniku tadi malam adalah jam yang tak berhenti berdetak, suara dari jam yang malah membuatku semakin overthinking. Entahlah, aku juga tidak tahu apa yang membuatku overthinking.
***
Tanganku sudah mendingan, aku sudah bisa melakukan pekerjaan pengantaran paket seperti biasa. Walau aku sempat di pelototi Arya karena hampir menjatuhkan paket milik seorang client.
Hari ini aku sengaja tidak membawa peralatan yang biasa ku gunakan untuk menghabisi para pejabat Metropolis. Aku belum merencanakan apapun. Lagipula target-target yang perlu dihabisi ... belum semuanya menampakkan diri. Aku akan mengamati si penerima paket-Alif Raharja.
Dia adalah seseorang yang kudengar pembicaraannya di rumah sakit 3 hari yang lalu. Satu orang lagi yang bersamanya adalah Haris Al Farizi. Raharja tinggal di Metrop Tower. Tower yang diisi oleh pejabat-pejabat bau busuk yang harus mempersiapkan liang kubur mereka.
Aku tak mau gegabah. Para pejabat itu mungkin tidak lengah lagi, mereka sudah waspada dan berhati-hati. Hal ini mungkin akan membuatku kesulitan, tapi hey! Aku tidak akan menyerah semudah itu. Selama aku masih aman dan masih hidup, aku tak akan membiarkan orang-orang busuk hidup dengan kemewahan.
Ugh! Metrop Tower, aku malas jika harus mendebat satpam Metrop Tower. Satpam mereka selalu saja berteriak mengusir, padahal kurir paket ZNE selalu mengatakan bahwa penerima paket harus mengikuti prosedur ZNE yang berlaku.
"Nah!" ujar Arya tiba-tiba.
Aku menoleh, ternyata kita sudah sampai di Metrop Tower, aku tidak menyadarinya. Dengan cepat, aku keluar dari truk dan mengeluarkan paket milik Alif Raharja. Saat aku berjalan menuju lobi, kudengar Arya berteriak, "jangan lama!"
Aku tidak merespon. Fokusku sepenuhnya ada di paket milik Raharja. Paket miliknya sangat berat, aku perlu berhati-hati apalagi aku masih dalam masa pemulihan. Salah sedikit aku akan mengacaukan pengantaran paket hari ini.
Aku tidak akan membahas bagaimana aku berhasil masuk dan memenangkan debat dengan satpam, aku sudah pernah mengatakannya. Kini aku sudah ada di depan pintu unit Alif Raharja. Letak unitnya ada dilantai yang cukup dasar, lantai 3.
"Permisi! ZNE paket! Atas nama Alif Raharja! Permisi ZNE paket!" teriakku berulang kali di depan unitnya.
Aku mencoba untuk tetap sabar. Kurasa sudah lima menit aku berdiri di sini, tapi tidak ada yang keluar atau sekedar menjawab. Saat aku hendak berbalik, pintu unit Raharja terbuka. Seseorang dengan pakaian dan aksesoris full hitam, keluar berlumuran darah.
Aku termenung, melihat tubuh Alif Raharja tergantung di dekat pintu masuk dengan kulit yang sudah koyak dan organ bagian dalam yang keluar dan berceceran. Aku mengerling, mencari sosok berpakaian hitam-hitam tadi. Tapi nihil, aku tak menemukan siapapun selain kamera cctv yang menyorotku dengan jarak 1 meter.
Aku tak mau dijadikan kambing hitam. Orang tadi pasti pintar dan mematikan cctv di sekitar sini. Aku langsung turun dari lantai 3, dan menuju pos satpam.
"Pak! Saat aku mengantarkan paket ini kepada Pak Alif Raharja, tidak ada jawaban. Kupikir dia tidur atau apa, ternyata ... dia mati dengan mengenaskan!" kataku dengan sedikit bumbu.
Satpam itu bergegas menuju lift dan naik ke lantai 3, aku mengekorinya. Wajahnya tampak panik, bulir-bulir keringat mengucur deras dari dahinya. Satpam disampingku ini seperti ketakutan.
"A-anda y-yakin, P-Pak Alif Raharja ... m-mati?" tanyanya dengan nada bergetar.
"Aku yakin. Ia sudah tidak bergerak. Organ tubuh bagian dalamnya bahkan keluar dari perutnya!" tegasku.
Satpam ini luruh di lantai lift yang dingin. Kepalanya bersandar pada dinding lift, ia tampak begitu frustasi. Dia sempat bergumam dengan gumaman yang tidak bisa aku dengar.
"Pak, kita sudah ada di lantai 3," kataku.
Satpam yang biasanya galak kepadaku, kini diam. Aku rasa ada dua orang mati sekarang, Alif Raharja dan satpam disampingku yang sudah tampak seperti mayat hidup. Lagi-lagi badannya luruh di depan unit Alif Raharja.
Aku bingung, kenapa satpam ini terus-terusan luruh di lantai? Apakah dia akan dipecat karena tidak memberikan keamanan kepada para penghuni Metrop Tower?
"A-anda melihat seseorang yang mencurigakan?" tanyanya.
"Saat aku berteriak paket ZNE, seseorang berpakaian hitam-hitam keluar dari unit ini. Orang itu bahkan memiliki banyak noda darah di baju yang dikenakannya," balasku.
"Saya akan menelepon polisi. Anda bisa kembali bekerja, untuk paketnya ... aku tak tahu bagaimana baiknya," ujar satpam yang posisinya ada didepanku.
"Baiklah. Aku akan membawa paketnya lagi. Aku harap kau baik-baik saja, Pak," kataku mencoba menenangkan.
***
"Kenapa kau lama sekali?" tanya Arya.
Aku masuk ke dalam truk dan meletakkan paket di dashboard truk. Sebelum menjawab pertanyaan Arya, aku merenggangkan tanganku yang pegal. Bodohnya aku tidak meletakkan paket ini di lantai dan malah mengangkat kotak yang berat ini selama bersama satpam tadi.
"Alif Raharja, penerima paket ini mati. Mati ... mengenaskan, kau tahu tubuhnya digantung dengan kulit yang dikoyak dan organ dalam yang ... keluar dari tubuhnya," kataku.
Kulihat Arya syok. Sepertinya dia membayangkan bagaimana ngerinya organ dalam yang keluar dan berceceran. Wajahnya terlihat pucat, kurasa asam lambungnya akan naik sebentar lagi.
Benar saja, Arya keluar dari truk dan memuntahkan sarapannya di pinggir truk. Aku memberinya waktu untuk menelan informasi gila tadi. Sekarang aku tak tahu, siapa orang yang menghabisi nyawa Alif Raharja?
Melihat tubuh Raharja tadi, kurasa yang menghabisinya bukanlah seorang amatir, seperti seseorang yang sudah menghabisi banyak orang dalam hidupnya. Tapi ... siapa orang yang cukup gila untuk menghabisi orang dengan brutal seperti itu ... selain aku?
***
See ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Postman Delivered Your Death
AléatoirePara pejabat Metropolis terbunuh secara misterius setelah pajak di Metropolis naik sebesar 70 persen. Pembunuhan berantai itu membuat seluruh Metropolis gempar. Rakyat kaya mulai khawatir, sementara rakyat miskin cukup lega dengan kematian para peja...