10 - MAFIA

117 12 0
                                    

Kevan memasuki sebuah ruangan yang telah diisi beberapa orang, dengan kemeja hitam ditubuhnya dan kacamata hitam dia duduk di kursi yang berada di ujung.

Tak lama datang seorang wanita berpakaian formal berwarna merah menghampiri Kevan dan memberikan sebuah map ditangannya.

"Tuan anda sudah lama tidak kembali." Ucap wanita itu dengan sopan.

Kevan tidak menjawab, melainkan melempar map tersebut keatas meja hingga membuat semua orang terlonjak kaget.

"Apakah kalian tidak menghormatiku lagi?!" Teriak Kevan kencang.

Riya, tangan kanan Kevan menatap laki-laki itu dengan bingung, "Ada apa?"

"Sebelum aku pergi aku sudah berkata untuk melepaskan beberapa gengster itu? mengapa sekarang semuanya sudah mati?" Tanya Kevan dengan nada santai namun matanya memendam kemarahan.

"Apakah sekarang perkataanku sudah tidak dibutuhkan lagi?"

Salah satu seorang pria yang duduk disama berdiri dan menunjuk Riya yang berdiri di sisi Kevan, "Dia yang mengatakan bahwa kami harus membunuh gengster itu!"

Riya yang ditunjuk menggenggam erat tangannya karena merasa gugup, "Nio aku pikir mereka bakalan balas dendam ke kamu, mangkanya aku suruh mereka untuk bunuh para gengster iyu."

"Apakah disini kamu yang memutuskan?" Tanya Kevan tajam.

Kevan berdiri dengan tangan yang dia masukkan kedalam saku celananya, "Beri pukulan cambuk lima puluh kali."

Beberapa bawahan Kevan mengangguk dan langsung menarik Riya menuju tempat eksekusi.

Riya berteriak kencang, "Lenio kamu setan! iblis!"

Kevan menjilat bibirnya yang kering lalu mengambil map yang tadi dirinya lemparkan, "Jika ada yang memiliki niat membelot seperti dia, hukumannya bukan hanya cambukan."

"Oh ya, besok akan ada anggota baru, kalian sambut dia sebaik mungkin."

Setelah mengatakan beberapa kata kepada bawahannya, Kevan beranjak pergi menuju ruangan pribadinya.

Biasanya jika dirinya tidak berada disini dia akan menyuruh Riya untuk menangani semua masalah.

Namun sekarang dia sudah mencurigai bawahan nya sendiri, Kevan menjadi tidak tenang untuk meninggalkan markas.

Markas milik Kevan terbilang cukup besar, yang terletak di belakang gunung. Keberadaan gunung ini cukup jauh dari pemukiman warga.

Didalam ruangan eksekusi, suara teriakan menggema ke seluruh ruangan tersebut, bahkan suara cambuk yang mengenai kulit membuat beberapa orang yang mendengarnya meringis ngilu.

"Tuan didepan ada Reza." Tutur Bima salah satu bawahan Kevan yang saat ini menggantikan posisi Riya sementara waktu atas titah dari Kevan sendiri.

"Biarkan dia melihat kakaknya dihukum." Balas Kevan acuh.

Bima terdiam, pria itu menggaruk tengkuknya, "Tapi tuan, Reza berkata dia ingin bertemu dengan anda."

Kevan melambaikan tangannya keatas untuk menyuruh Bima pergi dari sana.

"Panggil dia kesini."

***

Brak!

"Lenio apa maksud kamu?!" Teriak Reza dengan nafas menggebu.

Kevan menurunkan kacamata hitamnya dan menaikkan kakinya keatas meja, "Apa maksudku?" Tanya Kevan berpura-pura tak mengerti.

"Hentikan hukuman kak Riya! dia gak salah!"

Laki-laki itu terkekeh pelan, dia menatap Reza dengan pandangan angkuh, "Kamu ingin memerintahkan ku? siapa kamu? apakah kamu pantas?"

Terkadang Kevan merasa kakak beradik tersebut terlalu bodoh untuk melakukan sesuatu.

Mereka tidak bisa menahan keinginan sendiri dan melakukan semuanya dengan tergesa-gesa hingga membuat banyak kesalahan.

Orang seperti mereka yang ingin cepat naik keatas, lebih mudah terjatuh kebawah.

"Apakah kamu pikir aku bodoh? kakakmu melakukan kesalahan, dan kamu tidak ingin dia dihukum?"

"Lenio apakah kamu manusia?" Tanya Reza tak percaya.

Mereka semuanya sudah bersama sejak kecil namun laki-laki itu sama sekali tidak memiliki perasaan kasian kepada orang yang telah berteman dengannya.

"Aku manusia atau tidak apakah kamu yang memutuskan?"

"Reza, berhenti bersikap seolah kamu penting disini, kamu tidak lebih dari laki-laki pengecut yang masih bersembunyi dibawah kaki ayahmu."

Reza mengepalkan tinjunya, wajahnya memerah karena menahan amarah yang ingin meluap.

"Pergi!" Teriak Kevan.

Dengan keadaan penuh emosi dan malu, Reza pergi dari sana.

Melihat kepergian laki-laki tersebut, tanpa sadar Kevan tersenyum penuh kemenangan.

Seperti inilah rasanya berkuasa, bahkan jika orang lain sangat marah mereka tidak akan bisa berbuat apa-apa.

Sejujurnya Kevan sangat menikmati perasaan ini.

"Tuan, ini adalah data yang anda inginkan." Ucap Bima yang baru memasuki ruangan tersebut.

"Bagaimana dengan senjata yang kita buat enam bulan lalu?" Tanya Kevan sambil menatap beberapa angka yang tertera di dalam buku.

"Sudah sepenuhnya jadi dan akan segera di perjual kan."

Kevan mengangguk mengerti, dia menyerahkan buku tersebut kepada Bima, "Kamu yang bertanggung jawab atas senjata ini."

Bima dengan keadaan linglung mengambil buku tersebut, "Saya?." Tanya nya tak percaya.

"Ya, jangan sampai ada orang ketiga yang ikut campur."

Dia tidak bisa mempercayai bawahan nya lagi, selain Bima yang dulu dirinya sendiri yang membawa laki-laki tersebut kesini.

Bisnis senjata yang dia rencanakan beberapa bulan lalu adalah bisnis utama mereka dan mempunyai banyak keuntungan.

Jika bisnis ini bermasalah, Kevan tidak yakin apakah posisinya sekarang akan terancam atau tidak.

"Sebelum dikirim kepada pembeli, kamu harus memeriksa senjata nya lagi, jangan sampai ada kesalahan."

Bima mengangguk mengerti dan langsung pergi dari sana.

"Oh ya, aku akan memberikan beberapa gambar untuk diberikan kepada pembuat senjata, katakan mereka harus membuat senjata itu dengan jumlah yang besar."

TBC

COME BACK TO METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang