JC. 01

210 31 3
                                    

Bia tidak menyangka jika hidupnya akan sekonyol ini. Masuk dunia novel dan menjadi laki-laki? Itu gila! Dia menghela napas panjang, lalu melihat ke arah bawah, memperhatikan tubuh barunya yang kini lebih tinggi dan berotot.

“Jadi panjang?” gumamnya frustrasi, merasa aneh dengan perubahan ini.

"Sekonyol ini kah hidup gue?” tambahnya dengan nada sedih.

Bia ingin menangis. Meskipun dia memang cewek tomboy yang suka nongkrong sama cowok-cowok, hobi balapan, bisa main basket, bahkan ikut tawuran, dia tetaplah seorang cewek yang menyukai laki-laki. Ia pernah pacaran dan punya mantan juga. Tapi sekarang? Dia malah terjebak sebagai cowok dalam dunia novel. 

Zavian, cowo yang Bia tempati raganya.

Hingga terdengar suara ketukan pintu.

"Zavian, teman-teman kamu ada di bawah," terdengar suara wanita paruh baya memanggil sang anak. 

“Iya,” jawab seadanya, mencoba meniru suara dan gaya bicara Zavian sebaik mungkin.

Dia teringat bahwa ini adalah bagian dalam cerita di mana Zavian sedang sakit, sebelum dia benar-benar memperlihatkan rasa bencinya pada Arka, si pemeran utama. Masih dalam tahap dimana Zavian marah dan menjauh.

Dengan ragu, dia bangkit dan berjalan ke bawah.

"Ibu mau ke dapur ya, sayang. Kamu temenin teman-teman kamu dulu," ucap Ibu Zavian sebelum pergi meninggalkannya.

Zavian mengangguk pelan, kemudian melangkah menuju teman-temannya yang menunggunya di ruang tamu.

"Woy, Zav!" sapa Raka.

Bia, yang kini berada di tubuh Zavian, mencoba tersenyum dan menjawab, "hm," Meskipun gugup, dia berusaha bertingkah senormal mungkin agar tak ada yang menyadari perubahan dalam dirinya.

"Keadaan lo?" Tanya seorang pria berwajah dingin. Arkana, si pemeran utama.

"I'm okay," balas Zavian, kemudian duduk disebelah Ravin.

Zavian bisa mengenal mereka karena di novel wajah dan karakter mereka di tulis sedetail mungkin. 

"Zav, sampe kapan lo mau jauhin kita?" Tanya Tama.

Raka menyambung, "Lagian, ribut cuma gara-gara cewek doang. Nih, si bos aja gak ada rasa sama si Amira."

"Sorry," hanya itu yang keluar dari mulut Zavian.

"Udah!" Tegas Arka.

Semuanya kembali diam.

"Besok lo masuk?" Tanya Ravin.

Zavian mengangguk.

"Fiona nanyain lo mulu," ucap Tama.

Zavian mengerjap pelan, bingung. Siapa Fiona? Nama itu terdengar asing. Zavian mengingat-ingat isi novel, namun tidak ada karakter bernama Fiona.

Zavian menghela napas kasar, dia seperti orang bodoh saja karena tidak mengerti apa-apa.  

"Jemput gue," ucap Zavian entah pada siapa.

Sebenarnya, dia tidak tahu lokasi sekolahnya, jadi meminta bantuan adalah jalan satu-satunya.

"Oke," sahut Tama tanpa ragu.

Namun, Arka segera menimpali, "Gue jemput."

Tama tersenyum, lalu mengangguk sambil berkata, "Oh, mau si Bos yang jemput? Oke deh, aman."

Zavian hanya bisa mengangguk pelan, sedikit merasa lega, setidaknya ada yang akan membantunya besok.

Tak lama, suara cempreng seorang gadis terdengar, mengejutkan Zavian.

"ZAV, KAMU SAKIT!" teriak gadis itu dengan nada penuh kekhawatiran, tampak heboh begitu melihatnya.

Zavian mengerjap, kebingungan. Ia tidak mengenali gadis itu, padahal gadis tersebut tampaknya sangat mengenalnya.

"Tolol!" Raka menggerutu kesal, mendengarkan suara gaduh itu.

"Woy, ini rumah orang," sahut Tama.

"Bentar lagi juga jadi rumah gue, kan gue bakal nikah sama Zavian!" seru gadis bernama Fiona itu dengan percaya diri. Kemudian duduk disebelah Zavian sembari membawa parcel buah.

"Fiona, bangsat!" kesal Ravin. Gadis itu memang terkenal berisik dan cerewet, selalu membuat keributan di mana pun dia berada. 

Zavian merasa risih ditempeli gadis bernama Fiona itu. Ayolah, meski dia kini berada dalam raga laki-laki, jiwanya tetap perempuan. Perasaannya campur aduk—dia bingung harus bersikap bagaimana terhadap Fiona yang tampak antusias.

"Fio, liat Zav, dia keliatan risi!" Celetuk Tama.

Fiona menatap Zavian yang hanya diam. "Enggak kok," balasnya.  

Tak lama, Ibu Zavian datang ke ruang tamu dengan membawa nampan berisi minuman, dibantu oleh Bu Sri, asisten rumah tangga mereka. Fiona yang melihatnya langsung beranjak dari tempatnya dan bergegas membantu, mengambil beberapa gelas dari nampan dan meletakkannya di meja.

"Ibu, sini biar aku yang bawa," ujar Fiona penuh perhatian sambil tersenyum pada Ibu Zavian.

Ibu Zavian mengangguk pelan. "Terima kasih, Fiona." ucap Ibu Zavian dengan nada lembut.

Fiona tersenyum bangga, lalu kembali ke tempat duduknya setelah membantu menyajikan minuman.

"Kalian ngobrol lagi aja ya, Ibu mau ke pasar sebentar," ucap Ibu Zavian sambil tersenyum, lalu beranjak dari ruangan.

"Siap, Bu. Terima kasih minuman sama snacknya," sahut Tama sambil melambai sopan.

_______

Setelah teman-temannya pulang, Fiona masih belum beranjak dan malah terlihat nyaman menonton TV di ruang tamu.

"Gue ke kamar," ucap Zavian singkat sambil berbalik menuju tangga.

"Ikuttt!" rengek Fiona, mengikutinya tanpa ragu.

"Gila lo?" Zavian mendengus kesal, merasa jengah dengan sikap Fiona yang selalu menempel.

"Pergi!" tegas Zavian dengan nada tajam.

"Enggak!" balas Fiona, tetap kukuh dan malah nekat melangkah masuk ke kamarnya.

Zavian mendesah frustrasi, mengacak rambutnya sambil menahan kesal. Akhirnya, dia memutuskan untuk meninggalkan Fiona di kamarnya dan memilih tidur di kamar tamu saja.

Di dalam kamar, Zavian meninju cermin hingga retak, menumpahkan amarah yang mengganjal di hatinya. Dia masih tidak percaya harus hidup dalam dunia asing ini, terjebak dalam tubuh Zavian.

"Gue harus apa?"

"Apa gue harus bikin Arka sama Amira bahagia? Biar novel ini tamat dan gue bisa kembali?"

Zavian meremas tangannya yang mulai berdarah akibat pukulannya tadi. 
________





JADI COWO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang