Sekolah Permata heboh dengan kedatangan Zavian dan Fiona yang tiba bersama. Semua mata tertuju pada mereka, karena biasanya Zavian paling anti membiarkan gadis lain duduk di jok belakang motornya, kecuali Amira.
"Dunia emang mau kiamat," celetuk Tama tak percaya.
Ravin tertawa kecil, "Kayaknya Zav emang lagi banyak perubahan, Tam."
"Perubahannya bikin gue sesek bro," balas Tama.
"Lebay lo," cibir Raka.
Zavian meninggalkan Fiona begitu saja yang sibuk merapikan rambut dan roknya, membuat Fiona langsung berteriak, "ZAV TUNGGUIN!"
Tama segera menggodanya, "Bau-baunya nih ada yang buka hati."
Zavian mendengus. "Dia tiba-tiba muncul di rumah gue semalam. Gue risi."
Ravin ikut mencela, "Biasanya, lo langsung dorong dia, bahkan kadang nggak segan mukul."
Zavian terdiam sejenak. Dalam hati, ia merasa miris. Ternyata, Zavian yang asli bisa sepengecut itu, sampai berani memukul seorang perempuan hanya karena risi.
"Lo nggak salah," celetuk Arka
"Cewek itu emang pantas dapat perlakuan begitu," tambahnya lagi.
Namun, Zavian menggeleng, tidak setuju dengan ucapan Arka. "Gue yang salah. Seharusnya, gue nggak main tangan. Apalagi sama cewek—itu pengecut banget gue."
"Separah itu gue sama Fiona?" Zavian menatap teman-temannya, berharap ada yang menyangkal.
"Banget," jawab Raka tanpa ragu.
"Bahkan lo pernah nonjok dia cuma karena dia nggak sengaja nabrak Amira," tambah Tama.
Arka segera menghentikan obrolan itu. "Udah, jangan bikin dia makin merasa bersalah," tegas Arka membela Zavian.
Zavian terdiam, memikirkan kembali semua yang terjadi, merasakan perasaan campur aduk yang mengganjal di hatinya.
"Lo nyesel?" tanya Ravin, menatap Zavian serius.
Zavian terdiam sesaat, seolah mencari jawaban.
"Zav, jangan kasih harapan ke anak gadis kalau lo nggak serius. Kemarin Lyra ngeliatin lo mulu gara-gara lo tiba-tiba pindah kelompok," celetuk Raka, mencoba mengingatkan.
"Terus, kenapa lo malah liatin Lyra?" balas Ravin sambil menaikkan alis.
"Siapa yang liatin? Gue cuma nggak sengaja," sahut Raka dengan nada kesal.
"Kenapa ngobrol disini terus? Yuk ah, masuk," ajaknya sambil mengarahkan teman-temannya untuk segera masuk ke kelas.
Zavian berjalan dengan tangan dimasukkan ke dalam saku celananya. Sosoknya yang tampan bak pangeran menarik perhatian banyak orang, apalagi dengan aroma tubuhnya yang khas dan begitu memikat.
"Zav emang udah move on dari lo deh Mir," ujar temennya.
Amira menggenggam roknya erat, perasaan tak nyaman menghantui. Dia merasa tak suka saat Zavian tak lagi menyapanya seperti dulu. Apalagi, kini Zavian tampak membiarkan Fiona mendekatinya.
"Dia cuma lagi marah sama gue, kemarin masih chat gue," balas Amira.
"Masa sih?" Tanya Cilla.
"Hm," balas Amira.
"Makanya terima dia, Cil. Padahal masih cantikan Fiona tapi dia lebih milih lo," ucap Cilla.
Amira mendengus kesal mendengar ucapan Cilla.
"Kayaknya Lyra juga suka Zav deh, saingan lo makin banyak. Tu cewek tolol kegeeran gara-gara kemarin," ucap Cilla sembari memperhatikan Lyra yang tampak berbeda. Gadis itu mengikat rambutnya bahkan wajahnya seperti memakai hiasan tipis.
"Menjijikan," celetuk Amira.
"Apa yang menjijikan?" Tiba-tiba saja seseorang berbisik ditelinga Amira, membuat gadis itu terkejut.
"Zav," lirih Amira menatap Zavian yang kini berdiri di sampingnya.
Zavian mengarahkan pandangannya pada Lyra, lalu kembali menatap Amira dari jarak deka
"Dia cantik kok," ujar Zavian sembari menunjuk Lyra.
Zavian kembali berdiri tegak dan berjalan kearah bangkunya.
Amira mencoba menenangkan detak jantungnya setelah momen singkat tadi, ketika wajahnya dan wajah Zavian begitu dekat. Namun, tiba-tiba rasa kesal menyelimutinya. Hatinya sedikit panas saat teringat ucapan Zavian yang memuji Lyra cantik.
Kenapa Zavian malah memperhatikan gadis itu sekarang?
Lyra, gadis pendiam dan pemalu, begitu jarang berbicara hingga orang-orang sering menganggapnya bodoh. Padahal sebenarnya, ia sangat pintar; hanya saja, kecerdasannya jarang terlihat karena sikapnya yang tertutup dan tenang.
Namun, hari ini ada yang berbeda. Lyra mengikat rambutnya, memperlihatkan kecantikan yang biasanya tersembunyi di balik helaian rambut. Bahkan, ia memberi sedikit polesan pada wajahnya, menambah kesan segar dan memukau yang jarang terlihat darinya.
"Gilee cantik banget, sabilah Zav!" Tama menepuk pundak Zavian dari belakang.
"Paansi," kesal Zavian. Namun, Zavian akui Lyra cukup menarik matanya.
'Sadar bego, lo aslinya cewek!' Batin Zavian tampak kesal.
"Kampungan," cibir Arka, melirik sekilas.
"Mata lo emang jarang di bersihin," sahut Ravin, merasa geli.
"Milik gue yang lebih menarik," celetuk Arka.
"Siapa sih, Ar? Gue kepo," tanya Tama.
"Yang pasti cewek, yakali elo!" Ujar Raka dari depan bangku Arka dan Zavian.
"Najiss, gue masih suka cewe," balas Tama.
KAMU SEDANG MEMBACA
JADI COWO
FantasyBia tidak menyangka jika hidupnya akan sekonyol ini. Masuk dunia novel dan menjadi laki-laki? Bia menghela napasnya kasar dengan menatap kearah bawah. "Jadi panjang," lirihnya merasa frustasi. ______ HANYA CERITA FANTASI YANG GAK MUNGKIN PUN JADI...