JC. 12

20.9K 1.5K 52
                                    

Langkah Fiona terhenti, perlahan tubuhnya mematung saat matanya menangkap pemandangan yang membuat hatinya remuk. 

Di kejauhan, Zavian terlihat berbicara dengan Lyra. Pemuda itu tampak santai, bahkan sesekali tersenyum, sesuatu yang jarang Fiona lihat ketika bersamanya. 

Fiona mengepalkan tangannya, berusaha menahan air mata yang hampir jatuh. "Kenapa dia bisa sebahagia itu dengan Lyra?" pikirnya dengan hati yang terasa perih.  

"Jadi kamu kerja di bengkel?" tanya Lyra pelan, menatap Zavian yang tengah duduk santai di depannya. 

Zavian mengangguk, meski dalam hati dia merasa sedikit bersalah. Akhir-akhir ini dia sering bolos kerja karena lebih sering balapan liar tanpa sepengetahuan siapa pun, termasuk teman-temannya. 

"Setelah lulus, lo lanjut ke mana?" Zavian bertanya, mengalihkan topik. 

Lyra tersenyum kecil. "Aku di sini aja, gak mau ninggalin Papa sendirian. Papa udah cukup sibuk buat ngerawat aku. Kalau aku pergi, siapa yang bakal nemenin dia?" 

Zavian menatap Lyra sesaat. "Lo anak baik."

Lyra tertawa kecil. "Kamu sendiri? Apa rencana kamu?" 

"Di sini juga," jawab Zavian dengan nada santai. 

"Kok kayaknya kamu gak yakin?" goda Lyra. 

Zavian tersenyum tipis. "Yakin atau gak, hidup udah jalan sendiri. Gue ngikutin aja alurnya."  

Lyra mengangguk menyetujui ucapan Zavian.

"Zav," panggil Lyra pelan, membuat Zavian menoleh. 

"Fiona," lirih Lyra sambil menunjuk ke arah seseorang yang berdiri tidak jauh dari mereka. 

Zavian mengikuti arah tunjuk Lyra, dan pandangannya bertemu dengan Fiona. Gadis itu berdiri diam dengan tatapan sedih yang begitu jelas terlihat.

"Lyra, gue pergi dulu," katanya pelan, sebelum berdiri dan melangkah menuju Fiona. 

Lyra hanya menunduk, tak ingin ikut campur.

"Ay," panggil Fiona riang seakan-akan tidak terjadi apa-apa.

"Gue kemarin langsung pulang," ucapnya, kemudian pemuda itu pergi begitu saja meninggalkan Fiona.

"Hah?" Bingung Fiona memutar tubuhnya melihat punggung Zavian yang perlahan mengecil.

Setelah menyadari ucapan Zavian, Fiona tersenyum malu-malu. Pipinya merona, namun ia tidak dapat menahan perasaan bahagianya. 

"Ayaaang, gengsian banget sih!" teriaknya dengan nada riang, suaranya melengking cukup keras sehingga membuat beberapa orang di sekitar menoleh. 
_______

"Kenapa?" tanya Zavian pada Arka, melihat pemuda itu tampak marah. 

"Gapapa," balas Arka singkat, masih dengan nada dingin. 

"Ngomong juga akhirnya lo! Pilih kasih banget sih, bos. Kita tadi nanya gak dijawab, sekarang Zav aja langsung direspons," celetuk Tama dengan nada kesal. 

"Lo juga, Zav. Sejak ditolak mulu sama Amira, sekarang jadi playboy ya? Deket sama Lyra sama Fiona," tambah Tama sambil melirik Zavian. 

Zavian mengerutkan kening, tidak terlalu paham arah pembicaraan Tama. "Kenapa dia?" tanyanya, mengalihkan perhatian ke teman-temannya sambil menunjuk Tama yang tampak kesal. 

"Biarin aja. Dia lagi kesel abis ditolak Hilda," ujar Raka sambil tertawa kecil. 

"Eh, sembarangan lo ngomong! Gak gitu!" protes Tama, wajahnya memerah karena malu. 

Suasana di antara mereka pun sedikit mencair, meskipun Arka tetap memilih bungkam dengan ekspresi masamnya.

"Kenapa? Cerita ke kita, Ar," ujar Zavian sambil menepuk pundak Arka pelan. 

"Masalah cewek?" Zavian bertanya lagi, setengah menggoda. 

"Paansi," jawab Arka ketus, nada kesalnya semakin jelas. 

"Lo kayak cewek PMS lama-lama, bos!" celetuk Ravin, membuat yang lain tertawa kecil. 

Arka mendelik ke arah Ravin, ekspresinya dingin namun tidak mengatakan apa-apa. 

"Intinya gini, lo suka sama siapa, Zav?" tanya Ravin, menatap Zavian serius. 

"Enggak ada," jawab Zavian santai, sambil menyeruput minuman di depannya. 

"Serius, Zav," sahut Tama dengan nada kesal. 

"Lo jangan main-main. Lo mau embat keduanya?" desak Ravin.

"Emang boleh?" balas Zavian dengan polos. 

"Bangsat," ujar Ravin dan Tama serempak.

"Boleh aja," sela Ravin sambil menyeringai. "Gue juga punya tiga cewek. Lo tinggal pintar-pintar aja bagi waktu." 

Raka memukul kepala Ravin pelan. "Lo itu contoh buruk!" protesnya. 

"Eh, tapi beneran, Zav. Jangan mainin hati cewek, apalagi dua cewek kayak Lyra sama Fiona," ujar Tama lebih serius. 

Zavian hanya mendesah pelan, mengalihkan pandangan ke luar jendela. "Gue enggak mainin siapa-siapa." 

Ravin menyenggol bahu Zavian sambil tertawa. "Ya udah, kalau beneran suka, pilih salah satu, Zav. Jangan sampai lo bikin drama cinta segitiga yang lebih ribet dari novel!"

"Jangan," ucap Arka tiba-tiba.

"Enggak, Ar. Gue gak suka siapa-siapa," balas Zavian santai.

Namun dalam hati, ia bergumam, 'Gue deketin Lyra karena cuma dia manusia normal di dunia novel ini.'

Arka tetap menatap Zavian, seolah mencoba membaca pikiran pemuda itu. "Lo bilang enggak suka siapa-siapa, tapi lo sering banget deketin Lyra sama Fiona," ucap Arka, suaranya dingin. Lalu dia beranjak pergi tanpa menunggu tanggapan Zavian. 

Tama dan Ravin saling bertukar pandang. "Kayaknya Arka lagi banyak pikiran," ujar Tama pelan. 

JADI COWOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang