JC. 03

233 32 30
                                    

Lyra tampak gugup karena satu kelompok dengan orang-orang populer, wajahnya terlihat cemas saat memperhatikan semua teman sekelompoknya.

"Ayang, ih, kenapa pindah?" Fiona tampak kesal, suaranya manja.

"Apasih, terserah gue. Ngapain lo ngikut-ngikut," jawab Zavian.

"Ya kita kan nggak bisa dipisahkan!" balas Fiona.

Mendengar itu, Lyra merasa semakin canggung.  

Zavian memilih bergabung dengan orang normal. Namun, siapa sangka gadis sinting seperti Fiona, serta Arka dan Tama malah ikut pindah ke kelompoknya.

“Berisik amat sih lo,” keluh Tama dengan nada kesal.

Sementara itu, Arka dan Raka tetap fokus mengerjakan tugas kelompoknya, mengabaikan protes Tama.

“Tapi, kelompok enam ini enggak ada materinya, kan?” tanya Tama penasaran.

“Gue udah nanya Bu Sekar. Kita dapat materi Bab 3, tentang konsep dan prinsip demokrasi Pancasila,” jawab Arka santai, tetap mengetik poin-poin utama di laptopnya.

Zavian mendengar penjelasan Arka dan segera untuk membantu. Meskipun dia sekarang berada di tubuh Zavian, kecerdasan Bia dari dunia aslinya masih ada. Sebagai gadis yang pintar meskipun terlihat nakal dan tomboy, Bia selalu mengikuti pelajaran dengan baik.

Fiona menggigit bibir bawahnya gemas, melihat raut wajah serius Zavian yang begitu tampan. Rasanya gadis itu ingin mengurung Zavian untuk dirinya sendiri.

"Zav," panggil Fiona pelan.

Zavian menoleh, menatapnya dengan alis yang sedikit terangkat.

"Kamu tau gak?..  Nggak perlu GPS untuk sampai ke hatimu, karena aku yakin, hati ini tahu arah jalannya." lanjut Fiona, pipinya merona malu.

Spontan, sorakan terdengar dari teman-teman sekelas mereka.

"Anjayy!" teriak Ravin heboh.

"NIKAHIN ZAV!" seru yang lain, semakin membuat suasana ramai.

Zavian hanya menghela napasnya kasar, lalu kembali fokus dengan bukunya. 

Amira yang melihat itu merasa sedikit terganggu. Kenapa Zavian tidak marah seperti biasanya dan membiarkan Fiona menggodanya.

"Nyesel lo?" Tanya salah satu teman sekelompoknya. 

"Enggak kok," balas Amira.

"Ar," panggil Zav.

"Hm," Arka menatap Zavian.

"Gue udah kirim link materinya, lo bisa masukin ke ppt," ucapnya.

Arka dan Raka menatap Zavian bingung. Sejak kapan Zavian mau repot-repot mengerjakan tugas.

"Oke," balas Arka.

"Gak usah di paksa biar gue sama Raka yang ngerjain," ujar Arka menatap Zavian. 

"Terserah gue," balas Zavian.

"Busett," sahut Tama.

Arka mengangguk saja kemudian fokus dengan pekerjaannya. 

Saat waktu istirahat tiba, Fiona tetap mengikuti Zavian dengan langkah cepat, enggan melewatkan kesempatan berada di dekatnya.

"Gak usah ngikutin gue!" tegas Zavian, memperingatkan Fiona dengan nada dingin.

Namun Fiona hanya merengut, tidak menyerah. "Gak mau, pengen ikut," rengeknya manja, berharap Zavian melunak.

Tiba-tiba, Arka menyela. "Lo jangan ganggu kita!" Nada suaranya yang tegas membuat nyali Fiona sedikit menciut.

Raka ikut menimpali, meski dengan nada yang lebih lembut. "Kita cowok-cowok, Fi. Lo gak usah ikut dulu."

Fiona terdiam, sedikit tersentak dengan penolakan itu. Akhirnya, ia mengangguk pelan dan melangkah mundur. 

"Malam ini ada balapan," ujar Raka memberi tahu teman-temannya.

"Siapa?" tanya Arka.

"Giliran Zavian. Lo siap?" Ravin melirik ke arah Zavian.

"Oke," jawab Zavian singkat, matanya berbinar penuh semangat. Sial, dia memang sudah rindu balapan. 

"Sekarang kita ke tempat biasa, kita butuh penjelasan dari Zav," ujar Raka.

Teman-temannya langsung paham maksudnya. Mereka biasanya berkumpul di sebuah ruangan khusus yang dijadikan tempat untuk bolos atau sekadar nongkrong. Karena sekolah ini milik kakek Arka, Arka memiliki kebebasan untuk membuat ruangan rahasia di bagian belakang gedung, tempat mereka bisa berkumpul tanpa gangguan.

Dengan langkah santai, mereka menuju ruangan itu, siap mendengar penjelasan dari Zavian.

"Sorry," hanya itu yang keluar dari mulut Zavian.

"Sorry terutama sama lo Ar," tambah Zavian, menatap Arka yang tengah menatapnya juga.

"Gue mau move on dari Amira, jadi lo bisa bebas deket sama dia," ucapnya begitu tenang.

Hal itu membuat tatapan terkejut dari teman-temannya.

"Serius?" Tanya Tama.

Zavian mengangguk.

"Gue gak suka Amira, kenapa harus deketin dia?" ujar Arka.

Arka menghela napas pelan sebelum melanjutkan, "Gue punya orang yang gue suka."

Perkataan itu lagi-lagi membuat Ravin, Raka, dan Tama terkejut.

"Siapa?" tanya Ravin penasaran.

Arka hanya tersenyum tipis. "Ada," balasnya singkat, sambil melirik ke arah Zavian.

Tatapan mereka bertemu sejenak.

Zavian menghela napasnya kasar. "Itu gue gak peduli. Gue cuma mau hidup tenang dan bebas! Lo semua jangan banyak tanya gue males," ujar Zavian.

Zavian mengambil sepotong fizza dan memakannya dengan lahap. Menghiraukan tatapan aneh dari mereka.

'Gue cuma mau nunggu ending aja, biar gue bisa keluar.' Batin Zavian. 

__________

JADI COWO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang