JC. 02

31.4K 2K 53
                                    

Zavian berdiri dengan tangan diselipkan ke dalam saku, menunggu di depan rumah sambil sesekali melirik jam. Tidak butuh waktu lama, suara motor Arka mendekat, dan Zavian menegakkan tubuhnya.

"Lama?" tanya Arka.

"Hm," Zavian hanya berdehem.

"Jangan marah, gue gak suka Amira!" ujar Arka, mencoba menjelaskan, meskipun raut wajah Zavian tetap kaku.

"Jalan!" balas Zavian singkat.

Arka menghela napas panjang, sedikit kesal dengan respons dingin Zavian. Tanpa banyak bicara lagi, ia melajukan motornya, membelah jalanan yang ramai menuju sekolah mereka.

Begitu sampai di sekolah, Arka memarkirkan motornya dengan rapi. Zavian turun dari motor dan mendapati teman-temannya-Tama, Raka, dan Ravin-sudah menunggu di parkiran sambil bersandar pada kendaraan mereka masing-masing.

"Woy," celetuk Tama sambil melambaikan tangan.

"Gue kira kalian gak jadi datang bareng," tambah Raka, melirik Zavian dan Arka

Zavian hanya mengangguk pelan tanpa banyak bicara.

"Tunggu, tangan lo kenapa?" tanya Ravin, matanya tak sengaja melihat punggung tangan Zavian yang luka.

Semua mata langsung tertuju pada tangan Zavian.

"Gak papa," balas Zavian singkat.

"Lo masih marah sama kita?" tanya Raka.

"Gue bukan maksud belain Arka, Zav," tambah Tama. "Tapi lo salah kalau marah ke dia. Arka nggak tau apa-apa, bahkan dia juga nggak suka sama Amira."

Zavian hanya menghela napas, menatap mereka tanpa banyak bicara.

"Udah, jangan bahas ini," tegas Arka, memotong pembicaraan mereka.

Arka menatap tangan Zavian yang terluka dan berkata, "Obati luka lo."

Tanpa menunggu jawaban, Arka berbalik dan berjalan pergi begitu saja, meninggalkan mereka semua yang terdiam.

"Gue anter," Ravin merangkul pundak Zavian.

Zavian mengangguk, lagian dia tidak tau letak UKS.

Para siswa di sekitar mereka memandang dengan penuh rasa ingin tahu. Sekolah sempat dibuat geger selama seminggu terakhir, sejak Zavian tiba-tiba menjauh dari Arka dan teman-temannya. Kini, melihat mereka kembali berkumpul menarik perhatian banyak orang.

Semua tahu penyebab kerenggangan itu, Amira. Gadis cantik dengan kepribadian yang ceria dan hangat.

Zavian menatap Arka yang sengaja menggeser posisinya, memberi tempat agar Zavian bisa duduk di sebelahnya.

"Sana!" titah Ravin, memberi kode agar Zavian segera duduk.

Zavian pun akhirnya duduk di samping Arka.

"Udah?" tanya Arka.

"Menurut lo?" jawab Zavian ketus.

Tak lama kemudian, Amira datang menghampiri mereka dengan senyuman manis dan membawa bekal.

"Pagi, Arka," sapanya ceria, tetapi tidak ada tanggapan dari Arka.

Zavian, yang kini dihuni oleh jiwa Bia, hanya diam sambil memainkan ponselnya tanpa melirik Amira sama sekali. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar di antara teman-teman mereka. Jika Zavian yang asli, ia pasti senang melihat kehadiran Amira, meskipun dia datang untuk Arka.

Arka, yang memang tidak ingin menyakiti hati temannya, menatap Amira dengan dingin. "Pergi!" titahnya tegas.

"Aku mau kasih kamu ini-" Amira mencoba menjelaskan sambil mengulurkan bekalnya.

JADI COWOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang