JC. 07

24.2K 1.7K 40
                                    

Zavian memilih duduk di taman belakang sekolah, tempat yang jarang dikunjungi. Biasanya, area ini menjadi lokasi favorit para siswa ambis yang memilih belajar di sana selain di perpustakaan.

Zavian menghela napas panjang. “Gue harus gimana ke depannya? Nunggu ending aja kayaknya masih jauh, ini aja baru setengah jalan!” gumamnya frustrasi.

“Arka malah gak ada perasaan apa-apa sama Amira. Gimana mau happy ending kalau begini?” Zavian memijit pelipisnya, lalu mendesah pelan. “Terus gue bakal selamanya di sini, gitu?” 

Zavian menyandarkan tubuhnya di batang pohon rindang di tengah taman yang sepi itu. Angin sepoi-sepoi meniup lembut, membuatnya sedikit merasa tenang meski pikirannya masih kalut. Ia memejamkan mata sejenak, berharap semua ini hanya mimpi yang akan segera berakhir.

"Kamu tidak apa-apa?" Suara lembut terdengar dari sebelahnya, terdengar seperti bisikan.

Zavian membuka mata dan menoleh. Di sebelahnya, Lyra duduk dengan wajah sedikit menunduk, terlihat malu-malu.

Zavian mengerjap, masih terkejut melihat Lyra di sana. "Ngapain?" Zavian balik bertanya.

"Aku sering ke sini juga,"  ujarnya pelan, masih dengan wajah menunduk.

Zavian mengangguk, menyadari bahwa Lyra memang sangat pemalu.

"Tempat ini biasanya lo pake?" tanya Zavian.

"Bukan, ini kan tempat umum," jawab Lyra sambil tersenyum kecil. "Tapi biasanya aku memang sering di sini."

"Mau gue pergi? " Zavian menawarkan, takut keberadaannya membuat Lyra tidak nyaman.

"Eh, jangan pergi!" Lyra buru-buru menyela, terlihat panik.

Zavian mengangkat sebelah alis, merasa heran sekaligus geli melihat reaksinya. "Oke, santai aja," jawabnya sambil tersenyum tipis.

Zavian kembali memejamkan matanya, sementara Lyra membuka novel di tangannya. Sesekali, gadis itu mencuri pandang ke arah Zavian, wajahnya sedikit memerah. Dalam diam, Lyra mengagumi sosok Zavian yang terlihat begitu tenang dan tampan, hampir seperti sosok dewa dalam bayangannya.

Keduanya menikmati waktu istirahat kedua dengan tenang, ditemani hembusan angin, tanpa percakapan apa pun. Sembari menunggu bell pulang.

Suasana sunyi itu buyar ketika terdengar nada panggilan dari ponsel Lyra.

"Halo, Pa," sapa Lyra dengan suara lembut.

"Maaf, Neng, Bapa gak bisa jemput. Mobilnya mau di pakai bu Cece," suara supirnya terdengar di seberang.

"Iya, Pa, tidak apa-apa," balas Lyra, mencoba terdengar tenang meski ada sedikit kecewa di suaranya.

Panggilan terputus. Lyra kembali membuka novelnya dan membacanya dengan tenang.

"Pulang sama gue," ajak Zavian

"Eh..." Lyra tampak terkejut.

"Gak usah, Zav. Ngerepotin," jawabnya pelan, berusaha menolak dengan sopan.

"Enggak," balas Zavian tanpa ragu.

Zavian melirik jam di pergelangan tangannya. "Mau sekarang?" tanyanya lagi.

Lyra dengan gugup mengambil ponselnya untuk memastikan jam. Setelah beberapa detik, ia mengangguk pelan. "Boleh," jawabnya, tersipu malu.

Mereka berjalan bersama menuju kelas untuk mengambil tas masing-masing.

"Rumah lo di mana?" tanya Zavian, melirik Lyra di sampingnya.

"Di Perumahan Anggrek," jawab Lyra dengan suara pelan.

Zavian mengangguk. Ia tahu Perumahan Anggrek, sebuah kawasan elit. Ini membuatnya sedikit terkejut—Lyra ternyata dari keluarga berada. Namun, penampilan gadis itu selalu sederhana, jauh dari kesan mewah atau mencolok yang biasa ditampilkan teman-temannya dari lingkungan elit.

Zavian dan Lyra menjadi pusat perhatian saat mereka berjalan beriringan. Suasana mendadak hening ketika sebuah teriakan kecil terdengar.

"Akhh!" rintih Lyra, kesakitan, ketika tiba-tiba rambutnya ditarik dengan kasar dari belakang.

"Lo apaan sih?!" bentak Zavian, marah, langsung menghadap Fiona yang tampak tersenyum puas. Fiona baru saja menarik rambut Lyra tanpa alasan yang jelas.

"Kamu yang apa-apaan? Kenapa jalan sama si dekil bodoh?" Kesal Fiona.

"Lo keterlaluan," balas Zavian.

"Kenapa? Mau tampar aku lagi? Ayo," tantang Fiona pada Zavian.

Zavian memilih mengabaikan Fiona dan menarik tangan Lyra menuju kelas untuk mengambil tas mereka. Setelah itu, mereka langsung berjalan ke parkiran.

"ZAV!" teriak Fiona dengan nada kesal.

Teman-teman Zavian yang menyaksikan kejadian itu tampak kebingungan.

Jantung Lyra berdegub kencang saat tangannya dan tangan Zavian kembali bersentuhan. Lyra mengikuti langkah Zavian dari belakang dengan tangan mereka yang saling berpegangan.

Astaga, apakah masa SMA Lyra akan berubah menyengkan sekarang? Zavian seperti pangeran tampan yang tiba-tiba datang dari kegelapan. 

______

"Rumah lo?" tanya Zavian sambil menghentikan motornya di depan gerbang besar Perumahan Anggrek.

Lyra mengangguk pelan. "Iya. Mau mampir?" tanyanya ragu-ragu, sambil memainkan ujung roknya.

Zavian menggeleng pelan. "Lain kali," jawabnya singkat, namun suaranya terdengar lembut.

Setelah itu, tanpa banyak kata, Zavian memutar gas motornya dan melajukan kendaraan dengan kecepatan sedang.

Lyra hanya bisa berdiri di tempatnya, memperhatikan punggung Zavian yang semakin menjauh. "Lain kali?" gumamnya pelan. Senyumnya mengembang kecil, meskipun tak yakin kapan lain kali itu akan datang.
________

Aku gatau knp bisa kepikiran lagi buat ginian.

Ada yang suka?

Ini cuma haluan aku yang emang udah gak waras hehe






JADI COWOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang