Lapangan Latihan Tembak, 2 Des 2016
Hubungan pertemanan antar keduanya sudah terjalin cukup lama, terhitung sejak pertemuan awal mereka di rumah sakit pada bulan Juni lalu. Kini, mereka semakin akrab dan mulai sering bertemu. Bisa dilihat dari bagaimana cara mereka memanggil satu sama lain, sudah terasa lebih santai dari pada sebelumnya. Beberapa kali pertemuan mereka memang terkesan sederhana entah itu sekedar minum kopi, atau makan bersama. Namun, pagi ini berbeda. Mereka bertemu untuk berlatih tembak bersama.
Leandra berdiri tegap di tengah area lapangan, dengan pistol di tangannya, juga beberapa sasaran tepat di hadapannya. Hembusan angin menyapa tubuh mereka pagi ini, udara yang segar, matahari yang cukup cerah, menemani pagi mereka.
Baskara dengan penuh kesabaran mengamati posisi tubuh Leandra, memastikan semuanya sesuai.
"Pegangnya begini, biar stabil." Suara Baskara terdengar tegas tapi tetap tenang.
Ia mendekat, membantu tangan Leandra agar sesuai dengan apa yang seharusnya, ia merasakan ketegangan pada genggamannya.Leandra menarik napasnya panjang. Saat pistol tersebut akan ditembakan, niatnya kembali hilang. Leandra melirik ke arah Baskara dan tersenyum tipis, seperti menertawakan kegugupannya sendiri.
"Nervous?" goda Baskara dibalas anggukan kecil oleh Leandra. "Susah kayaknya, Bas."
Baskara menenangkan. "Kamu cuma butuh fokus, anggap saja hanya ada kamu dan sasaran di depan sana."
Leandra mencoba lagi, ia menarik napasnya dalam-dalam. Perlahan-lahan ia fokuskan pandangannya pada target di ujung sana, tangannya sudah stabil. Dengan satu tarikan napas, ia menekan pelatuk.
DORR!!
Suara tembakan menggema di area lapangan latihan yang tidak terlalu ramai ini. Leandra membuka matanya perlahan, dilihatnya hasil tembakan dekat sekali dengan titik tengah.
Baskara mengangguk bangga. "Lumayan ... keren juga Bu Dokter ini," ucapnya membuat Leandra ingin menghilang sekejap rasanya.
Leandra melempar senyuman manisnya. Lalu Baskara mengulurkan tangannya, kedua telapak tangan mereka saling menepuk.
Toss!
****
Latihan menembak kali ini selesai, mereka beristirahat sejenak dengan meminum air putih di botolnya masing-masing sembari berbincang-bincang ringan.
"Leandra," panggil Baskara, terdengar lebih serius dari biasanya.
"Minggu depan saya harus berangkat tugas, menyelesaikan misi yang cukup penting," lanjutnya.
Leandra seketika tersedak saat mendengar itu.
"M-maaf bikin kamu kaget." Baskara merasa tidak enak, ia tersenyum kikuk.
"Gapapa-gapapa. Minggu depan ya, Bas? Mendadak sekali, berapa lama?" balas Leandra.
Baskara terdiam sejenak lalu berkata, "Saya akan kembali, bulan Febuari nanti."
Ini rasanya seperti sambaran petir yang datang tiba-tiba. Leandra terkejut, entah respon apa yang harus ia berikan.
"Febuari, ya?" ucap Leandra perlahan.
Baskara mengangguk, momen seperti ini terasa berat baginya, maupun bagi Leandra.
"Nanti, saya bisa antar kamu tidak?" Leandra menatap Baskara dengan penuh pertanyaan.
"Saya tidak tau, lihat jadwalnya saja nanti. Kalaupun tidak bisa. Kita bisa bertemu untuk jalan-jalan atau minum kopi bersama sebelum keberangkatan saya," balas Baskara dengan senyuman.
Leandra balas senyuman itu. "Jaga diri kamu baik-baik nanti, Bas," ujarnya.
Ini sangat sederhana, tapi terkesan sangat berharga di telinga Baskara. "Pasti, Leandra." Baskara menganggukan kepalanya.
***
Rumah Sakit, 9 Des 2016Hari yang tidak dinantikan pun tiba. Leandra yang tengah sibuk memeriksa beberapa pasiennya terlihat tidak tenang. Sebab, ia tau hari ini merupakan jadwal pemberangkatan tugas Baskara.
"Leandra, saya berangkat pukul 15.30 nanti."
Dilihatnya pesan masuk pada layar ponsel miliknya, rupanya itu dari Baskara. Pikiran Leandra semakin kacau tak karuan, ia kehilangan fokus saat memeriksa pasiennya.
"Kamu bisa temui saya nanti di halim."
Pesan kedua dari Baskara, membuat Leandra semakin kehilangan fokusnya. Bagaimana tidak? Sekarang menunjukan pukul 14.45. Sedangkan perjalanan Leandra menuju Bandara Halim membutuhkan waktu kurang lebih sekitar setengah jam jika tidak terjebak macet. Ditambah, ia masih harus menangani beberapa pasiennya.
"Saya harus temui Baskara," tegasnya dalam hati.
Leandra memanggil asistennya. "Sus, saya harus berangkat sekarang. Ada hal penting yang tidak bisa saya tinggalkan," ucapnya.
"Lalu, pasien-pasien di luar bagaimana, Dok?" Suster Mira kebingungan.
"Nanti saya minta tolong Dokter Bagas untuk gantikan posisi saya dulu." Tanpa basa-basi lagi, Leandra langsung bergegas ke parkiran. Terlihat waktu yang semakin singkat untuk pertemuannya dengan Baskara.
"Saya akan temui kamu, Baskara. Tunggu yaa," balasnya dengan mengirimkan pesan singkat itu pada Baskara.
***
Ditancapnya gas oleh Leandra, beruntungnya ia tidak terjebak macet kali ini. Jam menunjukan pukul 15.10, Leandra hanya mempunyai waktu 20 menit lagi untuk bisa menemui Baskara di sana.
"Semoga masih ada kesempatan, Tuhan ...." lirihnya dengan raut wajah panik tapi tetap berusaha tenang.
Tepat pukul 15.17 Leandra sampai di tempat tujuannya. Masih ada harapan untuk pertemuan ini, semoga.
Ia berjalan tergesa, napasnya terengah-engah. Dari kejauhan ia mendapati sekumpulan TNI-AD, sepertinya itu rombongan keberangkatan Baskara.
Bersambung...✨
Jangan lupa vote dan komen yaa, guys‼️
Kira-kira, kesempatan itu masih Leandra dapatkan atau tidak?
KAMU SEDANG MEMBACA
Atma dan Renjananya
Short StoryKerinduan, pengorbanan, dan bertahan. Hidup masih tetap berjalan meski ada yang hilang. Tolong sampaikan pada bintang, bisikan pada Sang pemiliknya, bahwa memang benar.. semua yang dicinta, pasti akan hilang. "Jika Tuhan masih mengizinkan, saya pa...