12 | "2017"

268 47 8
                                        

play lagu di atas, Guys. Supaya nyaman dan ngena bacanya. Atau.. kalau mau versi full cari aja ya, judulnya "Jangan Hilangkan Dia."

***

Halim perdanakusuma, 19 Januari 2017

Pagi ini, waktu menunjukan pukul 10.25. Leandra tidak sendiri di sini, melainkan ada Ibu Amara juga adik dari Baskara, Langga. Mereka menanti seseorang yang selama ini dirindukan, rasa khawatir, senang, semuanya menyatu.

Di ruang tunggu, mereka berbincang ringan. Suasana bandara yang tidak terlalu ramai membuatnya sedikit lebih tenang. Perkiraan, Baskara tiba sebentar lagi.

"Baskara baik-baik saja tidak ya, Dok," lirih Amara menundukan kepalanya. Leandra dengan tenang menggenggam tangan Ibu Amara.

"Baskara kuat kan, Bu?" ucapnya menenangkan, dibalas anggukan ringan dari Amara.

Beberapa saat menunggu, dari kejauhan terlihat sosok tinggi tegap tapi terlihat lemah. Itu Baskara, ia berjalan dipapah oleh beberapa tim medis. Dengan cepat, Leandra, Ibu Amara, juga adik dari Baskara menghampiri dengan sedikit berlari.

Langkahnya terasa berat, ia mengandalkan sisa tenaga yang ada dalam tubuhnya. Terlihat wajah Baskara begitu pucat, perban menempel pada dahinya. Ia berjalan menunduk, mungkin merasakan pusing pada kepalanya.

Ibu Amara sedikit berlari, langsung memeluk putra sulungnya, Baskara membalas pelukan hangat Sang Ibu.
"Baskara baik-baik saja, Ma," ucapnya lemah.

Di tengah pelukan itu, Baskara mengalihkan pandangannya pada wanita yang selama ini mengisi benaknya dan menjadikan salah satu tujuannya untuk pulang. Ia lemparkan senyum tulus itu.

Pelukan antara Ibu dan Anak itu terlerai, Ibu Amara mengusap lembut kedua sisi wajah putranya. "Terima kasih sudah menjadi prajurit yang hebat, ya?" gumam Amara.

Baskara menatap Ibunya penuh arti. "Berkat Mama, berkat doa-doa Mama," jawab Baskara yang membuat air mata Sang Ibu menetes seketika.

Leandra yang sedari tadi memperhatikan interaksi Baskara dengan Ibunya, semakin kagum. Ia hanya berdiri mematung sembari merangkul Langga.

"Baskara membuktikan, cinta pertama anak laki-laki itu adalah Ibunya." Hati Leandra berbisik.

Beberapa saat percakapan mengharukan Baskara dengan Ibunya mengalir. Kini Leandra yang mendekat, ia melangkah lebih dekat.

Ibu Amara mundur, seperti tau apa yang harus ia lakukan. Ia memberi ruang untuk putranya bertemu dengan Leandra.

Tatapan mereka saling bertemu, hanya menatap tanpa kata tapi ada arti. Persekian detik, tatapan itu bertemu di satu titik hingga akhirnya Baskara membuka suaranya.

"Saya pulang, Leandra. Saya tepati janji saya untuk pulang, tapi saya tidak tepati janji saya untuk pulang dengan sehat," lirih Baskara, pandangannya masih tertuju pada wanita di hadapannya.

Jantung Leandra berdegup lebih cepat, hatinya menghangat. Ia tersenyum tulus pada Baskara. "Setidaknya, kamu tepati salah satu janji kamu, Bas."

Baskara seperti mencari benda pada kantong bajunya, lalu ia memperlihatkan salah satu benda kecil pemberian Leandra, gantungan kunci jagung.

Baskara mengangkat gantungan kecil itu, lalu senyum tersimpul di wajahnya. "Saya masih bersama gantungan ini," ucapnya, membuat Leandra tersentak kecil.

 "Saya masih bersama gantungan ini," ucapnya, membuat Leandra tersentak kecil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rupanya Baskara benar-benar menjaga barang pemberiannya. Ia terkekeh kecil tapi merasakan haru yang begitu dalam di hatinya.

"Saya kira sudah hilang ...," lirih Leandra diiringi tawa kecil.

Baskara merentangkan kedua tangannya, seperti memberi ajakan pada Leandra untuk masuk ke pelukannya. Leandra menyiritkan alisnya, bingung apa yang Baskara lakukan.

Tanpa menunggu lama, Baskara menarik Leandra lembut ke dalam pelukannya. Leandra merasa canggung sebab ada Ibu dari Baskara di sini. Namun, Amara malah tersenyum bahagia melihat putranya memperlakukan wanita dengan baik. Amara mengangguk lalu tersenyum, meyakinkan Leandra untuk menikmati dekapan hangat itu.

Melihat gerakan kecil Ibu Amara, Leandra merasa lebih tenang. Ia balas pelukan hangat Baskara. Mereka melepas rindunya dengan pelukan. "Terima kasih, terima kasih sudah menunggu saya. Dan terima kasih, telah tetap menjadi Leandra saat saya kembali," ujar Baskara dalam pelukan itu.

Leandra memejamkan matanya, merasakan hangatnya dekapan ini. Entah, ia merasa aman ketika bersama Baskara.

"Terima kasih juga, telah menepati janji kamu untuk pulang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Terima kasih juga, telah menepati janji kamu untuk pulang ... bersama gantungan jagung itu," balas Leandra.

Rumah Sakit, 11.02

Kini, Baskara tengah berbaring lemah di ranjang rumah sakit. Baskara harus mendapat perawatan di rumah sakit atas kondisinya. Kebetulan sekali, Baskata dirawat di rumah sakit tempat Leandra berdinas. Ini akan memudahkan segalanya, sebab Leandra sudah tau prosedur-prosedur di sini.

Suasana rumah sakit yang tenang, dingin, sedikit mencekam sebab ini tempat di mana manusia mengeluhkan sakitnya. Leandra duduk di bangku samping ranjang Baskara. Tadi, Ibu Amara menitipkan Baskara padanya, karena Ibu Amara harus pulang terlebih dahulu membawa pakaian ganti Baskara selama dirawat nanti.

Baskara yang tengah memejamkan matanya, ia membukanya perlahan walau berat. Leandra yang melihat pergerakan Baskara segera mendekat.

"Kenapa, Bas? Ada yang sakit?" tanya Leandra tenang.

Baskara menggeleng pelan. "Saya mau duduk," ucapnya.

Leandra mengerutkan dahinya, lalu menggeleng. "Ngga, gak bisa. Kamu harus banyak tidur dulu, Bas."

Baskara menghela napasnya panjang. "Pegel, Leandra. Dari tadi saya tidur ...," Baskara merengek pelan.

"Keras kepala," gerutu Leandra. Karena tidak tega, Leandra membantu Baskara untuk duduk pelan-pelan. "Makasih, ya." Baskara menyandarkan tubuhnya pada bantal yang ditinggikan.

Leandra mengangguk. "Darah kamu turun sekali, Bas. Untungnya gak kehabisan darah pas di sana," ucap Leandra mencoba menjelaskan terkait kondisi Baskara saat ini.

"Namanya juga Medan Tempur, ya artinya pertumpahan darah. Prajurit memang harus begitu, kan?" Baskara membalas.

***

Dekapannya menjadi obat dari segala renjananya. Tuhan ... terima kasih telah menjaga atmanya, atas raga yang sempat jauh di sana, kini kembali dengan utuh walau rapuh.

Akanku kuatkan kembali segala yang sudah rapuh, entah dengan asa maupun cinta.
Akanku basuh lukanya, tidak dengan air mata.
Dia kembali, tapi dia bukan milikku sepenuhnya.

Leandra Ganes Gantari


bersambung...✨

sorry baru up yaa, kalo sempet aku double up hari inii!!

Sekarang, Baskara sudah pulang. Tapi kondisinya belum memungkinkan, lalu.. apa yang akan terjadi?

see you on next part🫶🏻

jangan lupa VOTE&KOMEN yaa! ga susah kok, tinggal klik aja tombol bintang ituuu🤩

Atma dan RenjananyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang