Rumah sakit, 17 Juli 2016
"Saya mau ke kantin dulu ya sebentar, haus banget ... mau beli minum." Leandra masih lengkap dengan pakaian jas kedokterannya, berniat untuk pergi ke kantin rumah sakit sebentar sebelum ada pasien lagi yang datang.
"Baik, Dok," jawab asistennya yang sehari-hari menemaninya bekerja di rumah sakit.
Leandra menghela napasnya panjang, ia berjalan menyusuri koridor rumah sakit yang mungkin sedikit sepi. Setelah kurang lebih dua jam ia menangani pasien tanpa henti, sekarang ia punya waktu sedikit untuk keluar sebentar.
Dari kejauhan, terlihat seorang pria tinggi, gagah dengan seragam kesatuannya. Ia memegang kepalanya, merasakan pusing yang cukup hebat sepertinya. Dengan cekatan, Andra menghampiri pria itu.
"Maaf, perlu saya bantu?" Andra mendekat seraya membantu pria itu untuk duduk terlebih dahulu.
Wajahnya terlihat begitu pucat dan lemah sekali. Rupanya pria itu memang sedang tidak baik-baik saja."Anda mau periksa? Kalau iya, biar saya bantu ke ruangan," ujar Leandra.
"Iya, saya mau periksa, Dok," balas pria itu dengan sedikit memejamkan matanya, tapi terlihat samar bahwa wanita di depannya itu merupakan seorang dokter lengkap dengan pakaiannya.
"Biar saya bantu." Leandra membantu pria bertubuh tinggi tegap itu untuk berdiri dan berjalan menuju ruangan pemeriksaan. Niatnya untuk membeli air minum, rasanya harus ia tahan terlebih dahulu. Ada yang lebih membutuhkan dirinya sekarang.
"Sus, tolong bantu beliau ke ruangan, ya. Saya siap-siap dulu sebentar," ucap Leandra meminta bantuan asistennya. Pria itu masih tampak lemah tak berdaya.
****
Setelah menjalani beberapa pemeriksaan, keadaan pria itu sudah sedikit membaik. Rupanya, pria itu mengalami kelelahan dan tekanan darah yang rendah sehingga terjadi pusing yang cukup hebat di kepalanya.
"Ada keluhan lain lagi gak, P-pak?" ujar Leandra sedikit ragu, sebab ia bingung panggilan apa yang harus ia gunakan.
"Saya Abiraya Baskara, panggil Baskara saja." Pria itu mengulurkan tangannya.
Andra dengan senang hati membalas uluran tangan Baskara. "Baik, saya Leandra."
"Iya, Dokter Leandra. Terkait pertanyaannya tadi, saya ada sedikit cidera di bagian pergelangan tangan sini, Dok." Baskara memperlihatkan pergelangan tangannya itu.
"Biar saya periksa." Leandra memeriksa lengan kanan Baskara dengan sangat hati-hati dan teliti.
"Ini cukup bengkak, Kapten," Leandra memutuskan untuk memanggil Baskara dengan sebutan "Kapten" sebab melihat simbol pangkat yang berada tepat di bahu seragam kesatuan milik Baskara.
Baskara tersenyum tipis. "Latihan tadi pagi, Dok. Kadang suka lupa batasan dan terbawa suasana," ucapnya diiringi tawa kecil keduanya.
Leandra mengangguk. "Lain kali, tetap hati-hati, ya. Dijaga juga supaya tubuhnya tetap fit kalau latihan."
"Ini nanti saya kasih krim memar dulu, ya. Kalau berlanjut, datang lagi saja ke sini," lanjut Leandra.
"Baik, Dok. Terima kasih, ya."
Entahlah, kali ini terasa berbeda. Jantung Leandra terasa bergerak lebih cepat. Begitupun yang dirasakan oleh Baskara.
***
Kafe Tepi Jalan, 10 Agustus 2016
Suasana kafe tepi jalan yang tidak terlalu ramai, dihiasi tanaman-tanaman hijau di setiap sudutnya, serta aroma kopi yang ikut berterbangan bersama hilir angin membuat suasana semakin tenang.
Leandra tengah terduduk di sudut kafe sembari menikmati secangkir kopi favoritnya dan membaca buku miliknya. Ia sering mengunjungi tempat ini untuk melepas penatnya, setelah bekerja sangat padat di rumah sakit.
Namun, di saat ia baru saja membaca halaman pertama bukunya, terdengar suara berat nan tegas menyapanya dari arah depan.
"Dokter Leandra?"Leandra melirik ke asal suara itu terdengar, dilihatnya tubuh tinggi tegap berada di hadapannya saat ini. "Kapten Baskara? Ah, hai!" sapanya penuh semangat.
Pertemuan kedua ini terasa lebih santai, keduanya tidak menggunakan pakaian dinasnya, mengingat hari ini merupakan hari libur juga.
Baskara tersenyum tipis, terlihat canggung tapi tetap ramah. Leandra mengisyaratkan agar Baskara duduk di bangku yang berada tepat di hadapannya.
"Apa kabar, Kapten?" ucap Leandra menutup bukunya untuk memulai perbincangan kali ini.
"Panggil Baskara saja, Dok. Saya baik ... Dokter gimana?" balasnya.
"Saya juga baik. Eum ... rasanya kurang sopan mungkin kalau panggil nama langsung, ya? Gapapa saya panggil Kapten saja," ujar Leandra diiringi tawa kecil.
"Tidak apa-apa, Dok. Supaya lebih akrab juga, kan?"
Mendengar itu, Leandra sedikit tercengang. Jantungnya lagi-lagi terasa berdegup lebih cepat dari biasanya. Rasanya sama seperti pertemuan pertama mereka di rumah sakit saat itu.
"Kalau gitu, sebaliknya juga. Panggil saya Leandra." Senyum lebar terlihat pada wajah wanita dengan paras cantik ini.
Keduanya saling melempar tawa bahagia, obrolan ringan mengalir begitu saja di antara mereka."Mau pesan apa? Biar saya bantu pesankan," ucap Leandra.
"Saya sudah pesan tadi, belum jadi kayaknya. Makasih sebelumnya, ya," balas Baskara.
"Ngomong-ngomong ... memang suka di sini?" lanjut Baskara sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Iya, kalau ada waktu luang saya pasti ke sini. Entah itu sekedar minum kopi atau baca buku di sini. Kalau Anda, suka di sini juga?"
Baskara mengangguk. "Beberapa kali saya ke kafe ini, kopinya enak di sini. Jadi bisa dibilang, ya ... saya juga suka di sini," jawabnya.
"Jadi, kalau saya ke sini, ada kemungkinan akan ketemu Leandra di sini?" lanjut Baskara dibalas tawa keduanya.
Mata Leandra berkilat penuh arti. "Mungkin iya, Bas. Atau, mungkin juga harus Anda yang ajak saya langsung, pasti bertemu," balas Leandra yang membuat Baskara tersipu malu, dan ia mengangguk pelan.
Leandra menyesap kopinya, lalu berkata, "Terkadang ... rasanya pekerjaan ini seperti tidak punya akhir. Tapi anehnya, saya merasa kalau saya terlalu lama libur, ada yang hilang."
Baskara mengangguk paham. "Saya rasa semua orang yang bekerja untuk membantu orang lain pasti merasakannya. Mungkin itu tanda bahwa kita memang berada di jalan yang tepat," ucapnya perlahan.
Baskara melirik ke arah cangkir kopi milik Leandra. "Kopi tanpa gula, ya? Terlalu serius rupanya."
Leandra tertawa kecil. "Iya, dokter harus sehat, kan? Nanti, kalau ada tentara pingsan di rumah sakit, siapa yang mau bantu kalo dokternya gak sehat?"
Keduanya saling melempar candaan, suasana terasa lebih menyenangkan dibanding sebelumnya. Ketegangan antar keduanya terpecah karena canda tawa yang mengalir begitu saja.
Pertemuan ini tak terduga. Dan membuat Leandra cukup terkejut, bagaimana tidak, seseorang yang selama ini mengisi benaknya padahal hanya bertemu satu kali. Kini, dipertemukan kembali.
bersambung..✨
KAMU SEDANG MEMBACA
Atma dan Renjananya
Krótkie OpowiadaniaKerinduan, pengorbanan, dan bertahan. Hidup masih tetap berjalan meski ada yang hilang. Tolong sampaikan pada bintang, bisikan pada Sang pemiliknya, bahwa memang benar.. semua yang dicinta, pasti akan hilang. "Jika Tuhan masih mengizinkan, saya pa...