Pulau Sebatik, 18 Januari 2017
Di hari yang sama saat Leandra tengah merasakan kegelisahannya di hadapan cermin, Baskara juga merasakan hal yang sama di Pulau Sebatik. Malam ini, waktu menunjukan pukul 20.30. Angin malam terasa sangat menusuk pada tubuh Baskara yang tidak baik-baik saja. Malam sunyi, hanya ada penerangan seadanya, juga remang-remang cahaya rembulan di langit malam.
Kondisi Baskara pasca terkena peluru 3 hari lalu, rupanya semakin memburuk. Beberapa rekannya tampak kebingungan dengan kondisi saat ini, yang menguntungkan adalah.. malam ini terasa lebih damai dari malam-malam sebelumnya.
"Bas, kayaknya kondisimu semakin parah," ucap salah satu kawannya, Jonny lagi.
Baskara yang tengah berbaring menutupi sebagian tubuhnya dengan kain yang ada, tidak bisa merespon lebih. Ia hanya mengangguk, sebab rasa perih, sakit, sekarang makin terasa pada bagian kepalanya terutama dahi.
"Kita gak bisa biarin aja, Kapten Jon," ujar Arya. Ya, benar! Jonny memiliki pangkat yang sama dengan Baskara, Kapten.
Jonny mengangguk lalu menggenggam telapak tangan Baskara yang terasa begitu dingin. "Kita ke Pos Medis sekarang," tegas Jonny.
Baskara yang tengah memejamkan matanya, terbangun ketika mendengar apa yang dikatakan Jonny. Ia menyiritkan alisnya, lalu menggeleng. "Ngga, saya akan tetap di sini, Jon," bantah Baskara, ia memang keras kepala! Padahal terlihat jelas kondisinya saat ini sangat buruk, bibirnya pucat sekali.
"Dengar, Bas. Kondisi kamu jauh lebih penting sekarang, apa dengan dibiarkan semuanya akan baik-baik saja? Tidak, kan?" jawab Jonny, beberapa prajurit lainnya menyimak.
"Justru pertempuran ini yang jauh lebih penting dibanding saya, Jon!" Baskara tetaplah Baskara, keras kepala.
Indra menambahkan, "Kapten, percuma saja kalau Kapten tetap di sini tapi kondisinya seperti ini. Kapten tidak akan bisa ikut pengoprasian di lapangan."
"Kata siapa? Saya bisa, Dra," balas Baskara.
Jonny hanya menghela napasnya, lalu memijat sedikit pelipisnya. Teman dekatnya ini memang sungguh teguh dengan pendiriannya.
Dengan tenang, Jonny memegang dada bidang Baskara. "Banyak yang menunggu kepulanganmu, Bas. Kamu sayang mereka, kan?" ucap Jonny yang membuat Baskara menerawang lebih jauh pemikirannya.
"Sayang, saya sayang mereka, Jon. Tapi saya ini prajurit, yang siap membela Negaranya dalam kondisi apapun, saya harus tunjukan pengabdian saya pada Negara." Baskara masih memaksakan kehendaknya.
"Pengabdianmu sudah cukup untuk saat ini, lagi pula tugas kita akan segera selesai di sini, kan? Kamu lihat sekarang, Bas. Situasi sudah jauh lebih baik, bukan? Tidak usah khawatir sama kita, semuanya akan segera selesai," ujar Jonny.
Mendengar kalimat yang dilontarkan oleh kawannya, hati Baskara sedikit luluh. Akhirnya, ia mengikuti saran dari rekan-rekannya.
***
Leandra's House, 22.45
Leandra yang tengah merebahkan dirinya di atas ranjang seusai menangis tadi, merasa sedikit kelelahan. Namun, saat matanya mulai terpejam, ponsel miliknya berdering tanda panggilan masuk.
Ia langsung terbangun dan mengambil ponsel itu, tertera nama "Ibu Amara"—Ibu dari Baskara, pada ponselnya.Leandra sedikit terkejut mendapat telepon dari Ibu Amara malam-malam seperti ini. Sebelumnya, memang mereka sudah sempat bertukar nomor telepon.
"Halo, Bu?" ucap Leandra sedikit berbisik.
"Dokter Leandra ... Ibu kira sudah tidur, Ibu ganggu tidak, Dok?" balas Bu Amara di seberang sana.
"Ah, ngga, Bu! Leandra belum tidur, kok.
Ada apa, Bu?""Ini, Dok. Besok Baskara pulang ... Ibu
mau ajak Dokter siapa tau mau ikut jemput
Baskara di Bandara besok?"Leandra terkejut bukan main, jantungnya berdegup cepat, bagaimana bisa Baskara pulang sedangkan masa tugasnya masih sampai bulan depan?
Ia terdiam sejenak sebelum kembali melanjutkan obrolannya."Baskara pulang? Bukannya Baskara pulang
bulan depan, Bu?""Seharusnya begitu, Dok. Tapi barusan
Ibu dikabari oleh pihak medis di sana, Baskara mengalami cidera yang harus ditangani lebih lanjut.
Akhirnya Baskara dipulangkan lebih cepat."***
Mendengar itu, rasa kekhawatiran Leandra terjawab selama ini.. rupanya Baskara memang sedang tidak baik-baik saja di sana. Di sisi lain, rasa senang juga menyelimuti hatinya saat mendengar kabar bahwa Baskara akan pulang lebih cepat walau dengan kondisi yang tidak baik.
FLASHBACK ON
Suasana Pos Medis yang tadinya tenang, berubah menjadi tegang. Saat salah satu pihak medis mengatakan, bahwa Baskara mengalami luka cukup serius tapi tidak terlalu fatal. Hal ini membuat para prajurit terdiam sejenak.
Baskara harus dapat penanganan lebih lanjut dengan alat-alat khusus yang sudah pasti tidak tersedia pada Pos Medis ini.
Hingga akhirnya, Komandan memerintahkan Baskara untuk dipulangkan esok hari menggunakan helikopter evakuasi. Pihak medis segera mengabari keluarga dari Baskara.
"Selamat malam, Ibu. Apa benar ini dengan Ibu Amara, orang tua dari prajurit Kapten Abiraya Herdyan Baskara?" ucap salah seorang perawat pada ponsel yang menyambung telepon dengan Ibu Amara.
"Iya benar, ini saya, Amara Herdyan. Ada apa dengan putra saya?" Suara Ibu Amara terdengar sangat cemas, berharap mungkin ini bukan kabar buruk.
"Saya dari pihak Pos Medis di tempat Kapten Baskara bertugas. Ingin mengabarkan, bahwa besok Kapten Baskara akan dipulangkan menggunakan helikopter evakuasi keberangkatan pukul 09.00."
"Kapten Baskara mengalami cidera yang cukup serius dan harus di tangani lebih lanjut, kami memiliki keterbatasan alat juga obat di sini. Sehingga Komandan memerintahkan untuk segera mengevakuasi Kapten Baskara."
FLASHBACK OFF
Bersambung...✨
Nah loh, nah loh! Kenapa hayoo? Penasaran gaa??
See you on next part, guyss‼️
JANGAN LUPA VOTE&KOMEN‼️
pliss yaa, jangan jadi silent readers sengkuu🤏🏻

KAMU SEDANG MEMBACA
Atma dan Renjananya
Short StoryKerinduan, pengorbanan, dan bertahan. Hidup masih tetap berjalan meski ada yang hilang. Tolong sampaikan pada bintang, bisikan pada Sang pemiliknya, bahwa memang benar.. semua yang dicinta, pasti akan hilang. "Jika Tuhan masih mengizinkan, saya pa...