09 | "2017"

64 22 7
                                    

Kafe Rimbun, 16 Januari 2024

Leandra kini tengah mengadakan pertemuan santai bersama teman-teman dekatnya di sela-sela hari libur kerjanya. Mereka berbincang-bincang asik dengan suasana kafe yang tidak begitu ramai, juga ditemani alunan musik merdu yang membuat semuanya lebih nyaman.

Namun, Leandra lebih banyak terdiam kali ini. Dia tidak banyak bicara seperti biasanya. Bahkan, sering kali tidak fokus tentang apa yang sedang dibicarakan. Ia banyak melamun dengan tatapan kosong pada mata teduhnya.

"Lee, kamu kenapa, sih? Dari tadi perasaan bengong mulu," ucap Aruna, salah satu teman dekatnya. Sedikit keheranan melihat Leandra tidak seperti biasanya.

"Iya, Lee. Kenapa?" Maira menambahkan.

Leandra terpecah dalam lamuannya. "Eh, engga gapapa, kok," jawabnya kikuk.

Aruna dengan lembut meraih tangan sahabatnya, dirasakannya tangan Leandra begitu dingin dan sedikit berkeringat. "Kita tau, kamu lagi kenapa-napa. Cerita," pinta Aruna. Mereka bertiga berteman dekat sejak jenjang pendidikan SMA, jadi tidak heran juga jika mereka sudah mengetahui satu sama lain.

Leandra menggeleng dengan senyuman yang terasa berat pada wajah manisnya. "Gapapa, aku gapapa," balasnya.

"Gak usah bohong, kita di sini, buat kamu." Maira ikut menggenggam tangan sahabatnya itu.

Hati Leandra itu sangat lembut, diberi perhatian sedikit saja hatinya sudah menghangat haru. Bulir bening sudah berada di ujung matanya, hampir menetes. "Nangis, kan? Kenapa, Lee ...," lanjut Aruna.

Matanya sudah tidak bisa menampung bulir bening yang semakin penuh pada bola matanya. Hingga akhirnya.. tangisnya pecah.

Aruna memeluk hangat sahabatnya tanpa banyak berbicara terlebih dahulu, ia tau kondisi Leandra tengah tidak baik-baik saja. Maira ikut menenangkan dengan mengusap lembut bahu Leandra.

"Nangis aja dulu gapapa, tapi cerita, ya?" gumam Maira.

Setelah beberapa saat Leandra menangis dalam pelukan hangat sahabatnya, ia merasa sedikit tenang sekarang. Sesekali ia menyeka air matanya yang terus turun.

"Bisa cerita sekarang?" tanya Aruna tenang. Aruna merupakan seorang psikolog, hingga ia lebih banyak tau bagaimana cara menangani hal sepeti ini.

"B-baskara ...," lirihnya dengan isak tangis yang kian terasa perih bagi siapapun yang mendengarnya.

Aruna menggenggam erat tangan Leandra, sementara Maira memeluk Leandra dari belakang.
"Hey, kenapa Baskara? Bukannya dia mau pulang bulan depan?" ujar Aruna.

Leandra menganggukan kepalanya. "Iya, tapi semalam ... aku dapet mimpi buruk tentang dia, Ru. Aku kebangun malem-malem, terus tiba-tiba gelas pecah pas aku mau minum," ucap Leandra tersedu-sedu.

Aruna melemparkan senyum yang begitu menenangkan, tatapan matanya memberi Leandra keyakinan. "Lalu, mimpi buruk itu bikin kamu takut Baskara mengalami hal buruk juga? Terus gelas, mungkin saja memang bisa pecah tanpa ada sangkut pautnya dengan Baskara, kan?" jawabnya dengan nada rendah menenangkan.

Leandra menggeleng lalu menyeka air matanya. "Kayaknya Baskara lagi gak baik-baik aja di sana, Ru."

"Kata siapa? Memang kamu sudah dapat kabar pasti dari Baskara?" balas Aruna masih menatap Leandra yang terlihat begitu gelisah.

"Belum, Baskara gak aktif dari kemarin." Leandra membalas tatapan Aruna, kedua bola mata itu saling bertemu, sementara Maira.. ia paling tidak bisa melihat seseorang menangis, pasti ia akan ikut menangis juga. Maira masih dengan posisi yang sama, memeluk Leandra semakin erat dan mulai menangis kecil. "Ru, Baskara baik-baik aja, kan?" lanjut Leandra menatap Aruna penuh keyakinan.

"Aku juga gak tau, Lee. Tapi, kenapa harus takut selagi kita masih bisa kirim doa harapan baik buat Baskara?" Aruna tersenyum. "Bukannya kamu sendiri yang pernah bilang, 'hanya dengan doa kita bisa menyampaikan harapan' lakukan itu," lanjut Aruna.

Tangis Leandra kembali pecah, rupanya ia bisa menunjukan sisi lemahnya saat merindukan seseorang yang selama ini ia nantikan. Aruna dan Maira memberikan pelukan hangatnya, Leandra merasa lebih aman sekarang.

"Baskara itu prajurit hebat, Lee. Beliau pasti sudah terlatih secara mental terutama fisik. Kalaupun Baskara mengalami suatu hal di sana, percaya ... Baskara pasti bertahan," ucap Maira yang membuat Leandra berpikir jauh lebih tenang.

Ketiganya berpelukan erat, memberikan kekuatan satu sama lain. "Lee, baju aku udah basah nih. Masih mau nangis?" ucap Aruna melihat bajunya terkena noda air mata Leandra.

Mendengar itu, semuanya tertawa memecah kesedihan. Maira dan Aruna bersyukur bisa melihat tawa sahabatnya kembali lagi. "Maaf, Ru. Air matanya longsor," balas Leandra sembari terkekeh kecil.

Di tengah canda tawa itu, ponsel milik Leandra berdering tanda panggilan masuk. Diliriknya ponsel itu, tertera nama "Kapten Baskara" di situ. Leandra terkejut lalu menatap kedua sahabatnya.

"Ngapain bengong? Angkat, Lee," ucap Aruna dibalas tawa oleh keduanya.

***

"Halo, Leandra." Suara berat nan tegas yang selama ini Leandra rindukan, ia bisa mendengarnya kembali sekarang. Hatinya terenyuh mendengar dua kata itu.

"Baskara ...," lirih Leandra.

"Leandra, saya baru dapat sinyal, di sini susah sekali sinyal," ucap Baskara di ujung sana.

"Bas, apa kabarmu? Aku ... aku khawatir."

"Sedikit tidak baik."

"Kenapa? Jangan bercanda ya, Baskara."

"Saya serius, Leandra. Semalam, saya
menjalani pertempuran cukup menegangkan."

"Semalam saya terkena pelur—"

Nutt nutt

***
Sambungan telepon terputus, sinyal Baskara benar-benar tidak bagus di sana. Belum sempat Leandra mendengar apa yang Baskara katakan, sinyal sudah hilang kembali.

"Bas? Halo, Baskara?" ucap Leandra saat suara Baskara tak lagi terdengar pada ponselnya.

"Bas? Kamu terkena apa?" ucapnya lagi berharap telpon itu kembali tersambung. Namun nihil, belum sempat bertukar kabar, sambungannya sudah terputus.

Wajahnya kembali murung, ia simpan ponselnya lalu mengusap wajahnya kasar.

"Kenapa?" tanya Maira.

Leandra menarik napasnya panjang. "Teleponnya putus, sinyal Baskara kayaknya hilang lagi," kesalnya sembari mengerucutkan sedikit bibirnya.




Bersambung...✨

Apakah Leandra akan mendapatkan jawaban itu?

Jangan lupa VOTE‼️ vote jika ingin, jika tidak, maka inginkanlah (AKU MAKSA DIKITT).

thank you, see you on next part🫶🏻

Atma dan RenjananyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang