08 | "2017"

318 57 10
                                        

Pulau Sebatik, 15 Januari 2017

Malam ini, di Pulau Sebatik. Baskara beserta para timnya sedang dalam posisi siaga tinggi, ini merupakan satu dari sekian malam yang mencekam. Suara peluru saling bersahutan, berlalu-lalang di langit yang gelap.

Suara gemersik terdengar tak jauh dari arah Baskara terdiam. Langkahnya perlahan, jantungnya berdegup kencang tapi berusaha untuk tetap tenang.

Baskara bersembunyi di balik semak-semak dengan senjata yang ia pegang. Langkah itu semakin dekat, bayangan hitam semakin terlihat.

Baskara memberi kode kecil pada rekannya untuk bersiap dan tetap fokus dalam situasi ini.

"Kami ketahuan! Bertindak sekarang!" Baskara memberi arahan cepat, suara peluru memecah kesunyian malam.

Adrenalinnya terpacu, tapi pikirannya tetap tenang. Di tengah baku tembak itu, Baskara bergerak terampil, naluri seorang prajuritnya terlihat. Hingga akhirnya ia bersembunyi di balik pohon besar, sesekali ia memastikan timnya berada pada posisi yang tepat.

Beberapa menit berlalu, suara tembakan peluru mulai mereda. Baskara memberi arahan lagi pada timnya, untuk tetap siaga karena ini belum sepenuhnya aman. "Belum aman, tetap pada posisi kalian," perintah Baskara.

Baskara mengintip sedikit pada celah yang ada di balik pohon, terlihat beberapa orang itu masih di tempat yang sama.

Lalu...

Dzzzt!

Peluru lawan meleset! Mengenai bagian dahi Baskara. Pandangan Baskara menggelap, tapi ia berusaha untuk tetap tenang. Dirasakannya basah pada bagian dahi, rupanya darah sudah bercucuran.

****

Di sudut semesta lain, Leandra yang tengah tertidur dengan nyenyak tiba-tiba terbangun. Seperti ada hal yang mengganjal pada hatinya.

Jantungnya tiba-tiba berdegup dengan cepat, wajahnya berkeringat. Pikirannya melayang pada seseorang.

Ia usap wajahnya. "Astagfirullah ...," lirihnya.
Tatapannya kosong pada langit-langit kamarnya, Leandra sulit untuk kembali tidur.

Dilihatnya jam pada ponsel miliknya, menunjukan pukul 01.32. Ini sudah sangat larut, mengapa ia bisa terbangun tiba-tiba? Hatinya tak tenang.

Satu nama terlintas pada benaknya—Baskara.

"Baskara, semoga Tuhan selalu menjagamu, apapun itu."

Pesan singkat itu Leandra kirimkan untuk Baskara. Entah mengapa, rasanya seperti ada yang mengganjal pada hatinya, pikirannya tertuju pada sosok itu. Rasa gelisah kian menghantui pikirannya, ia memutuskan untuk mengambil minum di dapur dengan harapan mendapat ketenangan.

Prakk!!

Gelas yang Leandra ambil tiba-tiba pecah! Padahal ia merasa tangannya sudah benar-benar menggenggamnya. Ia usap wajahnya kasar, menarik napasnya panjang, lalu menghembuskannya perlahan.

"Leandra ... kenapa sih!" gerutunya pada dirinya sendiri.

Perlahan ia bersihkan serpihan kaca yang jatuh itu. Setelahnya, Leandra mengambil kembali satu gelas air minum lalu duduk sebentar di meja makan.

"Apa Baskara baik-baik saja?" gumamnya hampir tak terdengar.

Ia menundukan kepalanya, memijat pelan pelipisnya. Rasa penat membuat pikirannya semakin kacau. Entahlah, ia sendiri pun tidak mengerti apa yang sedang terjadi.

"Astagfirullah, Neng. Kaget Ibu ... ngapain malem-malem di dapur atuh ...," ucap Bu Gina, seseorang yang biasa membantu pekerjaan rumah Leandra, entah itu memasak atau hanya sekedar membersihkan rumah saat Leandra tengah sibuk dengan pekerjaannya.

Leandra lemparkan senyumnya. "Ngambil minum tadi, Bu," balasnya lemah.

"Tadi teh Ibu denger kayak ada yang pecah, makanya Ibu ke dapur," ujar Bu Gina mendekat pada Leandra.

Leandra mengangguk. "Iya itu tadi gelas pecah, tapi udah Leandra bersihin, kok."

"Aduh, Neng ... kaget Ibu mah, kenapa bisa pecah?" gumam Bu Gina dibalas gelengan kepala oleh Leandra. "Gak tau, Bu. Tiba-tiba pecah," jawab Leandra.

Ibu Gina ini sudah menemani Leandra kurang lebih selama 3 tahun, sejak usia Leandra 20 tahun. Pada tahun 2017 ini, usianya menginjak 23 tahun.
Maka dari itu, sudah tidak ada rasa canggung antar keduanya. Terlebih Leandra yang tinggal jauh bersama kedua orang tuanya, merasa bersyukur ada Ibu Gina yang ia rasa sudah seperti Ibunya sendiri.

"Ai Neng kenapa atuh? Meni pucet pisan keliatannya teh ...." Bu Gina sudah sangat peka dengan apa yang terjadi pada Leandra, termasuk hal kecil sekalipun.

Leandra tersenyum dengan mata yang mulai sayu. "Gapapa, Bu. Leandra aman," balasnya sembari mengacungkan dua jempolnya.

"Jangan bohong ah sama Ibu, kenapa?" Mendengar itu, hati Leandra menghangat disertai haru yang bergejolak. Air mata kini mulai memenuhi bola mata teduhnya, hanya dengan satu kedipan, mungkin air mata itu akan terjatuh.

Bu Gina mendekap hangat Leandra. Diusap lembut punggungnya, ditenangkan dalam peluknya. Sementara Leandra, ia menangis dalam pelukan Bu Gina. Rupanya ia tidak bisa menahan air mata itu, hingga akhirnya.. turun tanpa permisi membasahi pipi manisnya.

"Kalau capek mah cerita aja sama Ibu, Neng. Kenapa ini teh?" bisik Bu Gina, Leandra masih mengeluarkan tangisnya pada pelukan.

"Baskara, Bu ... apa dia baik-baik aja?" jawab Leandra, suaranya lemah ditambah isak tangis yang terasa sangat perih.

Diusapnya air mata itu oleh Bu Gina. "Memangnya kenapa ... bukannya Baskara teh sudah janji sama Neng buat jaga dirinya baik-baik? Gak usah khawatir ... Neng berdoa aja sama Allah," ucap Bu Gina menenangkan seraya mengusap lembut bahu Leandra.

"Janjinya bakalan dia tepati atau tidak, Bu? Leandra takut Baskara ingkari janjinya ...," lirihnya.




Bersambung...✨

maaf, authornya lagi pengen yang sedih-sedih😔
but, jangan lupa untuk selalu vote dan kasih komen, yaa!! Penasaran sama lanjutannya? see you on next part, guys🫶🏻

Atma dan RenjananyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang