Ayah, Bunda dan Pram segera pergi menuju IGD. Gandy dan Tama berada di rumah sakit yang sama. Pram sudah menangis sambil berlari menuju IDG.
Pram melihat Leon dan Juan yang sudah bersimbah darah. Kakinya seketika lemas, ia terjatuh. Ayahnya langsung menggendong Pram.
"Anak saya kenapa?!" Tanya Ayah Tama dengan nada tinggi.
"Tama kecelakaan Om," Juan menjelaskan dengan suara yang bergetar. "Kita gak tau apa penyebabnya. Tadi Tama telepon kita terus minta tolong. Pas kita sampe, Tama udah-" Juan mengatur suaranya yang parau. "Tama udah terkapar Om, mobilnya nabrak pembatas jalan." Juan terduduk setelahnya.
Pram sudah menangis kencang, menjerit memanggil nama Tama.
"Abang, kakak, kalian jangan tinggalin Pram. Kalau kalian mau pergi, ajak Pram." Batin Pram berkecamuk.
Tak lama kemudian dokter keluar dari ruang Tama. "Walinya Tama?" Tanya dokter.
"Saya dok, bagaimana kondisi anak saya?" Ayah Tama langsung menghampiri dokter.
"Bisa ikut keruangan saya?" Ucapan dokter tersebut dianggukkan oleh Ayah Tama.
Mereka berjalan menuju ruangan dokter, Ayah Tama sudah terlihat kacau. Saat sampai diruangan, dokter memberikan kertas.
"Anak bapak kecil harapannya, kondisinya terus melemah." Dokter menjeda kalimatnya. "Tapi anak bapak sepertinya sangat kuat. Ia masih bertahan sampai saat ini." Dokter menunjukkan kertas tersebut. "Sepertinya, anak bapak ingin melakukan ini,"
Ayah Tama menangis. "Transplantasi jantung?" lirihnya.
Dokter mengangguk, "Tama sepertinya menunggu ini. Kami akan melanjutkan tindakan jika bapak menyetujuinya."
"Dok tolong! Saya mau anak-anak saya selamat. Dua-duanya dok, bukan salah satu." Pria paruh baya itu menangis dengan memohon-mohon.
"Kalau bapak seperti ini, bapak akan kehilangan keduanya." Dokter melihat lelaki yang berhadapannya sangat hancur. "Pak, Tama bilang ke saya saat mendaftar Transplantasi jantung ini untuk adiknya. Kalau ia sangat menyayangi adik-adiknya. Ayah dan Bundanya juga, Tama bilang kalau kalian berdua juga menyayangi Tama meski perlakuan kalian berbeda. Tama ingin menjaga adik-adiknya, ingin selalu memastikan keadaan adik-adiknya baik-baik saja." Jelas dokter.
Ayah Tama makin menangis sejadi-jadinya. "Saya harus bagaimana dok?"
"Jalani permintaan Tama, ia sudah menunggu." Ucap dokter yang membuat lelaki itu bergetar.
¤¤¤
"A-yah," panggil Tama, "Ma-afh," lirih Tama.
Ayahnya menggeleng, "Ayah yang minta maaf, Tama tolong bertahan dan sembuh ya? Biar kita bisa kumpul lagi." Air matanya mengalir.
"Gak-bisa, Ta-ma." Tama terus mengatur napasnya. "To-longin abang, se-kalih ini ikutin kemau-an Tama, yah?" lirih Tama kembali.
Ayahnya menggeleng, Tama menangis, sudut matanya menheluarkan air. Tatapan Tama memohon agar Ayahnya mengiyakan kemauan Tama. Ayahnya tidak tega melihat Tama seperti ini, ia menganggukkan kepalanya.
"Ma-kasih," Tama tersenyum. "Tama, sayangh ka-li-an," lirih Tama.
Ayahnya menangis kembali, memeluk tubuh anaknya yang sudah tidak berdaya itu. Dicium aromanya dengan lembut, ia sangat menyesal.
Lelaki paruh baya itu keluar dari ruang rawat Tama, ia menunduk sedih. Sangat sedih. Ia menganggukkan kepalanya kepada dokter. Dokter segera masuk ke ruangan tersebut.
"Ayah? Kak Tama gimana? Pram mau lihat kak Tama!" Pram mengguncangkan tubuh Ayahnya yang sudah berlutut lemas.
Ayahnya hanya menangis, Bunda langsung memeluk Ayah dan ikut menangis.
"Kak Tama kenapa?! Ayah kenapa nangis?! Kak Tama!" Pram terus berteriak.
"Sudah ya sayang," Bunda memeluk Pram dengan erat.
¤¤¤
"Pram?" Panggil Tama.
"Kak Tama?!" Pram menghamburkan tubuhnya ke pelukan Tama.
"Pram saling jaga sama abang ya? Pram harus kuat, Pram jangan suka kecapean kalau belajar. Pram jangan lupa makan dan minum, Pram jangan nangis terus. Okey?" Tama menangkup pipi Pram yang sudah berlinang.
"Kakak mau kemana? Kakak kenapa ngomong gitu?" Isak Pram.
"Kakak selalu ada di hati Pram, hati abang juga. Maafin kakak ya?" Tama memeluk adiknya itu dengan erat.
"Kakak? Kakak? Kakak? Kakak?!" Pram terbangun dari tidurnya. Ternyata hanya sebatas mimpi. Kakaknya mampir untuk terakhir kalinya. Tama sudah pergi, tidak ada lagi. Detaknya masih bersama Gandy, perannya memang sudah tidak ada. Tapi kehadirannya selalu ada di hati adik-adiknya.
Adyatama Danantya berpulang...
--------------------------------------¤¤¤---------------------------------
Terima kasih Tama, sudah bertahan sejauh ini
~viaee☆
![](https://img.wattpad.com/cover/375262699-288-k225367.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Keluarga Prahara
General FictionKeluarga bukanlah rumah yang nyaman bagi kami. Keluarga tidak memeluk ketakutan kami, tidak menguatkan hati kami, tapi meruntuhkan diri dan hati kami. Tentang si sulung yang terus menanggung semua derita, si tengah yang selalu berusaha kuat, dan si...