10: Aku Sebut Dia Ana

23 7 0
                                    

Tama mengayuh sepedahnya menuju salah satu toko buku. Ia tidak mengajak adik-adiknya karena mereka sedang tidur siang. Tama merasa bosan dirumah dan akhirnya memutuskan untuk membeli buku.

Setelah sampai ditoko buku ia membuka pintu tersebut. Melihat-lihat banyak sekali buku. Tentu saja, namanya juga toko buku.

Tama mulai berkeliling dan sesekali berhenti untuk membaca beberapa blurb buku. Senyum tipis terukir di wajahnya.

Terasa tenang disini.

"Eh, kamu suka baca buku Bumantara juga?" Tanya seseorang gadis tiba-tiba.

Tama menoleh kearah samping kanan mendapati seorang gadis berambut panjang hitam dengan jepitan pita disisi kanan dan kiri rambutnya. Kemudian ia menoleh lagi kesamping kiri dan belakang.

"Aku tanya sama kamu loh." Ucap gadis tersebut yang melihat Tama bingung.

"Sama gue?" Tama menunjuk dirinya sendiri. Gadis itu mengangguk. "Oh, hahahaha. Iya gue mau beli kayaknya menarik." Senyum Tama canggung.

"Iya ini seru banget!" Gadis itu menaikkan nada bicaranya. "Aku gak mau spoiler ya, tapi seriusan ini ceritanya seru pake banget." Gadis itu terlihat antusias.

Tama terkekeh, "Iya ini mau gue beli. Semoga beneran seru." Ucapan Tama dianggukan oleh gadis tersebut. "Omong-omong, lo nyari buku juga disini?" Tanya Tama.

"Iya dong! Masa mau cari ikan, ada-ada aja kamu, hahaha." Tawa gadis tersebut yang diikuti oleh Tama.

"Maksud gue, lo mau cari buku yang kayak gimana?" Tanya Tama kembali.

"Aku lagi nyari buku yang ceritanya itu gak ngebosenin, gak itu-itu aja. Kamu tau kan, sekarang banyak banget novel atau cerita yang kisahnya itu mirip-mirip?" Jelas gadis itu yang dianggukan oleh Tama. "Nah, aku pengin yang beda. Ceritanya beda, tapi bingung dari tadi susah nyarinya." Gadis itu kembali membaca beberapa blurb novel.

"Gue punya rekomendasi, cerita yang kisahnya beda dari yang lain." Tama mengambil salah satu buku. "Ini buku dari pengarang terkenal, lo pasti tau. Buku Hujan karangan Tere Liye, ini beda dari yang lain." Tama memberikan buku tersebut.

Gadis itu mengambil buku tersebut dan membaca blurb nya dan sepertinya menarik. "Aku mau coba baca. Semoga kamu gak bohong," Gadis itu menunjuk Tama dan kemudian tertawa.

Tama ikutan tertawa, "Gue juga beli ini buat pembuktian kalo lo gak bohong." Balas Tama.

Keduanya terkekeh dan tertawa.

"Kalo gitu aku mau bayar ini terus pamit ya, sampai jumpa lagi." Gadis itu berbalik arah dan pergi.

"Tunggu..." Tama menghentikan langkah gadis itu. "Nama lo siapa?" Tanya Tama tiba-tiba.

Gadis itu menoleh dan tersenyum. "Dilain waktu saja ya? Aku sedang buru-buru."

Tama menautkan alisnya, "Tapi-"

"Aku yakin kita pasti akan bertemu," gadis itu memotong ucapan Tama.

"Memangnya kamu peramal? Kamu yakin kita bertemu lagi? Memangnya kamu Dilan?" Tanyà Tama yang membuat gadis itu tertawa.

"Aku bukan peramal ataupun Dilan. Tapi hati aku yakin kalau kita akan bertemu lagi, sampai jumpa!" Gadis itu berlalu pergi.

Tama menatap tubub gadis itu makin lama makin menjauh. Ia tersenyum kecil.

Yakin pasti bertemu lagi, katanya.

Tama kembali melihat-lihat beberapa buku. Tetapi disuatu saat ia kembali tersenyum teringat obrolannya dengan gadis itu.

Keluarga PraharaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang