4: Pram Merasa Bersalah

37 4 0
                                    

Sore ini aku merasa gelisah. Takut. Aku takut kepada Ayah Bunda. Abang Gandy pun merasa begitu.

"Kira-kira apa yang bakal dilakuin Ayah Bunda pas pulang?" Aku melihat bang Gandy yang tengah sibuk mencari sesuatu dalam tasnya.

"Dimarahin pasti." Abang masih sangat sibuk.

"Itu mah pasti. Lo lagi apa sih, bang?" Tanyaku penasaran dengan kegiatan abang.

"Ini, nyari kertas ulangan." Jawabnya singkat. "NAH INI DIA. UHUYYYY!" Abang Gandy melompat-lompat kegirangan.

"Oh... nilai lu yang dapet 98 itu?"

"Iyaa jirr. Kalo ada ini Ayah Bunda pasti gak akan marah." Abang terlihat sangat semangat.

"Yakin?" Jujur aku tidak yakin dengan ucapan abang.

"Yakin se-ra-tus per-sen. Kak Tama juga bakal baik-baik aja malam ini." Ucap abang yakin.

Aku hanya tersenyum melihat bang Gandy yang begitu senang dengan nilainya. Itu adalah nilai paling tinggi yang pernah ia dapatkan. Ayah dan Bunda selalu menuntut bang Gandy dalam nilai. Makanya kembaranku itu sangat amat senang ketika mendapat nilai yang tinggi.

"AAAAAA!!"
"AYAHH!!! MAAAFF!!!"

Itu suara kak Tama. Ada apa ini? Aku dan bang Gandy langsung keluar kamar untuk memastikan kak Tama.

Aku sangat terkejut melihat kak Tama yang sudah tidak menggunakan baju atasannya. Ia terduduk dan Ayah ada disana. Ayah memegang sabuk dan mencabuknya ke tubuh kak Tama.

CTASSS

"AAAAAKH. Ayah ampun..." kak Tama berteriak lirih. Rasanya sakit sekali melihat kak Tama seperti itu.

"AYAHHH STOPP!!!" Aku terkejut ketika melihat Gandy yang sudah berada disamping Ayah.

"Ayah lihat abang. Abang dapet nilai 98 ulangan matematika hari ini." Abang Gandy tersenyum getir sambil mengangkat kertas ulangannya.

"Bagus. Seharusnya kamu dari dulu seperti ini. Pastikan ulangan besok harus dapat 100." Ayah mengambil kertas ulangan abang dan melihatnya.

CTASSS

"AKHH." Teriak kak Tama ketika kembali mendapat cambukkan dari Ayah.

"Ayah, cukup. Abang udah dapet nilai tinggi. Jadi jangan sakitin kak Tama lagi." Abang memohon.

Aku tidak sanggup melihat itu. Aku langsung turun dan memohon seperti Abang.

"Ayah ngelakuin ini karena kakak kamu ini gak becus!"

CTASSS

"Ayah... sakit..." kak Tama kembali meringis.

"Kak Tama gak salah, Ayah. Kak Tama tadi berantem karena ngelindungin Pram." Aku memeluk kaki Ayah memohon agar ikut pinggang itu tidak melukai punggung kak Tama lagi.

"Gak dengan harus berantem. Sampai bikin anak orang masuk rumah sakit. Harusnya dia gak ninggalin kamu dan antar kamu sampai kelas supaya kalian gak kena masalah!" Ayah kembali melayangkan cambukannya.

CTASSS

"Akh..." lirih kak Tama.

Aku langsung memeluk tubuh kak Tama dari belakang disusul oleh bang Gandy yang ikut melindungi kak Tama.

"Ayah kalo mau sakitin kak Tama, sakitin aku juga. Yang salah aku bukan kak Tama." Aku merasakan isakan dari kak Tama yang tertahan.

"Sudah cukup dramanya. Sekarang pergi ke kamar!" Bunda tiba-tiba datang dan memberi kami perintah.

Keluarga PraharaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang