Chapter 15

280 23 12
                                        

Beberapa hari telah berlalu, luka Hyunjae sudah sembilan puluh lima persen terbilang sembuh. Aktivitas yang ia lakukan selama beberapa hari ini yakni, kalau tidak berdiam diri dikamar, ia akan berjalan jalan ditemani Chanhee untuk melihat lihat Mansion Juyeon yang besarnya dua kali lipat dari rumah besar nan megah milik mendiang Kakeknya yang ada di Hongkong. Rumahnya yang disini-seoul-juga besar namun tidak sebesar rumah mendiang Kakeknya.

Jadi Mansion Juyeon benar benar besar sekaligus mewah.

Menurut Hyunjae sih cukup gila. Ia memang sudah tahu mengenai fakta bahwa Juyeon salah satu orang kaya raya dikorea. Akan tetapi ia baru tahu kalau ternyata Juyeon sekaya raya ini. Itu baru huniannya saja, bagaimana dengan aset asetnya coba? Apa setara dengan milik mendiang Kakeknya atau mungkin melebihi?

Entahlah Hyunjae tidak tahu dan tidak ingin tahu jawabannya. Sebab ia merasa bahwa memiliki harta berlimpah itu tidak ada arti baginya jika ia harus kehilangan orang orang yang disayangi. Karna faktanya sekarang ia hanya tinggal sebatang kara didunia ini. Orang orang terkasihnya sudah pergi meninggalkannya. Bukan karna takdir, melainkan karna nyawa mereka direnggut paksa oleh orang lain.

Jika mengingat hal tersebut Hyunjae pasti ingin menangis sejadi jadinya. Tetapi ia selalu berusaha menguatkan diri agar bisa menerima kenyataan kejam yang sedang menimpanya saat ini.

Pasalnya semua ini belum berakhir, ia harus menjalankan misi balas dendamnya bersama Juyeon. Yaitu, membunuh Jaehyun dan juga Andrew aka Taeyong. Maka dari itu ia harus tegar dan kuat.

Ngomong ngomong tentang Juyeon, beberapa hari ini Hyunjae seberusaha keras menghindari Juyeon bila atau tanpa sengaja mereka berdua berada diarea yang sama dengan orang lain juga. Hyunjae tidak mau Juyeon melakukan skinship terhadapnya didepan umum. Di depan orang orang yang tinggal dirumah ini, seperti pagi diwaktu itu.

Jujur saja hingga sekarang ia masih merasa malu bukan kepalang bila mengingat peristiwa pagi itu. Bersikap was was adalah pilihan yang tepat setiap kali Juyeon dekat dengannya didepan orang orang.

Saat ini Hyunjae sedang merapikan pakaiannya didepan cermin full body. Ia baru saja selesai mandi. Ditengah acaranya tersebut tiba tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar. Bukan, ini bukan kamarnya tetapi kamar milik Juyeon. Dan sosok Chanhee lah pelakunya. Sontak Hyunjae menoleh.

"Chanhee-sshi?"

"Boleh aku masuk?" Tanya lelaki berparas manis itu lebih dulu. Tetap berlaku sopan.

"Hm, tentu saja. Masuklah Chanhee-sshi" jawab sekaligus angguk Hyunjae.

Sudah beberapa hari berlalu dan mereka berdua cukup sering bersama, jadi Hyunjae tidak lagi merasa cukup asing dengan Chanhee. Bisa dibilang mereka sudah cukup dekat walau tidak terlalu.

"Bagaimana keadaan tanganmu? Apa sudah baik baik saja?"

"Seperti yang kau lihat, tanganku sudah baik baik saja" Hyunjae menunjukkan pergelangan tangannya kepada Chanhee. Chanhee tersenyum lega melihatnya, tangan Hyunjae sudah jauh lebih membaik. Bahkan lukanya sudah terlihat kering dan menutup. Tidak lagi dibalut perban.

"Syukurlah. Kalau begitu, kurasa hari ini kita bisa memulai misi untukmu" ujar Chanhee ambigu, lantas membuat Hyunjae mengerutkan dahi.

"Misi?"

Chanhee menganggukkan kepala sembari tersenyum cukup misterius. Semakin mengerut lah dahi Hyunjae.

"Hm, misi. Akan tetapi sebelum itu, sebaiknya kau mengisi tenagamu lebih dulu. Ayo, turun ke bawah. Sarapan untukmu sudah selesai disajikan" titah Chanhee. Meski bingung Hyunjae mengikuti lelaki berparas manis itu.





The Revenge [JUMIL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang