-%-
.
.
.
Setelah beberapa jam latihan dan obrolan seru, Shera merasa sudah cukup untuk hari itu. Meskipun suasana terasa ringan dan menyenangkan, tubuhnya mulai terasa lelah, dan dia merasa waktunya untuk pulang.
"Eh, guys, gue harus pulang nih," kata Shera sambil mengelap keringat di dahinya. "Hari ini seru banget, makasih ya, udah ngajarin gue!"
Mahesa yang sedang duduk di sebelahnya langsung menatapnya dengan senyum. "Lo pasti bakal makin jago, Shera. Kita bisa lanjut latihan kapan-kapan, ya?"
Shera tersenyum lebar. "Iya, pasti! Gue pengen banget bisa lebih jago, apalagi kalau ada lo yang ngajarin."
Ezekiel yang duduk di dekat mereka juga ikut menimpali. "Ayo, Shera, jangan lupa latihan sendiri juga. Kalau butuh bantuan, lo bisa hubungin gue juga, ya. Gue kan siap jadi pelatih pribadi lo!"
Shera tertawa ringan mendengar candaan Ezekiel. "Pasti deh, kiel. Nanti kalau butuh superhero skateboard, gue kontak lo!" jawabnya dengan senyum naka
Mahesa dan Shera saling berpandangan sejenak, sebelum Shera mengambil keputusan untuk mengakhiri pertemuan mereka hari itu. "Oke, kalau gitu gue pamit pulang, ya," kata Shera sambil menyiapkan skateboard-nya.
"Tunggu dulu!" Ezekiel tiba-tiba berkata, "Sebelum lo pergi, kita tukeran nomor handphone, biar kita bisa keep in touch."
Shera sedikit terkejut, tetapi merasa itu ide yang bagus. "Oh iya, bener juga. Gue juga mau sering latihan sama kalian, jadi harus ada cara biar gampang ngobrol," katanya sambil tersenyum.
Mahesa yang sudah siap dengan ponselnya segera membuka kontak. "Yuk, gue mulai duluan," katanya sambil menambahkan nomor Shera di ponselnya. "Udah, gue simpen. Sekarang giliran lo, kiel."
Ezekiel langsung menyerahkan ponselnya ke Shera dengan gaya santai. "Ayo, Shera, nomor gue pasti gampang diingat. Jangan khawatir, lo bisa langsung call kalau butuh bantuan." Dia melemparkan senyum percaya diri sambil menunggu Shera menambahkan nomornya.
Shera tersenyum sambil mengetikkan nomornya di ponsel Ezekiel. "Oke, udah, gue simpan. Semoga nanti nggak kebingungan ya, siapa yang bisa bantu gue, Mahesa atau kiel," katanya dengan sedikit godaan, membuat Ezekiel tertawa geli.
Mahesa hanya bisa tersenyum sambil menggelengkan kepala. "Kamu berdua nih, nggak pernah bisa serius, ya?" ujarnya sambil menatap mereka berdua. Tapi dalam hatinya, ia merasa senang melihat Shera semakin nyaman.
Setelah bertukar nomor, Shera mulai melangkah mundur, siap untuk pulang. "Oke, gue bener-bener harus pergi sekarang. Thanks again, ya, guys. Semoga kita bisa latihan lagi segera."
Ezekiel melambai dengan berlebihan. "Gue tunggu latihan berikutnya, Shera! Jangan sampe kabur dari gue, ya!" katanya sambil tersenyum lebar.
Mahesa juga melambai dengan senyuman. "Hati-hati di jalan, Shera. Kita latihan lagi, ya?"
Shera tersenyum lebar dan mengangguk. "Iya, pasti. Sampai ketemu lagi, guys!" jawabnya, lalu berjalan menuju pintu taman, meninggalkan Mahesa dan Ezekiel yang masih berdiri di tempat, saling berbalas pandangan.
Ketika Shera sudah semakin jauh, Mahesa menghela napas panjang, merasa ada sesuatu yang sedikit berbeda sekarang. Tentu, Ezekiel mungkin hanya ingin menggoda dan bermain-main, tetapi ia tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa Shera mulai menjadi bagian yang penting dalam hidupnya. Dan mungkin, dengan pertukaran nomor handphone itu, semuanya akan semakin mendekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
So Why You Love Me?
Teen Fictiondi mana skateboard beradu dengan perasaan, cinta meluncur lebih cepat dari skateboard di lapangan, dan hati bisa crash lebih keras daripada jatuh dari papan! 🛹 manusia memiliki hati dan perasaan, meski wujud mereka berbeda-beda. Namun, sering kali...