-%-
.
.
.
Setelah makan di kafe, ketiganya beranjak pergi. Hari sudah mulai petang, dan langit yang tadinya cerah kini dihiasi dengan semburat jingga. Mereka berjalan menuju tempat parkir, bercanda ria tentang berbagai hal, namun ada perasaan yang mengganjal di hati Mahesa. Ia merasa semakin terbebani dengan taruhan yang ia buat, namun di sisi lain, ia juga tidak ingin menghancurkan hubungan baik ini.
Shera mengajaknya untuk berlatih lagi esok hari. "Kita lanjut latihan lagi besok, Hesa? Gue makin penasaran pengen bisa lebih jago."
Mahesa tersenyum tipis. "Tentu aja. Gue bakal siapin waktunya."
Keyra yang mendengar itu ikut menimpali, "Gue cuma nunggu waktu kapan lo berdua jadi jagoan, baru deh gue bisa bangga sama kalian."
Mereka tertawa bersama, namun Mahesa merasa semakin sulit untuk menjaga jarak. Senyum Shera, tawa ceria Keyra, dan semangat Shera yang tidak pernah padam membuat hatinya semakin goyah. Sesampainya di tempat parkir, Mahesa berpamitan, meski dalam hatinya ada rasa gelisah yang semakin menguasai dirinya.
Kali ini, Shera datang dengan niat yang lebih serius untuk belajar. Setelah beberapa jam berlatih, mereka berdua tampak semakin akrab, seolah sudah lama saling mengenal. Keyra yang selalu ceria, bahkan hampir tidak bisa berhenti tertawa melihat kelakuan mereka yang penuh semangat meskipun ada saja kekocakan yang terjadi. Mereka bercanda, berusaha dan belajar, sementara Mahesa semakin merasa bahwa ia tidak hanya mengajarkan Shera tentang skateboard, tetapi juga semakin tertarik dengan kepribadian gadis itu.
Ketika mereka duduk di bangku taman setelah latihan, Mahesa mulai merasa lebih nyaman dengan kehadiran Shera. Ia tidak tahu mengapa, tapi Shera memiliki cara yang membuatnya merasa ringan dan bahagia hanya dengan keberadaannya. Shera tampak begitu polos, tanpa beban, dan penuh rasa terima kasih setiap kali Mahesa membantunya berdiri lagi di atas skateboard.
"Shera, lo tuh sebenernya nggak sekaku yang gue kira," ujar Mahesa, dengan sedikit canda. "Lo malah lebih jago dari yang gue bayangin."
Shera tertawa kecil. "Ya gimana lagi, Hesa, kalau lo ngajarin gue dengan sabar kayak gini, nggak mungkin nggak jago," jawabnya dengan senyum yang tulus.
Saat suasana semakin akrab, dan keduanya tengah menikmati obrolan ringan di bangku taman, tiba-tiba langkah cepat terdengar mendekat. Mahesa yang tengah asyik berbicara dengan Shera menoleh,
dan tiba-tiba muncul sosok Ezekiel, teman dekatnya yang biasanya tidak pernah ketinggalan dalam hal apapun. Ezekiel selalu punya cara untuk menarik perhatian, terutama ketika dia merasa ada tantangan di depannya.
"Eyy, Mahesa! Gue kira lo udah cabut, nih!" seru Ezekiel dengan nada tinggi, seolah baru saja menemukan Mahesa setelah lama mencari. Namun, pandangannya langsung tertuju pada Shera. Matanya menyipit, seolah berpikir keras tentang sesuatu yang sudah dipikirkannya.
Mahesa merasa sedikit cemas, karena ia tahu Ezekiel pasti datang bukan tanpa alasan. Sejak beberapa hari lalu, Ezekiel sudah menggodanya tentang Shera. Tapi Mahesa merasa nyaman dengan situasi saat ini dan tak ingin ada yang merusaknya.
"Lo ngapain di sini, kiel?" tanya Mahesa dengan suara datar, mencoba menjaga ketenangan.
Ezekiel tidak langsung menjawab, melainkan mendekat ke arah Shera dengan senyuman lebar yang tidak begitu tulus.
"Halo, Shera! akhirnya bisa ketemu lo. Gue dengar dari Mahesa, lo lagi belajar skateboard, ya? Keren banget, sih !"
"lo liat gue?" Shera menatap Ezekiel
KAMU SEDANG MEMBACA
So Why You Love Me?
Fiksi Remajadi mana skateboard beradu dengan perasaan, cinta meluncur lebih cepat dari skateboard di lapangan, dan hati bisa crash lebih keras daripada jatuh dari papan! 🛹 manusia memiliki hati dan perasaan, meski wujud mereka berbeda-beda. Namun, sering kali...