%
Shera berdiri terpaku di tengah taman, di depan Mahesa yang kini tampak penuh penyesalan. Air matanya mengalir tanpa henti, dadanya terasa sesak, seolah-olah dunia di sekitarnya telah runtuh. Perasaan sakit dan kecewa bercampur menjadi satu, meluap seperti air bah yang tak terbendung lagi.
Dengan suara yang pecah, Shera akhirnya bertanya, "Jad kenapai lo cinta sama gue , Mahesa? lo bilang lo cinta ... tapi lo ? jatuh cinta sama orang lain. apa arti kata-kata itu sebenarnya?"
Mahesa terdiam, seperti tertelan oleh rasa bersalah yang begitu dalam. Ia membuka mulutnya, ingin menjawab, tapi kata-katanya terhenti di tenggorokan. Ia tahu bahwa apa pun yang ia katakan sekarang tidak akan mengubah apa yang telah terjadi, dan mungkin hanya akan membuat Shera semakin terluka.
Namun, Shera tidak berhenti di situ. Ia melanjutkan dengan suara yang bergetar penuh emosi, "gue bodoh banget ya? , gue kok bisa percaya sama setiap kata-kata lo . lo gantungkan harapan gue sama janji-janji yang lo buat, gue bahkan gak bisa hapus nomor lo di handphone gue. Setiap kali gue mau ngelupain lo , ada sesuatu yang menahan. Apa lo bakal baik-baik aja tanpa gue ? Apa lo bahkan mikirin gue?"
Mahesa merasakan hatinya hancur mendengar itu. Ia ingin melangkah maju, ingin menyentuh Shera, namun ia tahu bahwa sentuhannya tidak lagi diinginkan.
suasana di antara mereka semakin hening, hanya ada suara angin yang berhembus lembut di taman itu. Shera menatap Mahesa untuk terakhir kalinya dengan mata yang dipenuhi air mata. "gue bakal baik-baik aja. "
Dengan langkah berat, Shera berbalik dan pergi, meninggalkan Mahesa yang terdiam dalam keheningan. Ia tidak menoleh lagi, meskipun hatinya terasa begitu berat. Ia tahu, tidak ada lagi yang bisa dikatakan atau dilakukan untuk memperbaiki semuanya.
Dan kali ini, Shera berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan belajar untuk melepaskan. Bahwa ia tidak akan lagi membiarkan dirinya terperangkap dalam bayangan cinta yang semu. Ia harus menemukan kembali kebahagiaannya, meskipun butuh waktu dan air mata.
Sementara itu, Mahesa hanya bisa berdiri di sana, menyesali keputusan-keputusannya yang membuatnya kehilangan gadis yang benar-benar mencintainya. Tapi ia tahu, beberapa luka tidak bisa disembuhkan hanya dengan permintaan maaf, dan beberapa kesalahan tidak bisa diperbaiki hanya dengan penyesalan.
shera beranjak pergi meninggalkan mahesa yang berakhir diam terpatung ia mengambil skateboardnya di loker , memainkan di arena dengan penuh emosi dan rasa kekecewaan
Namun hari itu, dunia Shera seakan runtuh seketika.
Saat Shera pulang dari arena skateboard, rumah Shera malam itu berubah menjadi medan perang. Suara teriakan, piring pecah, dan hentakan kaki memenuhi ruang keluarga. Shera berdiri di ujung tangga, menyaksikan kedua orang tuanya saling berteriak tanpa henti.
"Aku tahu kamu selingkuh! Semua bukti ada di tanganku!" teriak ibunya dengan air mata yang mengalir deras. Ponsel di tangan ibu Shera menampilkan pesan-pesan yang mengguncang hati, bukti perselingkuhan ayahnya yang tak bisa lagi dibantah.
Ayah Shera menatap ponsel itu dengan penuh jijik dan kebencian. "Selingkuh? Itu bukan selingkuh, itu cuma caraku bertahan dari hidup yang penuh dengan tekanan darimu!" bentaknya dengan amarah yang membakar. "kamu selalu mengekang ! kamu nggak pernah mengerti !"
Ayah Shera melangkah maju dengan tatapan marah, kemudian ia menghentikan langkahnya sejenak, mengalihkan pandangannya ke Shera yang berdiri terpaku di pojok ruangan. Wajahnya tiba-tiba berubah tajam, seolah ada sesuatu yang telah lama terkubur yang akhirnya meledak keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
So Why You Love Me?
Teen Fictiondi mana skateboard beradu dengan perasaan, cinta meluncur lebih cepat dari skateboard di lapangan, dan hati bisa crash lebih keras daripada jatuh dari papan! 🛹 manusia memiliki hati dan perasaan, meski wujud mereka berbeda-beda. Namun, sering kali...