° BAB 12 | DETIK-DETIK KEKACAUAN!

22 14 0
                                    

Halo, Gurls ... semakin hari semakin dekat sama DL huhu^^

Jumat, 08 November 2024.

Sambutan suara burung hantu dan beberapa suara khas itu, terdengar menusuk gendang telinga mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sambutan suara burung hantu dan beberapa suara khas itu, terdengar menusuk gendang telinga mereka. Ya, kali ini mereka berada di salah satu hutan yang tidak jauh dari permukiman warga.

Di depan hutan itu gelapnya pekat, seolah menelan cahaya bulan. Suara-suara samar terdengar dari dalam, seperti bisikan yang tak wajar. Bulu kuduk tiba-tiba berdiri.

Saat melangkah masuk, udara semakin dingin, menusuk tulang. Bahkan merasa ada yang mengawasi dari balik pepohonan, sosok yang tak terlihat namun jelas terasa. Lalu, suara tawa kecil terdengar—cekikikan lirih yang membuat napas tercekat.

“Mas? Suara,” ucap Elfesya.

Ndak usah panik, jangan bengong ya. Anggap saja suaranya ndak ada,” jawab Danar.

Elfesya memeluk tangan Danar, begitu juga dengan Callie. Gadis itu menggandeng tangan Madhava kuat-kuat. Rasa penyesalan jelas ada, seharusnya mereka tidak ikut kegiatan ini. Belum ada tanda-tanda akan ada banyak anak-anak didik Merpati Putih.

Belva? Ia berjalan santai tanpa memikirkan apa pun. Namun, Kalingga semakin menyadari bahwa perempuan itu tidak seperti biasanya. Akhirnya Kalingga berjalan beriringan dengan Belva.

“Mbak? Jangan kosong pikirannya,” ucap Kalingga.

“Iya, Mas. Enggak kok,” jawab Belva lembut.

Tanpa ada yang menyadari, bahwa mereka memang sedang ada yang mengawasi. Perlu diingat, bukan manusia tetapi beberapa makhluk tak kasat mata.

‘Banyak yang datang, tolong jangan ganggu kami. Kami hanya ingin melakukan sesuatu yang positif,’  batin Manggala. Ya! Rupanya laki-laki itu menyadari hal tersebut, rasanya sedikit khawatir sebab dirinya membawa anak kota untuk penelusuran di tempat seperti yang sekarang mereka pijak.

“Sebentar lagi sampai di titik kumpul sama anak-anak,” ucap Caraka.

Hawa semakin mencekam, Belva lagi-lagi hanya diam. Ia tidak tahu, apa yang sedang terjadi dengannya. Mengapa rasanya berat? Itu yang dirasakan gadis itu. Sesekali ingin memfokuskan diri, agar tidak terjadi apa-apa. Namun, perhatiannya selalu teralihkan oleh hal-hal yang ia pun tidak memahaminya.

Tuk!

Semuanya menoleh ke arah Belva. Gadis itu terperanjat kaget, ia tidak sengaja menendang sebuah kendi tanah liat di sekitar pohon besar. Seperti sesajen untuk pesugihan. Kembang setaman dan air kelapa hijau yang terlihat di depan pohon itu.

CANDRAMAYA DANURDARA || Kisah Ing Tanah JawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang