🐚
Yayat kembali menghampiri Helia yang sedang menatap derasnya hujan di luar lewat jendela toko yang teramat besar. Secangkir coklat hangat, dan sebuah roti isi selai sarikaya disuguhkan di hadapan Helia. "Eh?"
"Ini buat lu, Hel. Biar gak bosan liatin jendela mulu."
"Makasih loh Yat." Yayat cuma tersenyum tipis, dan menempatkan badannya di kursi kembali. "Hindia itu gak suka hujan." ujarnya.
"Maksudnya? Karena hujan datengnya keroyokan?" tanya Helia. Keduanya tertawa jenaka.
"Bukan. Bukan begitu. Hindia itu punya trauma juga terhadap suara hujan, apalagi petir,"
"Setiap kali hujan turun, disertai petir misalnya, dia akan pergi ngumpet dimanapun ia bisa. Contohnya di balik selimut, atau kalau lagi di sekolah, dia akan ke ruang tanpa cahaya. Ya minimal tidak terdengar suara gelegar petir."
"Kenapa begitu?" Helia menyeruput coklat panas.
"Waktu ayahnya memarahinya akibat dia gak sengaja mecahin piala juara 1 Kak Kafi, itu kejadiannya tepat saat hujan badai. Hindia yang masih lemah kala itu, hanya bisa menerima pukulan-pukulan dari ayahnya, hingga di seret ke ruangan bawah tanah. Di kunci disana seharian penuh sampai badai selesai." jelas Yayat.
"Kok lu bisa tau?" Itu yang membuat Helia heran. Yayat bisa tau, asalnya darimana.
"Ketika kami sangat dekat, namun mendadak Hindia hilang. Gua segera mencarinya kemana-mana. Tapi yang gua temuin hanya Kak Kafi seorang. Maka Kak Kafi bercerita soal Hindia, cukup banyak." jawab Yayat pelan. Memorinya memutar momen masa awal masuk sekolah tahun lalu.
"Hel, Hindia itu tidak terlihat seperti badannya yang berisi saat ini. Hati kecilnya tersilet sangat banyak. Jiwa terpukul berbekas biru. Makanya Hindia itu butuh pertolongan dan uluran tangan yang tepat. Namun, gua gagal, gua hanya bisa jadi temannya aja." Yayat mulai sedih. Dirinya mengingat momen-momen indah bersama teman sebangku, teman baiknya itu.
Helia setuju dengan ucapan Yayat, bahwa Hindia butuh tangan yang menariknya dari dasar jurang hitam.
"Tapi sekarang, Hindia dimana ya?"
Keduanya saling tatap. Diam menyeruak. Yayat menggedikkan bahunya.
🐚
"Lu haus gak?" Helia menjulurkan segelas air sirop merah kepada Naya yang masih duduk sambil asik memakan keripik kentang. "Wiih, makasih loh." Naya menerimanya.
"Jadi, menurut gua, Hindia akan tetap bersama luka-lukanya sampai dia menjadi orang. Bersama trauma-traumanya, dengan bekas lebam di tubuhnya." ujar Naya, dia berhenti makan.
Helia mengangguk. "Pernah gak sih ada orang yang ngasih saran ke Hindia, sebaiknya gimana gitu?"
"Hel, gak pernah ada orang lain yang peduli dengan Hindia. Bahkan Pak Ber sekalipun di sekolah. Makanya siapa yang mau kasih dia saran. Gua dan Yayat hanya bisa berusaha membuatnya tertawa, mungkin itu akan lebih baik." Naya mengangkat kedua tangannya sebahu, isyarat perkataan 'mungkin'.
KAMU SEDANG MEMBACA
Samudra Hindia
General Fiction⚠️REVISI PAS KELAR⚠️ . • TOP 1 #Helium : 28 - 10 - 24 • TOP 1 #Beteradiksiwriter : 31 - 10 - 24 • TOP 3 #Disorder : 15 - 11 - 24 • TOP 7 #Bunuhdiri : 10 - 11 - 24 • TOP 9 #Kesehatanmental : 21 - 11 - 24 🐚 Pernah kau bayangkan jika saling-saling da...