🐚Bab 9

7 2 0
                                    

🐚

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🐚

Kalau bukan karena surat rekomendasi dokter keluarganya, Nia tidak akan duduk di bangku biru di sebuah ruangan besar, tempat berkumpulnya komunitas penyintas kesehatan mental sore ini.

Dengan jari tangan yang saling bermain satu sama lain, Nia tampak gugup di pertemuan perdananya bergabung ke Hopes Club.

Bangku-bangku biru di hadapannya, di sampingnya juga, dibentuk melingkar, namun belum ada yang mendudukinya. Sepertinya Nia terlalu cepat untuk datang. Sekeliling dinding ruangan dipasangi cermin-cermin besar, tampak memperluas ruangan dengan lantai vinil kayu mahoni, serta penerangan dari lampu neon putih.

Seseorang memasuki ruangan. Langkah kakinya terdengar keras dari arah pintu masuk di belakang Nia.

Seseorang dengan jaket hoodie abu-abu dengan kepalanya yang ditutupi jubah jaket, duduk di sebrang Nia.

Disusul beberapa orang yang lebih tampak dewasa dari Nia, masuk dan duduk di bangku-bangku biru itu. Nia memperhatikan tiap-tiap wajah mereka. Kecuali orang dengan jaket abu-abu itu, tidak mau memperlihatkan wajahnya.

Rasanya hanya dia, seorang anak SMP yang datang ke komunitas itu hari ini.

Kemudian, seorang konselor masuk, dan duduk di bangku biru terakhir, di dekat orang berjaket abu-abu itu. Konselor perempuan yang terlihat sudah berumur tua, mungkin sekitar empat puluh lima tahun, dengan kemeja coklat, celana bahan hitam, serta rambut panjangnya yang diikat.

"Selamat sore semuanya. Selamat datang, dan datang kembali di komunitas rehabilitas ini." ucap konselor itu.

"Kali ini, Miss Niki akan memperkenalkan dua anggota baru kita, yang pastinya akan berbagi cerita hidup kepada kita semua."

"Yang pertama, silakan Vania." ujar Miss Niki. Nia berdiri, memperkenalkan dirinya.

"Hallo semuanya," sapa Nia. Dibalas sapa oleh seluruh anggota komunitas. "Perkenalkan, nama saya Vania Sarasvati, biasa dipanggil Nia, berusia empat belas tahun, dari timur kota." Nia duduk kembali, dirasa cukup.

Miss Niki mengembangkan senyum. "Terimakasih Nia. Nia ini masih belia, namun rupanya perlu bimbingan konseling akan hidupnya, bukan begitu Nia?"

Nia mengangguk. "Iya, Miss Niki. Saya harap, kita bisa saling menghargai satu sama lain. Memberikan kontribusi aktif dan solusi baik ke sesama."

Semuanya mengapresiasi perkataan Nia. Tepuk tangan bergema. "Satu lagi, anggota baru kita. Silakan, Hindia."

Orang dengan jaket abu-abu itu bangkit dari duduknya, melepas kudung kepalanya. Nia melirik tajam ke arahnya, betapa terkejutnya dia melihat teman satu sekolah nya juga ikut komunitas rehab.

"Hallo semua!"

"Perkenalkan saya, Adikara Hindia, masih belia juga, lima belas tahun. Bersekolah di SMP Atmajaya, dari timur kota. Terimakasih."

Samudra HindiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang