Dua kakak beradik tidak satu rahim itu cukup lama melepas rindu, sampai akhirnya rasa kantuk menyerang mengalahkan seruan panggilan dalam perut meminta untuk di isi.
Dita sudah merebahkan diri di atas kasur empuknya dengan dibiarkannya Andra duduk bersandar di sisi ranjang dekat kepalanya, menemani dirinya sebelum benar-benar terlelap.
"Beneran gak mau makan dulu nih?" Tanya Andra mengingat kata teman berprofesi juru koki, kalau Dita pulang belum sempat diberi makan. Kata Varro, tadi Dita ingin makan bersama Thio yang gadis itu ketahui masih menginap di sana. Tapi sekarang Andra sudah kembali, berarti Thio sudah dipastikan pulang ke rumah asalnya. Karena dari tadi siang sampai malam ini, pria itu belum juga datang.
Dita menggeleng lemah, kedua netranya sudah ia pejam dengan tangan setia menggenggam telapak tangan kanan sang kakak. Sifat manja yang akan ditunjukkan ketika sedang merasa sedih. Meski cukup merepotkan tapi Andra menyukainya, karena hanya Dita yang dia punya di dunia ini.
"Mau langsung tidur." Dengan tubuh sudah tidur menyamping, dihadapkan ke arah dimana ada Andra ia menggerakkan sedikit kepala guna mencari posisi nyaman untuk mengantarkan dirinya ke alam mimpi.
Andra mengangguk menanggapi ia tersenyum kecil melihat sang adik yang mulai tertidur. Tangan kirinya tidak tinggal diam. Ia gunakan mengelus kepala Dita, membantunya untuk cepat terlelap.
Selama beberapa puluh menit Andra terdiam dengan mengeloni sang adik. Pikiran tidak berhenti bekerja. Ia terus mencari tahu penyebab adiknya mengucap kata itu lagi setelah tiga tahun tidak didengar. Apalagi gadis itu kembali mengigau. Andra tidak tega jika benar sang adik belum berhenti memimpikan peristiwa sepuluh tahun yang lalu.
"Kamu gak melanggar peraturan abang kan, Din? Abang gak tahan kalau trauma itu muncul lagi. Abang gak mau kamu terus terjerat dalam ruang gelap."
Andra menatap sendu sisi samping wajah adiknya yang terpejam cantik. Bayangan mimik kesedihan sang adik dengan suasana mencekam mendukung kejadian kala itu muncul saat ia mengutarakan kegundahan hatinya. Kakak mana yang berani melihat adik yang dia kenal sangat lugu, manis, lucu, penurut, dan tidak banyak mau, harus merasakan kesakitan amat dalam karena perkataan orang yang sangat dia kenal sukses menyayat hati bersihnya. Ditambah wanita yang melahirkannya tidak terselamatkan gara-gara menyelamatkan orang tersebut.
Gadis kecil yang malang...Tentu saja, sebagai Abang, Andra benar-benar tidak akan mengampuni siapa pun jika benar ada yang berani membuat adiknya kembali merasakan kepahitan akan masa lalunya.
Dirasa sudah lelap, Andra menarik tangan kanannya pelan-pelan agar tidak mengganggu tidur sang adik. Mengingat gadis itu mudah sekali terbangun. Ia sampai menahan nafasnya, agar tidak sampai terdengar oleh telinga adiknya. Usaha demi usaha tidak sia-sia. Andra berhasil melepas diri dari kaitan sang adik. Ia segera pergi ke kamarnya dan segera menghubungi adik sepupu untuk menanyakan apa saja yang terjadi selama dirinya pergi.
"Halo Yon." Suaranya terasa menuntut.
"Ya, bang?"
"Gimana Dita selama di sekolah empat hari belakangan?"
"Uhm, gua liat dia agak frustrasi. Dilihat tahun pembelajarannya, dia lagi diserbu banyak tugas bang."
"Pembelajaran?" Andra langsung mengecek kalender pada bulan sebelumnya, menghitung masa-masa ulangan atau masuk kelas Dita sampai ke hari ini.
"Iya juga, dikit lagi dia disibukkan sama ujian umum dan ujian praktek."
"Iya bang. Kenapa emangnya?"
"Gua mau tanya, kata lo, Dita mimpi hal yang sama lagi."
"Ah iya benar. Mungkin karena kelelahan kali ya bang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
WindLife
RandomMereka tidak menerimamu, mungkin aku juga akan begitu kalau saja tidak menaruh hatiku padamu. Sayangnya, hati ini sudah terlalu jatuh dan perlu perjuangan untuk keluar dari sana. • • • Kalau aku tidak bertemu dan jatuh kepadamu, mungkin semua ini t...