"Aku berangkat bang," ucap Dita sambil menaikkan tas gembloknya melirik sang kakak yang diam dengan wajah dinginnya.
Andra menoleh dan tersenyum manis, "hm, nanti pulang Abang jemput."
"Ha?" Dita yang hendak pergi dibuat berhenti karena penuturan sang kakak yang terdengar aneh di telinganya.
"Nanti abang jemput. Atau mau di tungguin sampe jam pulang hum?" Ia menatap kedua manik adiknya terasa mengintimidasi tidak dihiraukan Dita. Karena gadis itu tau kalau sebenarnya Andra memandangnya biasa saja. Tapi pandangan biasa itu terlihat menuntut bagi orang yang tidak mengetahuinya.
"Ih ngapain? Emang abang gak kerja??" Pertanyaan yang sedari tadi ditahan ketika Andra berujar akan menjemput dirinya.
Andra mengalihkan pandangannya ke depan, bersikap layaknya sedang berpikir.
"Nah kan. Kalau kerja ngapain abang nungguin? Kaya gak ada urusan penting aja!" Omel Dita.
Andra tersenyum kembali menatap Dita yang sedang menampakkan wajah kesal. Pria itu tiba-tiba mengerucutkan bibirnya, mengubah sorotan matanya menjadi sedih. Dita sampai mengernyit mendapatkan pemandangan itu. Perasaannya tidak enak.
"Abang kan udah lama gak ke sekolah kamu. Penggemar abang pasti rindu liat wajah tampan abang ini. Boleh lah biarkan abang menyapa mereka... eung??" Ungkap Andra dengan nada lucu dibuat-buat menggoda sang adik.
Benar saja. Kakaknya bertingkah lagi. Lantas Dita memutar bola matanya malas. Membuang nafas lelah.
"Apa lah abang ini... Dari mana abang tau di sekolah ku ada penggemar abang ha?? Udah lah bang sana kerja. Sibukin diri. Biar gak ada waktu buat halu!" Ujar Dita sembari membuka pintu dengan mulus tanpa ada hambatan lagi.
brak.
Andra masih dalam perannya, "Kok kamu gitu sih? Abang banyak digemari sama teman satu sekolah kamu, malah dibilang halu?"
"Bang.., aku mohon... ini masih pagi... jangan mulai." Dita memelas, kebiasaan menyebalkan sang kakak selalu berhasil membuatnya jengkel.
"Abang akan berhenti, kalau kamu bangga sama abang karena punya penggemar di sekolah mu!" Andra masih berakting, ia merajuk bersedekap dada menatap depan kaca mobil terlihat banyak orang berlalu lalang untuk segera masuk ke dalam gedung.
Dita lagi-lagi menghela nafas sampai menundukkan wajahnya yang kesal. Gadis itu bahkan masih bertengger pada jendela mobil di sisi tempat nya duduk tadi.
Andra memang pintar membuat suasana hidup dan melupakan kejadian yang lalu. Dita benar-benar terlihat menahan rasa kesalnya saat ini. Gadis itu berusaha untuk tidak berlarut dalam karakter palsu sang kakak. Dita menarik nafas dalam-dalam lalu membuangnya.
"Wah! Gak percaya aku! Ternyata wajah tampan abang ku ini nyata sampai teman-teman sekolah ku menyukainya! Aku bangga deh sama abang ku yang tampan dan mapan ini! ..... Abang senang sekarang?" Ucap Dita melototi Andra tersenyum manis paksa ia tampilkan.
Andra semula tak melihat ke arah Dita kini dengan guratan bahagia ia menoleh kepada sang adik, kedua telapak tangan sudah ia letakkan ke atas stir mobil.
"Tentu! Terima kasih atas validasi mu sayang. Kalau ada yang mau kamu titip sebelum abang datang jemput katakan saja, oke?!" Sadar sudah membuat hati sang adik geram, jadi dengan senang hati Andra menawarkan sesuatu agar adiknya tidak larut dalam kekesalan, apalagi menyangkut dirinya sendiri.
Wajah Dita berubah datar, ia melengos pergi tanpa menjawab pertanyaan sang kakak, membuat Andra berinisiatif mengeluarkan kepalanya dari dalam melalui jendela mobil sisinya dan lanjut berbicara kepada adiknya yang berjalan menuju pintu gerbang.
KAMU SEDANG MEMBACA
WindLife
DiversosMereka tidak menerimamu, mungkin aku juga akan begitu kalau saja tidak menaruh hatiku padamu. Sayangnya, hati ini sudah terlalu jatuh dan perlu perjuangan untuk keluar dari sana. • • • Kalau aku tidak bertemu dan jatuh kepadamu, mungkin semua ini t...