11. A Plan

21 3 2
                                    

AKU nggak tahu harus mulai ini darimana tapi aku beneran bersyukur banget bisa punya temen kaya kamu,” ujar Mega memulai obrolan super bahagianya di taman sekolah tempat kami menelepon Kak Nial dulu.

“Kamu kenapa emang?”

“Tahu nggak, selama aku sering main ke rumah kamu, Kak Fandi ternyata diam-diam ngulik soal Kak Nial loh, dia kayanya penasaran gitu … mungkin karena nggak ada aku yang dijahilin di rumah kali, ya. Dannnn, yang lebih amazing-nya lagi, Al ... kemarin dia beneran minta maaf ke aku. SUMPAH!!! Kamu tahu gara-gara apa?”

“Apa?”

“Dia habis nonton semmmua video Kak Nial bareng kamu. Katanya dia banyak belajar dari video Kak Nial, yang nggak pernah malu bawa kamu nyempil di temen-temennya, selalu ngajak kamu ke mana-mana, dianter ngaji, dan banyak lagi,”

“Boong?” jejalku mengerlinginya tidak percaya.

Seorang Mega dan gaya berbicara hiperbolanya adalah dua hal identik yang sulit dipisahkan. Perlu cross check berlapis-lapis jika sumber beritanya dari dia. Meskipun memang kebanyakan valid juga sih!

Dia malas mengarang kebohongan berepisode-episode katanya. Aku hanya malas ketika hiperbolanya kumat dalam memuja-muji sesuatu secara berlebihan, seperti sekarang ini.

“Astaga, seriusan. Pokoknya aku request Kak Nial buat konten sama kamu lebih banyak lagi, ya, Al, siapa tahu kakakku yang satunya lagi bisa ikutan berubah,” pintanya antusias.

Alhamdulillah, syukur sekali jika benar begitu yang terjadi. Sebuah kabar baik yang akhirnya kudengar dari Kak Fandi, sekaligus juga merubah persepsi besar dan haluanku saat ini. Ternyata ada juga manfaat channel Kak Nial kemarin, pikirku hanya akan menyampahi beranda per-youtube-an.

Sayang saja, kemungkinan besar harapan Mega tak akan terwujud kali ini, dia belum tahu bahwa peralatan syuting Kak Nial sudah hendak dijual dan channel-nya mungkin secepatnya akan dihanguskan.

Tak mungkin juga tiba-tiba nanti aku datang menghadap Kak Nial dan memintanya menjadi vlogger kembali, aku akan sangat merepotkannya lagi membeli alat-alat baru yang seharusnya memakai alat kemarin pun bisa.

Mega bercerita panjang lebar tentang kesenangannya tersebut yang mungkin bagi dia tiada taranya lagi, tak mampu dibendung. Tak ada yang sanggup kulakukan mendengar kabar membahagiakan dari sahabatku ini selain hanya mengaktifkan mode menyimakku dengan memosisikan diriku sebagai pendengar yang baik serta ikut berbahagia atas kebahagiaan Mega. Ternyata sisi happy Mega seperti ini, ya.

Sakin antuasias ceritanya, taman tersebut baru kami tinggalkan sesaat setelah bel berdering menandakan waktu istirahat telah usai. Pelajaran kami berlangsung runut melanjutkan kegiatan demi kegiatan sampai kelas hari ini berakhir.

Kulambaikan tanganku kepada Mega yang masih menunggu, kali ini dia tidak memesan gojek lagi melainkan menunggu kedatangan Kak Fandi. Dan hari ini yang menjemputku juga kebetulan bukan Kak Nial, jadilah Mega tak meminta secara langsung permintaannya istirahat tadi kepada Kak Nial.

“Kak Nial ke mana, Kak?”

“Diundang acara TV katanya. Makanya minta tolong jemput kamu,” lapor Kak Nicko sembari memastikan kiri kanan mobilnya aman untuk memutar, “Belajar apa tadi, Al?” Obrolannya dilanjutkan setelah ia merasa nyaman di kursi setirnya.

Kepalaku kuangkat hendak menjawab basa-basinya, namun sepersekian detik aku langsung tersadar kamera Kak Nicko menyala di permukaan dashboard.

“Bentar, ini Kak Iko lagi live, ya?” decitku meminta penjelasan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 27, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DZEMILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang