06.Hujan buatan adalah masa yang indah.

5 3 0
                                    

Perjalanan pulang, Vino tidak berhenti mengoceh, dia selalu bertanya-tanya hal-hal random dan siapa orang yang sempat kami temui tadi. Dengan sedikit kesal aku memutar bola mata malas, dia selalu memiliki rasa bertanya-tanya apapun yang melintas di kepalanya. Sesekali aku menjawab dan sesekali aku diamkan saja membiarkan Vino dengan kesalnya.

Sampai di depan gerbang perumahan BlauraZa, Iin memanggilku dari arah depan dengan penuh ceria di wajahnya lalu mendekat ke arahku. Aku bertanya akan kemana Iin pergi dengan sepedah motornya.

Setelah menanyakan ternyata Iin akan ke ruko membeli bahan-bahan yang di catat di lembaran yang ia bawa. "Kalau kamu dari mana?"

Aku menceritakan singkat mendapatkan respon Iin mengangguk dan apa membuatnya selalu tersenyum. Apa ada kabar gembira?
Setelah berpikir sejenak aku memutuskan untuk bertanya, "Kamu sepertinya bahagia sekali. Ada kabar apa, Iin?" Semakin melebarkan senyumannya lalu mengangguk. Iin mengalihkan pembicaraan, entah kenapa pipinya sedikit merah.

"Kamu kenapa, Iin?" suaraku sedikit geram mungkin yang di dengar Iin hingga senyumannya berhenti mendadak. "Maaf, aku tidak bermaksud," menatap lurus ke Iin memohon maaf. Aku sudah kesal hari ini, tubuhku sudah lelah, ingin secepatnya menemui kasur ku.

Sedangkan Vino, dia turun dari sepedah duluan dan masuk ke perumahan, pulang lebih dulu.

"Tenang saja, Lofi. Akan aku ceritakan besok saat kita berangkat sekolah."

Aku mengangguk lega karena Iin tidak mengambil hati mendengar ucapanku tadi. Lalu aku berpisah dengannya masuk ke gerbang perumahan dan segera pulang ke rumah.

Setelah aku sampai di rumah, Ibu langsung menyuruhku untuk segera mandi dan membersihkan rumah. Selesai mandi, aku pun mulai membereskan beberapa hal, menyapu dan merapikan ruang tamu yang agak berantakan. Ibu tampaknya cukup sibuk di dapur, sementara ayah sedang duduk santai di ruang keluarga.

Malam pun tiba dengan cepat, dan seperti biasa, aku duduk di meja belajar. Semua buku dan tugas menumpuk di depan mataku. Namun, rasanya kegiatan itu semakin membosankan. Setiap halaman yang aku buka terasa semakin berat untuk dibaca. Aku menatap jam di dinding, seakan waktu berjalan sangat lambat.

Akhirnya, aku memutuskan untuk beralih ke kasur dan bermain ponsel. Namun, tak lama kemudian, rasa bosan kembali menghampiri. Aku merasa seperti waktu terbuang begitu saja, tanpa ada yang seru atau menarik.

Dengan sedikit rasa gelisah, aku keluar dari kamar dan menuju ruang tamu. Di sana, aku melihat Ibu, Ayah, dan Vino sedang berkumpul, berbicara dengan santai. Mereka tertawa-tawa, dan suasananya terlihat hangat. Aku duduk di samping mereka, ikut mendengarkan percakapan mereka. Tak terasa, waktu sudah semakin larut malam. Aku bahkan hampir lupa bahwa seharian aku sibuk dengan kegiatan yang tidak menyenangkan, karena kini aku menikmati waktu bersama keluarga.

Setelah beberapa saat menghabiskan waktu bersama keluarga, aku kembali ke kamarku dan merasa lelah. Begitu aku berbaring di kasur, rasa kantuk datang dengan cepat. Aku menarik selimut dan dalam sekejap, tidur pun menyelimuti tubuhku. Tidur yang tenang, meskipun semalam aku merasa sedikit bosan, namun kini seolah semuanya terasa lebih baik.

Pagi pun tiba dengan cepat. Aku terbangun, masih sedikit mengantuk, tetapi segera teringat bahwa hari ini aku harus pergi sekolah. Aku bergegas bangun, mandi, dan bersiap. Setelah berpakaian, aku langsung menuju ke ruang makan, mencari sarapan.

Ketika aku keluar dari kamar, aku melihat Ibu sedang sibuk menyiapkan adik yang juga akan berangkat sekolah. Ibu tampak cekatan, memastikan semuanya siap untuk adik, mulai dari tas hingga makan pagi. Aku mencari-cari Ayah, tapi ternyata tak ada di rumah. Itu tandanya Ayah sudah berangkat kerja lebih dulu, seperti biasa.

Hujan MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang