8. My Baby

263 58 2
                                    

"Ri, sumpah deh. Gue kit heart banget sama omongan lo. Lebih tajam dari belati." Ujar Ruka sembari memegang dadanya.

Paritha merasa jengah dengan ke-lebay-an yang dilakukan oleh sang tertua, "Please Kak, udah deh jadi manusia alay-nya. Jangan diterusin. Lagian aku kan cuman memperjelas fakta yang ada."

"Ya gak usah diperjelas banget samsudin!"

"Samsudin siapa? Aku gak kenal."

"Itu, penjaga toko sebelah. Au ah, capek ngomong sama lo, Ri." Ruka memilih menyerah. Menghentikan candaannya karena diri sang adik sepupu yang terlalu polos sehingga selalu menanggapi serius jika sedang dijahili.

Ruka kembali melanjutkan aktifitasnya yang sempat tertunda tadi, yaitu menenggak susu putih yang tadi ia ambil dari dalam kulkas. Begitu juga dengan Paritha kembali melanjutkan mengambil segelas air putih untuk menuntaskan dahaga.

"Gimana Rora?"

"Masih demam, tapi udah gak setinggi tadi."

Helaan nafas lega terdengar dari ranum Ruka, "Syukurlah, tadi demam si Adek sempat naik banget soalnya. Jadi terpaksa di suntik sama Om Kevin."

Mata Paritha membelalak, sebelumnya Asa tidak menceritakan perihal ini.

Wajahnya penuh akan rasa keterkejutan, juga terselip rasa bersalah karena tidak menemani sang anak untuk mengatasi rasa takutnya.

"Gak usah khawatir. Anak lo udah ngerti banget tau, tadi dia nyuruh kami diam sambil nahan nangis karena takut kamu bangun." Ruka terkekeh ketika mengingat hal tadi. Ada rasa terharu dan bangga karena diumur Rora yang baru menginjak beberapa bulan saja, sikap dewasa bayi tersebut sudah muncul.

Paritha menatap lekat manik Ruka. Dari tatapannya gadis itu menyalurkan rasa sayang juga dorongan penuh semangat pada sang adik, "Satu hal yang gue syukurin banget selama gue hidup, meski bukan gue, tapi gue seneng banget karena lo mau ngadopsi Rora."

"Untuk urusan dokumen-dokumen nanti gue bantuin juga, jadi lo gak perlu ribet sendiri. Tenang ada gue yang jadi backing-an lo."

Paritha tersenyum haru, ia sedikit menunduk menyembunyikan air matanya yang hendak menetes, "Makasih ya Kak karena udah mau bantuin aku ngurusin Rora."

"Kayak sama siapa aja sih?! Kan Rora juga anak gue, Ri." Balas Ruka menarik Paritha ke dalam pelukannya.

"Udah sana, masuk kamar lagi. Tidur, kamu masih butuh istirahat." Sambung Ruka.

Paritha mengangguk lalu mengucapkan selamat malam pada sang kakak.

Sesampainya di kamar, Paritha tidak langsung menuruti ucapan sang kakak.

Terlebih dahulu ia memandangi wajah menggemaskan sang anak tercinta.

Mata Rora yang tertutup, dahi yang ditutupi plester, serta pipi gembulnya yang memerah karena panas yang menguar dari dalam tubuh membuat keimutan bayi mungil tersebut semakin menjadi.

Pikiran Paritha kembali teringat dengan ucapan Ruka. Ia memeriksa lengan kiri bagian atas sang anak bekas suntikan yang Ruka katakan, sedikit meringis ketika menemukan bahwa ada bengkak yang hadir dari bekas suntikan tersebut.

"Sshh, pasti sakit banget ya sayang?" Paritha segera mengambil sebuah salep yang kemudian ia oleskan pada lengan atas sang putri, "Cepat sembuh sayangnya Bunda. Bunda sayang banget sama Adek."

Berakhir dengan Paritha yang berbaring disisi sang anak sembari memeluk tubuh mungil tersebut.

Lima jam telah berlalu semenjak Paritha berlabuh ke alam mimpi yang membuainya begitu indah dan kini sepasang mata cantik tersebut telah terbuka sempurna.

My BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang