Kakek

152 11 1
                                        


Malam itu kediaman Lanhua begitu ramai. Bukan karena ada pesta, tapi karena menunggu Lanhua siuman. Setelah terkena panah beracun, gadis itu terlelap cukup lama. Sudah hampir tiga hari.

Li Lianhua masih duduk di samping ranjang putrinya. Sesekali dia akan merapikan anak rambut yang menghalangi pandangan Lanhua. Dia mengelus pipi mochi gadis itu sambil menyuruhnya bangun. Li Lianhua sudah memeriksa nadinya dengan saksama, aliran darahnya sudah bersih dari racun. Tenaga dalamnya juga masih ada di sana. Namun, kenapa dia tidak kunjung bangun?

Li Lianhua merasakan sentuhan hangat di bahunya. Saat dia menoleh, dia mendapati Di Feisheng berdiri di belakangnya. "Sudah sehari semalam kau tidak tidur, biar aku yang menjaganya malam ini."

Li Lianhua menggeleng. "Aku baru melihatnya tiga hari, tapi kau sudah ingin merebutnya dariku."

"Bukan merebut, tapi kau juga harus istirahat. Lagi pula dia sudah punya suami, biar saja suaminya yang mengurusnya," balas Di Feisheng sambil memijat kedua bahu Li Lianhua.

"Aiyoo, aku tidak tahu kalau Tuan Di pandai memijat sekarang," balas Li Lianhua sambil menikmati pijatan Di Feisheng.

"Lihat ... " ujar Li Lianhua.

"Hmm?" Di Feisheng pun mendongak.

"Putriku cantik sekali," kata Li Lianhua tak mampu menahan senyumannya.

"Putriku juga," balas Di Feisheng sambil merapikan rambut hitam Li Lianhua.

"Kalian ... " suara lirih Lanhua membuat mereka terkejut.

"Xiao Lanhua," panggil Li Lianhua.

Lanhua membuka mata, berbaring menyamping, dan menekuk lengannya untuk menopang kepala menggunakan telapak tangan. Dia menatap kedua ayahnya bergantian. "Kalian kalau bermesraan jangan di depanku. Aku ini sedang sakit."

Baik Li Lianhua maupun Di Feisheng tertawa terbahak-bahak. Li Lianhua kemudian membantu Lanhua untuk bangun dan memeluknya pelan. Lanhua memejamkan matanya sambil menghirup wangi tubuh Li Lianhua yang sudah lama tak dia rasakan. "Ayah," panggilnya dengan parau.

"Hmm," Li Lianhua menepuk-nepuk bagian belakang kepala Lanhua.

"Aku mau makan bebek panggang buatan Ayah," balas Lanhua kemudian.

"Baiklah, akan Ayah buatkan. Mau jalan-jalan keluar?"tanya Li Lianhua kemudian.

"Baik," balas Lanhua berusaha bangun dari tempat tidurnya.

Di Feisheng memasangkan mantel biru muda, kemudian menyisir rambut putrinya sebelum keluar.

Saat membuka pintu, semua orang yang ada di sana menoleh ke arah Lanhua.

"Ayah," ujar Lanhua memeluk lengan Li Lianhua erat-erat.

"Apa aku sudah mati?" tanya Lanhua dengan gugup.

"Ha? Apa maksudmu?" balas Li Lianhua.

"Kenapa ada banyak orang yang kukenal di sini? Rasanya seperti di surga," sahut Lanhua.

Di Feisheng dan Fang Xiaobao yang mendengar hal itu, tak sanggup menahan tawanya. Perkataan Lanhua ini persis seperti perkataan Li Lianhua saat pertama kali melihat Di Feisheng setelah selamat dari racun bicha.

"Mereka menunggumu dan ini bukan mimpi," balas Li Lianhua menepuk-nepuk tangan Lanhua.

Li Fei adalah orang pertama yang maju. Matanya berkaca-kaca saat menatap Lanhua. "Maafkan aku."

Lanhua tertawa sambil menepuk-nepuk kepala Li Fei. "Kita kan keluarga, kenapa kau sungkan begitu? Aku baik-baik saja. Tenang, kau tetap akan jadi ayah angkat anakku."

Keluarga Li LianhuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang