Raja Xinbai

110 8 0
                                    


Di lain tempat ...

Pria paruh baya dengan tampilan sederhana itu menatap plakat kuil di hadapannya dengan penuh harap. Apakah Dewa akan membencinya karena meminta kelancaran demi hal yang buruk?

"Yang Mulia," bisik kasim di sebelahnya.

"Kenapa?" tanya Xinbai menaruh satu tangannya di belakang.

"Kalau Anda tidak segera masuk, takutnya Anda tidak akan bisa bertemu dengan Peramal Ilahi," jawab sang kasim.

"Aku mengerti," balasnya segera melangkah masuk ke dalam kuil.

Namun dia tidak menemukan siapa pun di sana.

"Kau jahat, tapi tidak jahat. Kadang kau berpegang teguh pada keyakinanmu, kadang kau goyah. Keluarga dan negaramu sama pentingnya, tapi isi otakmu dan hatimu sangat bertentangan. Jadi, apa yang kau lakukan?"

Suara itu mengejutkan Xinbai. Dia menatap sosok yang merupakan sumber suara itu dan tersenyum setelah menyadari sesuatu.

"Kau Peramal Ilahi?" tanyanya kemudian.

"Aku cuma orang biasa. Merekalah yang sudah berlebihan memanggilku seperti itu. Sudah berapa lama kau tidak tidur?" tanya sang Peramal Ilahi.

Xinbai menyentuh pelupuk matanya, rasanya tak ada yang kendur.

"Jangan mati dulu," lanjut Peramal Ilahi.

"Dasar kurang ajar!" maki sang kasim.

Xinbai mengangkat tangan kanannya dan menyuruh kasim itu keluar.

"Tapi Yang Mulia," protes kasimnya.

"Aku tidak akan mati semudah itu, keluar," balas Xinbai.

Kini hanya ada mereka berdua di ruangan khusus kuil itu.

"Aku ingin meminta ramalan," ujar Xinbai.

Peramal Ilahi terkekeh. "Harganya akan sangat mahal."

"Kalau dunia ini milikku, pasti akan kuberikan padamu. Sayangnya, dunia ini hanya tempat singgah yang kadang membuatmu sakit kepala," balas Xinbai.

"Kau tidak punya seseorang yang bisa dipercaya lagi di rumah besarmu. Kenapa kau tidak pergi mengunjungi tempat suatu tempat dan memilih bidak baru? Kau cerdik, hanya saja perlu pemain tambahan untuk melaksanakan niatmu. Aku akan membantumu sampai di sini. Kalau kita berjodoh, kita akan bertemu lagi," kata Peramal Ilahi sambil membersihkan debu-debu dari meja di hadapannya.

Xinbai berdeham, menatap patung buddha beserta kedua dewa di samping kanan dan kirinya.

"Kau memang selalu punya cara," gumamnya dengan sebuah senyuman.

Peramal Ilahi itu mengangguk dan membiarkan Xinbai keluar dari kuil.

***

Ssrtt!

Li Lianhua hampir saja mengumpat saat Di Feisheng menjejakkan langkah di sampingnya. Dia berjinjit, kemudian membersihkan dedaunan kering yang menempel di rambut hitam putihnya.

"Bagaimana?" tanya Fang Xiaobao di sisi yang satunya lagi.

"Sebentar lagi dia akan menemui Ah Fei di barak rahasia. Entah siapa yang akan dia bawa ke istana, aku atau Ah Fei. Eh, kau sudah dipecat, 'kan?" tanya Li Lianhua pada Fang Xiaobao.

"Terima kasih atas obat pengencer darah yang kau berikan padaku. Aku jadi bisa muntah darah saat rapat pagi tadi. Dia mengistirahatkanku dan menyuruhku berobat di kampung halaman," jawab Fang Xiaobao.

"Kalau begitu kau harus ke sini," kata Li Lianhua sambil menyerahkan secarik kertas.

Fang Xiaobao menatap Li Lianhua dengan tatapan tak percaya setelah membaca isinya.

Keluarga Li LianhuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang