Langit senja semakin memudar menjadi kelabu, menciptakan kontras yang tajam antara bayangan masa lalu dan harapan akan masa depan. Kawaki merasa ada suatu perasaan yang lebih tenang sejak berbicara dengan Eida, namun rasa sesak di dadanya belum sepenuhnya hilang. Sementara itu, hubungan dengan Sumire, meskipun semakin dekat, tetap diwarnai oleh kecemasan yang tak terucapkan. Kawaki merasa seperti sedang berjalan di antara dua dunia—masa lalu yang masih membayangi dan masa depan yang tidak pasti.
Hari-hari di sekolah kini semakin terasa berat. Setiap kali ia bertemu Sumire, meskipun senyum gadis itu menenangkan, ada rasa khawatir di dalam diri Kawaki—takut jika perasaannya belum sepenuhnya terfokus pada Sumire. Begitu pula dengan Eida, yang seolah memberikan jarak, meskipun masih ada jejak-jejak perasaan yang tak bisa dihilangkan begitu saja. Kawaki merasakan kebingungannya semakin dalam.
Pada suatu sore, setelah pelajaran berakhir, Kawaki berjalan menuju tempat yang selalu ia kunjungi ketika sedang bingung—taman sekolah yang kini menjadi tempat untuk menenangkan pikirannya. Ia duduk di bangku yang sepi, menatap ke langit yang perlahan berubah warna. Di saat itulah, seseorang mendekat dan duduk di sebelahnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Kawaki menoleh, dan wajahnya langsung terlihat sedikit terkejut. Eida. Gadis itu kembali hadir di hadapannya, duduk di sampingnya dengan ekspresi wajah yang tenang. Tidak ada amarah, tidak ada keputusasaan—hanya kedamaian yang Kawaki tidak bisa mengartikan sepenuhnya.
"Aku kira kita sudah menyelesaikan semuanya," kata Kawaki, suaranya sedikit serak. "Kenapa kamu datang lagi, Eida?"
Eida tersenyum kecil, namun senyum itu lebih pada pemahaman daripada kebahagiaan. "Aku hanya ingin memastikan," jawabnya perlahan, "bahwa kamu benar-benar tahu apa yang kamu inginkan, Kawaki. Aku ingin kamu bahagia, dan aku tidak ingin kamu merasa terjebak."
Kawaki menghela napas. "Aku memang ingin bahagia, Eida. Tapi aku merasa seperti berada di persimpangan jalan yang tak bisa aku pilih dengan mudah." Ia menundukkan kepala, merasa bingung dengan perasaannya sendiri. "Aku sudah memilih Sumire, tetapi ada bagian dari diriku yang masih terikat pada masa lalu."
Eida menatap Kawaki dengan tatapan yang penuh pengertian. "Kawaki, hidup tidak selalu tentang memilih satu dan meninggalkan yang lain. Terkadang, kita harus belajar menerima kenyataan dan bergerak maju. Aku ingin kamu tahu, bahwa meskipun aku harus melepaskanmu, aku ingin kamu tetap hidup dengan penuh keberanian. Jangan biarkan perasaanmu menahanmu."
Kawaki merasa ada kehangatan dalam kata-kata Eida, namun juga sebuah perasaan yang menusuk di hatinya. "Aku tidak tahu bagaimana harus melanjutkan hidupku, Eida. Aku takut jika aku membuat kesalahan, jika aku menyakiti orang yang aku cintai."
Eida meraih tangan Kawaki dengan lembut, memberikan sedikit rasa ketenangan. "Kawaki, terkadang, hidup tidak memberi kita jawaban yang jelas. Tapi aku yakin, jika kamu jujur pada dirimu sendiri, kamu akan menemukan jalanmu." Eida menoleh ke arah langit senja yang semakin gelap, seolah mengajak Kawaki untuk melihat ke depan. "Jangan terjebak dalam bayangan masa lalu. Percayalah, kebahagiaanmu ada di depan sana, di tempat yang tidak pernah kamu duga."
Kawaki menatap Eida sejenak, merasa ada kekuatan dalam kata-katanya. Namun, sebelum ia sempat berbicara lebih banyak, Eida berdiri dan menepuk bahu Kawaki. "Aku harus pergi. Ini adalah waktu bagi kita untuk benar-benar berpisah. Tapi ingat, aku akan selalu mendukungmu. Selalu."
Kawaki hanya bisa mengangguk, merasakan kepergian Eida dengan hati yang berat. Namun, ia tahu, bahwa dengan kata-kata Eida itu, ia harus melanjutkan hidupnya—tanpa ada lagi penyesalan yang mengikatnya. Eida telah memberikan ruang bagi Kawaki untuk memilih jalannya, dan ia harus memanfaatkan kesempatan itu dengan bijak.
---
Hari berikutnya, Kawaki bertemu dengan Sumire di taman sekolah. Senyuman Sumire yang selalu menenangkan itu kembali terlihat, namun kali ini, Kawaki bisa merasakan ada sesuatu yang berbeda di dalam dirinya. Mungkin, ia telah cukup lama terjebak dalam kebingungannya, tetapi sekarang ia merasa lebih siap untuk menjalani hidup bersama Sumire.
Sumire duduk di sampingnya, melihatnya dengan penuh perhatian. "Kawaki-kun, ada yang ingin kamu bicarakan?" tanyanya lembut, matanya mencerminkan kecemasan yang terpendam.
Kawaki menghela napas dalam-dalam, merasa ada banyak hal yang harus ia ungkapkan. "Sumire," katanya pelan, "Aku ingin kamu tahu bahwa aku memilihmu, dan itu adalah keputusan yang aku buat dengan penuh kesadaran." Ia menatap Sumire dengan mata yang penuh arti. "Aku tahu aku belum sepenuhnya memberikan diriku padamu, karena ada bagian dari masa lalu yang masih mengganggu pikiranku. Tapi aku ingin berusaha, Sumire. Aku ingin kita berjalan bersama."
Sumire memegang tangan Kawaki dengan lembut, senyum tulus menghiasi wajahnya. "Kawaki-kun, aku tahu kamu masih merasa terbebani, dan aku tidak akan memaksamu untuk melupakan masa lalumu. Tapi aku ingin kita bisa melangkah bersama, mulai dari sini. Aku akan selalu ada di sampingmu."
Kawaki merasa sebuah kelegaan yang mendalam mengalir dalam dirinya mendengar kata-kata itu. Mungkin, Sumire adalah bagian dari kebahagiaan yang selama ini ia cari. Mungkin, dengan Sumire di sisinya, ia bisa melupakan masa lalu yang selalu menghantuinya.
"Iya," jawab Kawaki, tersenyum sedikit. "Aku akan berusaha, Sumire. Untuk kita."
Mereka duduk bersama dalam diam, namun keheningan itu bukan lagi keheningan yang penuh kecemasan. Keheningan itu kini penuh dengan harapan, dengan kepercayaan akan masa depan yang baru. Kawaki tahu bahwa perjalanan mereka tidak akan mudah, tetapi ia merasa siap untuk menghadapi apapun yang akan datang.
Di langit senja yang kini mulai menyelimuti sekolah mereka dengan warna jingga yang lembut, Kawaki merasa seolah-olah dunia memberikan peluang baru untuknya. Ada tiga titik di langit yang bersinar, mewakili perjalanan mereka—perasaan yang telah diselesaikan, keputusan yang telah diambil, dan harapan yang baru ditemukan.
Meskipun masa lalu selalu ada, Kawaki kini tahu bahwa ia tidak akan pernah berjalan sendirian. Dengan Sumire di sisinya, ia akan berjalan ke arah yang lebih terang, melangkah dengan percaya diri, karena ada satu hal yang ia yakin: kebahagiaan itu bukan tentang mencari kesempurnaan, tetapi tentang menemukan seseorang yang mau berjalan bersamanya, meskipun langit senja kadang mengingatkan mereka pada bayangan masa lalu yang sulit untuk dilupakan.
------------------------------------------------------------
Jangan lupa di votee dan komen yaa teman teman. Sampai ketemu di bab selanjutnya 👋👋
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Titik di Langit Senja
Storie d'amoreKawaki, seorang pemuda pendiam dengan masa lalu kelam, hidup di bawah bayang-bayang takdir yang membebaninya. Ia percaya bahwa cinta bukanlah sesuatu yang bisa ia miliki-hingga ia bertemu dengan Sumire, seorang gadis ceria yang membawa kehangatan se...