Hujan turun dengan derasnya pada sore hari itu. Marko memilih berhenti berjalan kaki meneduh di depan ruko. Hampir satu jam berlalu, namun tetesan air dari langit itu tak kunjung pergi.
Si pemilik toko keluar, ia menyuruh remaja kedinginan itu untuk masuk kedalam tokonya. Di dalam sana Marko begitu takjub, tempat tersebut adalah sebuah toko barang antik, semuanya kuno. Tempat itu seperti menyerap energinya, ia sedikit pusing, dan matanya berkunang-kunang.
Marko berjalan-jalan mengitari rak yang berjejer barang-barang bekas tersebut. Memegangi satu persatu, dan asik mengangguminya. Tetapi ada satu barang yang menarik perhatiannya, bentuknya mirip sponge, empuk, lembut, seperti.. memek perawan yang berwarna pink, sangat mirip sampai terdapat belahan lubang dan kelentitnya. Saat ia memegangnya.. becek.. kenapa di dalamnya seperti ada sebuah cairan kental?
"Namanya memek perawan." Marko terkesiap ketika pemilik itu tiba-tiba saja sudah ada di sebelahnya.
Tanpa minta dijelaskan, Andrea, si pemilik toko lanjut menjelaskan. "Benda ini seperti boneka santet. Namun cara kerjanya agar bisa memuaskan diri sendiri."
"Maksudnya?" Tanya Marko kebingungan.
"Kamu bisa mengontrol benda ini dengan orang yang kamu sukai. Caranya.. tabur serbuk ini di ata kulitnya." Andrea mengambil sebuah botol kecil berisi serbuk, lalu memberikannya kepada Marko. "Setelah itu benda ini dapat terhubung dengan kewanitaannya."
Marko terkekeh, dia tidak percaya, mana mungkin ada benda semacam itu di jaman sekarang. Memangnya ini negeri dongeng??
Andrea hanya tersenyum. "Buktikan saja sendiri, bawa benda ini bersamamu."
***
Anggap saja Marko penasaran, dia tidak percaya, namun ingin mencobanya terlebih dahulu. Marko bawa benda tersebut ke sekolahnya.
Pagi hari, biasanya gadis manis itu sudah duduk di bangkunya. Mengawali teman-temannya yang lain, dengan membaca buku novel favoritnya. Tepat sekali, begitu Marko masuk kedalam kelas, ia lihat gadis berkacamata itu sudah duduk di depan mejanya.
Marko sudah lama menyukainya, panggil saja dia Aca. Dua kali mereka berada di satu kelas yang sama. Menurutnya Aca sangatlah lucu, rambut hitam legam yang panjang, wajahnya kecil, matanya bulat berbinar, bulu mata lentik, dia mungil, namun berisi, porsinya pas, pinggang ramping dengan pinggul yang sedikit lebar, dadanya sekal, bulat besar, dan bokongnya montok. Tak heran banyak sekali siswa yang berlomba ingin menjadi kekasihnya.
Begitu melihat Marko datang, gadis itu sempat terheran. Tumben sekali lelaki itu berangkat pagi pagi, biasanya juga mepet bel masuk berbunyi.
"Tumben?" Kata itu spontan keluar dari bibir mungilnya.
"Apaa?"
"Tumben lo berangkat pagi."
"Oh iyaa itu sekalian nganter adek gue." Bohong, Marko menyengir, kemudian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Ohh.." mereka terdiam, Aca melanjutkan membaca, sedangkan Marko membeku di tempatnya. Sial, kenapa roknya sangat pendek, paha sekal itu meluber kemana-mana, seakan gadis itu sengaja menggodanya.
"Lo mau duduk di sini?"
"Hah?!" Kesadarannya seolah kembali, ia memperhatikan wajah mungil itu, matanya, hidungnya, dan bibirnya yang selalu ia bayangkan suatu hari nanti akan mendesahkan nama dirinya di bawah kukungannya.
"Boleh gue duduk disini?"
"Bolehlah.. sini.."
Marko pun duduk di sebelahnya dengan jantung yang berdebar. Ia ingat lagi kata-kata si pemilik toko antik kemarin. Bukankah ini sebuah peluang yang tepat? Ruang kelasnya masih sangat sepi, dan inilah waktu yang tepat untuk membuktikan kemustahilan itu.
YOU ARE READING
oneshot giselle aespa
Fanfictionkumpulan oneshot twoshot giselle aespa. cerita ini mengandung unsur dewasa, harap untuk yang masih di bawah umur segera meninggalkan lapak ini. be smart for choose a good reading!