"Yang fana itu waktu, kita abadi bukan?"
Tentang sepasang ganjil yang tak digenapkan oleh tangan Tuhan.
"Kalau ada satu juta orang yang cinta sama lo, maka gua salah satunya.
kalau ada satu orang yang cinta sama lo, maka gua orangnya.
Dan kalau suda...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
_________________
Enam bulan kemudian...
Kemungkinan itu nyaris setara dengan keajaiban. Kemustahilan. Sesuatu yang tak mungkin terjadi. Setidaknya hal itulah yang Zeeandra pikirkan ketika seorang gadis berdiri di pintu rumah peristirahatannya.
Enam bulan berlalu tanpa kabar. Gadis itu lenyap begitu saja. Tak pernah ada kunjungan atau bahkan sebuah pesan. Zeeandra sudah nyaris putus asa. la sudah mengikhlaskan. Lantas percaya bahwa satu-satunya hal yang Tuhan izinkan baginya hanya mendoakan gadis itu, agar bahagia dengan pria manapun yang gadis itu inginkan
Namun ternyata, disaat hatinya sudah tabah untuk merelakan, gadis itu justru kembali muncul di hadapannya.
"Sunpride!"
"Suprise Muthe! Sunpride mah merek pisang," Veron mengoreksi kalimat Muthe sambil menyeret koper mereka masuk. Di belakangnya Om Prama, Tante Gracia, dan Jessi menyusul, sementara Christy tetap bergeming di ambang pintu.
"Kak Zeeeee! Oy! Sadar oy! Segitu terkesimanya lihat Enjel ikut, eh apa jangan-jangan lo seneng gara-gara gue, Muthe sama Veron datang lagi?" Jessi terkikik geli sambil mengibaskan tangannya, sementara Zeeandra tetap tidak bereaksi. Pemuda itu sudah beku, layaknya sebuah patung.
"mending kalian bawa barang kalian ke kamar." Veron meringis, seraya menyerahkan koper berwarna merah jambu dan kuning tersebut ke pemilik mereka masing masing. Lantas menarik tangan kedua gadis itu untuk menyusul Tante Gracia dan Om Prama. Memberikan privasi bagi Christy dan Zeeandra.
Sedetik. Dua detik. Tiga detik terlewati sampai akhirnya Christy menjadi pihak pertama yang memutus keheningan.
"Hai."
Cukup tiga huruf itu terucap, Zeeandra langsung limbung dari posisinya. Ia sampai jatuh karena terkesima.
"Kak Zeean, kamu kenapa?!" Christy langsung berlari, panik. Namun bukannya menjawab pertanyaan Christy, Zeeandra justru mengulurkan tangannya, menyentuh wajah Christy, dan menatapnya dengan sorot tidak percaya.
"Saya ... mimpi?"
Mendengar kalimat polos Zeeandra, Christy lantas tertawa. Gadis itu tersenyum lalu menggelengkan kepalanya. "Kamu nggak mimpi."
"Kamu ... di sini?"
"Iya, saya di sini."
Tetap dengan sorot sangsi, Zeeandra bertanya.
"Boleh... saya peluk kamu?" Christy tertawa geli.
Sebagai jawaban, gadis itu menghamburkan tubuhnya lebih dulu ke dalam pelukan Zeeandra.
Zeeandra terkesiap, sebelum dengan sangat perlahan ototnya mengendur. Aroma tubuh gadis itu masih persis seperti dalam ingatannya, halus rambutnya, bahkan rangkuman lengannya masih sama pas seperti yang ia ingat.