Kayaknya semua pusing wkwkw
....
Sooji terdiam di tepi ranjang, matanya menatap lantai tanpa fokus. Tapi ada sesuatu yang mulai ia rasakan—sesuatu yang tidak seharusnya ia ketahui. Sebuah gambar samar muncul di benaknya, seperti kilasan ingatan yang terlalu buram untuk dipahami. Di sana, dia melihat dirinya sendiri, Harin, dan... seseorang yang lain. Sosok itu begitu kabur, seperti tertutup kabut tebal. Namun, ada sesuatu tentang kehadirannya yang membuat hati Sooji berdetak lebih cepat.
Dia mencoba menggali lebih dalam ingatannya, tetapi bayangan itu hanya menjadi semakin sulit diraih. Hanya ada sekilas—sebuah tawa hangat, sebuah sentuhan lembut, dan sebuah janji yang terasa penting, tetapi tidak bisa dia ingat sepenuhnya. Siapa orang itu? Dan kenapa dia merasa orang itu sangat penting bagi hubungan antara dirinya dan Harin?
"Siapa dia?" gumam Sooji tanpa sadar, suaranya hampir tidak terdengar.
Harin, yang duduk tidak jauh darinya, memutar kepalanya perlahan, tatapannya penuh perhatian. Wajah Harin tidak menunjukkan emosi apa pun, tetapi Sooji bisa merasakan perubahan kecil di atmosfer. Harin mendekat, lalu duduk di sampingnya.
"Siapa yang kamu maksud, Sooji?" tanya Harin dengan nada dingin, tetapi ada kilatan di matanya yang menyiratkan bahwa dia tahu sesuatu.
Sooji menggigit bibirnya, berusaha mengumpulkan keberanian untuk bertanya lebih jauh. "Aku... Aku merasa ada seseorang lagi. Bukan hanya kita. Aku melihat... seseorang dalam ingatanku, tapi aku tidak tahu siapa dia. Dia tampak... penting."
Harin terdiam sejenak. Tatapannya yang tajam mulai mengendur, tetapi itu hanya membuat Sooji semakin waspada. "Kamu pasti hanya berhalusinasi," kata Harin dengan nada yang terlalu tenang. "Tidak ada orang lain selain kita. Hanya aku dan kamu yang terikat dalam takdir ini."
Namun, Sooji merasakan kebohongan di balik kata-kata Harin. Harin tidak pernah berbicara dengan nada seperti itu kecuali dia sedang menyembunyikan sesuatu. "Harin," desak Sooji, suaranya lebih tegas, "aku tahu kamu tahu siapa dia. Ceritakan padaku. Siapa orang itu?"
Harin menarik napas panjang, lalu berdiri, membelakangi Sooji. "Kalau aku memberitahumu, itu tidak akan mengubah apa pun," katanya. "Dia tidak ada lagi. Dia sudah pergi. Dan kamu tidak perlu mengingatnya."
Sooji semakin bingung. "Kalau dia tidak penting, kenapa kamu terlihat... terganggu?" tanyanya dengan nada curiga. "Kenapa aku merasa dia bagian dari semuanya, Harin? Apa yang kamu sembunyikan dariku?"
Harin membalikkan tubuhnya dengan gerakan cepat, wajahnya kembali ke ekspresi dingin yang membuat Sooji bergidik. "Dia tidak penting, Sooji," kata Harin dengan nada rendah, hampir berbisik. "Yang penting adalah kita. Aku dan kamu. Tidak ada yang lain."
Tapi Sooji tidak percaya. Dia tahu ada sesuatu yang besar, sesuatu yang sengaja disembunyikan Harin darinya. Sosok dalam ingatannya terus muncul di sela-sela pikirannya, meskipun tetap kabur. Sosok itu bukan sekadar orang asing; dia adalah seseorang yang memiliki hubungan mendalam dengan dirinya dan Harin. Sesuatu tentang kehadiran sosok itu terasa begitu benar, begitu tidak tergantikan.
Dan semakin Harin berusaha menyangkalnya, semakin Sooji yakin bahwa sosok itu adalah kunci untuk memecahkan semua ini. Jika dia bisa mengingat siapa orang itu, mungkin dia bisa memahami apa yang sebenarnya terjadi—apa hubungan mereka bertiga, dan mengapa Harin begitu terobsesi dengannya. Mungkin orang itu adalah jawaban untuk menghentikan lingkaran setan ini.
Sooji menggenggam erat kedua tangannya, tekad mulai tumbuh dalam dirinya. Dia tidak akan berhenti sampai dia menemukan kebenaran.
....
Malam itu, angin dingin berembus kencang di atas jembatan tua, membawa keheningan yang aneh. Sooji berdiri di sana, memandang ke bawah jembatan yang berlumuran kenangan kelam. Langkah-langkahnya berat, seolah ditarik oleh kekuatan tak terlihat yang mengarahkan dirinya kembali ke tempat ini—tempat di mana segalanya dimulai.
Sooji merasakan ada sesuatu yang berubah. Udara di sekitarnya terasa tebal, hampir menyesakkan. Saat dia berjalan lebih jauh, kakinya menyentuh sesuatu yang keras. Dia menunduk dan melihat sebuah buku usang yang berlumuran darah, tergeletak di sela-sela rerumputan yang tumbuh liar di tepi jembatan.
Tangannya gemetar saat mengambil buku itu. Bau darah yang masih segar menusuk hidungnya, membuatnya merasa mual. Tapi rasa penasaran yang mendalam mengalahkan ketakutannya. Dia membuka buku itu perlahan, halaman-halamannya terasa kasar, penuh dengan noda yang hampir mengaburkan tulisan-tulisannya.
Sampai pada satu halaman, sebuah gambar mencolok menarik perhatiannya. Di sana tergambar seorang pria tampan dengan wajah yang nyaris sempurna, tetapi tubuhnya dalam kondisi mengerikan. Kulitnya penuh luka, darah mengalir dari setiap inci tubuhnya, dan rantai besar membelit tubuhnya, menariknya ke tanah. Matanya yang tajam menatap keluar gambar itu, seolah memancarkan kebencian yang mendalam bahkan dari sekadar coretan tinta.
Tiba-tiba, Sooji merasa tubuhnya melemas. Seolah ada sesuatu yang menariknya, ia terjatuh ke tanah, dan dunianya berubah.
Sooji menemukan dirinya berada di ruangan yang gelap dan penuh dengan aura mencekam. Pria di gambar itu ada di depannya, nyata dan hidup. Wajahnya tampak penuh amarah, tapi senyum kecil yang licik menghiasi bibirnya. Sooji muda, dengan wajah yang ketakutan, berdiri di depannya, tubuhnya gemetar.
"Aku akan menghancurkan keluargamu, Sooji," pria itu berkata dengan nada tenang yang mengandung ancaman mematikan. "Aku akan membunuh mereka di depan matamu, kecuali kau lakukan apa yang aku katakan."
Sooji muda menggigit bibirnya, air mata mengalir di wajahnya. "Kenapa kamu melakukan ini? Harin tidak pernah berbuat salah padamu! Dia percaya padamu!"
Pria itu tertawa dingin, senyum sinisnya semakin mengerikan. "Karena Harin selalu mendapatkan segalanya. Kepercayaan, cinta, kekuatan—semuanya! Aku hanya ingin dia merasakan bagaimana rasanya kehilangan sesuatu yang paling dia cintai."
Sooji gemetar. "Aku... aku tidak bisa. Aku mencintai Harin."
"Tapi apakah Harin lebih penting dari keluargamu?" Pria itu mendekat, menatap Sooji dengan intens. "Jika kau tidak mengkhianatinya, keluargamu akan mati. Kau tahu aku tidak bercanda."
Sooji muda terjebak. Wajahnya menunjukkan konflik yang mendalam, rasa bersalah dan ketakutan menyatu dalam pikirannya. Akhirnya, dengan suara yang hampir tak terdengar, dia berkata, "Baiklah. Aku akan melakukannya."
Pria itu tersenyum puas, tatapannya penuh kemenangan. "Bagus. Kau membuat pilihan yang tepat."
Sooji tersentak kembali ke kenyataan, nafasnya terengah-engah. Dia memandang buku di tangannya dengan ngeri, menyadari apa yang baru saja dia lihat. Pria itu—sosok yang menghasut pengkhianatannya terhadap Harin—masih menjadi bagian dari kutukan ini. Kebencian dan rasa iri pria itu terhadap Harin telah menciptakan lingkaran setan ini, mengikat Sooji dan Harin dalam rasa dendam yang tak berujung.
Namun, satu hal menjadi jelas. Kutukan ini tidak akan berhenti sampai pria itu mengakui perbuatannya. Tapi bagaimana mungkin? Dalam penglihatan tadi, pria itu tampak menikmati penderitaan mereka. Bahkan dalam siksaan yang dialaminya, kebenciannya tidak pernah berkurang—justru semakin bertambah.
Sooji memeluk buku itu erat-erat, tangisnya pecah di bawah langit malam. Bagaimana dia bisa menghentikan semua ini? Jika pria itu menolak mengakui segalanya, maka Sooji dan Harin akan terus terjebak, berputar dalam siklus dendam yang kejam. Dia harus menemukan pria itu—atau apa pun yang tersisa darinya—dan memaksanya untuk berbicara.
Namun, di dalam hatinya, Sooji tahu bahwa ini bukan tugas yang mudah. Pria itu adalah sosok yang jauh lebih kejam dan manipulatif daripada yang pernah dia bayangkan. Dan di balik semua ini, ada pertanyaan yang lebih besar: Apakah Harin tahu tentang pria ini? Apakah Harin juga terjebak oleh kebencian pria itu, sama seperti dirinya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Devil's Torture
Mystery / Thriller⚠️ uncomfortable scenes Sung Sooji trainee yang putus asa dan Baek Harin yang datang seakan memberi solusi.
