C H A P T E R 24: KETIKA TAUFAN MENJALANKAN TUGAS BENDAHARANYA

94 12 3
                                    

Brakk!

"Hello my brother's!!! I'm come!!" teriak Taufan setelah menendang pintu yang tak bersalah lalu berjalan menghampiri teman-temannya yang tengah berkumpul di ruangan bermain yang ada di markas dan segera mendudukkan dirinya di salah satu kursi yang disana kemudian menyalakan puntung rokok yang ia bawa.

Matanya menatap sekeliling. Namun, arah pandangnya berubah ketika dirinya merasakan hawa mencengkam yang mengancam dirinya.

Dan yang benar saja. Gempa yang tengah memegang cue(tongkat billiard) dengan ujung yang mengarah ke atas sembari tersenyum manis penuh makna ke arahnya.

Taufan meneguk ludahnya susah payah. Merasa gugup ketika mendapatkan tatapan kematian dari Gempa.

"Ehehe.. Kenapa No? Naksir, ya, ma gua?" tanya Taufan dengan wajah tak berdosanya.

Namun, itu malah membuat senyum Gempa semakin lebar. Sontak Taufan kembali menelan ludahnya susah payah.

"Lo kalo buka pintu nggak pake di tendang bisa nggak?" tanya Gempa dengan nada lembut. Tapi, bagi Taufan itu adalah nada kematian yang dipakai gempa ketika marah.

Dengan gugup Taufan membalas, "E-emangnya kenapa, N-No? Kan ntar yang rusak pintunya. B-bukan lo. K-kok lo yang r-ribet?"

Tak!!

"Ini bukan masalah rusaknya muson. Ini masalah gua yang selalu benerin tuh pintu. Mana nggak dibayar pula. Jadi, jangan buka pintu dengan kasar yang membuatnya terancam rusak. Ok?" ujar Gempa lembut namun memberikan kesan mengancam setelah memukulkan ujung tongkat billiard-nya ke meja billiard hingga menimbulkan suara nyaring yang terdengar di ruangan itu yang tidak begitu berisik.

Kemudian tangannya bergerak untuk membidik bola lalu menggerakkan tongkatnya hingga beberapa bola yang ia incar masuk ke lubang yang ada di sisi meja. Tentu saja ia bersorak gembira.

Taufan yang masih belum ngapain-ngapain mengamati sekeliling. Bingung mau gabung temannya yang tengah bermain yang mana.

Ada yang bermain billiard, ada yang bermain catur, ada yang bermain lempar jarum, ada yang bermain kartu-entah kartu as atau kartu domino yang tengah dimainkan. Dan masih banyak lagi.

Taufan bingung mau bergabung yang mana. Sedangkan para sahabatnya sudah bermain sesuai bakat dan minatnya masing-masing.

Memang. Di markas Phyrgos ini menyediakan ruangan bermain yang diisi permainan oleh anggota Phyrgos tahun ke-dua.

Untuk mengisi waktu luang, kata sang ketua tahun ke-dua waktu itu. Tentu saja itu menggunakan uang kas yang sudah dibagi untuk keperluan pribadi dan kegiatan kemasyarakatan.

Dihembuskannya asap rokok yang ia hisap lalu bangkit dari duduknya ketika ia mengingat suatu hal.

"WOI KASS!!!" teriak Taufan menggema di ruangan itu membuat seluruh atensi tertuju ke arahnya sembari mengeluarkan buku batik seukuran buku tulis tebal dari balik baju di punggungnya. Mungkin cara ia menyimpan buku kas sekilas mirip bang titil yang menagih hutang kepada para nasabah.

"SEKALIAN DOUBLE SAMA YANG DUA MINGGU KEMAREN YA! DUA MINGGU KEMAREN KAN SEMPET LIBUR DULU KASNYA GEGARA ALASAN YANG NGGAK GUA KETAHUI. JADI, AYO KAS!!! YANG GAK BAYAR KAS BAYAR SEPULUH KALI LIPAT!!" teriaknya kembali sembari membuka tutup bolpinnya dan mulai berjalan menghampiri seluruh temannya yang ada di ruangan itu.

"Yee... Lu juga rutin bayar kas gak?" tanya Blaze sembari memberikan uang sebesar dua puluh ribu rupiah.

"Ya rutinlah. Gua gini kok sampe nunggak. Lagian cuma dua Minggu sekali. Nggak banyak. Cuma sepuluh rebu doang. Kalo di hitung kan kayak kas yang disekolah." jawab Taufan mencentangi barisan bagian nama Blaze sesuai dengan tanggal mereka kas.

HALILINTARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang